Wanprestasi (pertemuan ketujuh)



Pada umumnya semua kontrak diakhiri dengan pelaksanaan.  Memenuhi perjanjian atau hal-hal yag harus dilaksanakan disebut prstasi. Apabla prestasi itu dilaksanakan, maka kewajiban para pihak berakhir. Namun sebaliknya jika si berutang atau debitur tidak melaksanakannya maka ia disebut wanprestasi.
Secara sederhana wanprestasi adalah tidak melakukan prestasi, atau melakukan prestasi, tetapi yang dilaksanakan tidak tepat waktu, dan tidak sesuai dengan yang seharusnya. Dalam restatement of the law of contracts (Amerika Serikat), wanprestasi atau breach of contracts dibedakan menjadi dua yaitu total breach dan partial breachts.
Total breachts artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan, sedangkan partial breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untk dilaksanakan. Dalam bahasa belanda wanpretasi diartikan pengurusan buruk, _wanhebeer: pengurusan buruk_wandaad: perbuatan buruk.
Wanpretasi dapat berupa:
1.      Sama sekali tidak memenuhi prestasi;
2.      Prestasi yang dilakukan tidak sempurna;
3.      Terlambat memenuhi prestasi;
4.      Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.
Berdasarkan pembagian wanprestasi di atas ada dua kemungkinan yang dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan yaitu pembatalan dan pemenuhan kontrak. Jika diuraikan lebih lanjut, kemungkinan akibat dari wanpretasi itu dibagi menjadi empat:
1.      Pembatalan kontrak saja;
2.      Pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi;
3.      Pemenuhan kontrak saja;
4.      Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi.
Tidak selamanya debitur mesti memenuhi prestasi, oleh karena debitur dapat  mengajukan tangkisan untuk membebaskan diri dari akbat buruk dari wanprestasi tersebut. Tangkisan atau pembelaan dapat berupa:
1.   Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena keadaan terpaksa misalnya A melakukan kontrak jual beli semen dengan si B, untuk mengantar semen tersebut harus melalui laut, tapi ombak masih besar, sehingga semen tersebut belum dapat diantar, kalaupun menggunakan pesawat terbang untuk mengantar semen tersebut akan menghabiskan biaya yang mahal. Maka ditunggu sampai ombak atau syarat berlyar terpenuhi.
2.   Tidak dipenuhinya kontrak terjadi karena pihak lain juga wanprestasi (excepptio non adimplei contractus), misalnya Si A belum membayar sisa pinjaman atas utang mobil yang dibelinya dari B, oleh karena Si B belum menyerahkan juga BPKB mobil tersebut.
3.  Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena pihak lawan telah melepaskan haknya atas pemenuhan  pretasi, misalnya Si A mengirim beras kepada Si B yang mutunya lebih rendah dari pada beras yang biasanya dikirim, namun si B masih memesan beras yang sama lagi tanpa mengajukan protes terhadap kualitas beras yang dikirim sebelumnya (baca: beras yang mutunya rendah).
[Read More...]


Hermeneutika Hukum (materi kuliah Logika Hukum)



Hermeneutika pertama kali dikenal di Yunani. Yakni ketika bahasa langit diserahkan kepada dewa Hermes, hanya dewa Hermes[1] dianggap mampu menafsirkan bahasa-bahasa langit itu sehingga dapat membumikan bahasa-bahasanya (baca: teks suci).
Gregory Ley (1992) dalam “Legal Hermeneutics: History, Theory And Practicemengemukakan legal heremeneutics is, then, in reality no special case but is, on the contrary, fitted to restore the full scope of the hermeneutical problem and so to restrieve the former unity of hermeneutics, in which jurist and theologian meet the student of the humanities (hermeneutika hukum dalam kenyataannya bukanlah merupakan suatu kasus yang khusus/ baru, tetapi sebaliknya, ia hanya merekonstruksi kembali dari seluruh problema hermeneutika dan kemudian membentuk kembali kesatuan hermeneutika secara utuh, dimana ahli hukum dan teologi bertemu dengan para ahli humaniora/ ilmu kemanusiaan).
Kata heremeneutics berasal dari turunan kata benda “hermeneia” yang secara harfiah diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi. Kata hermeneutics adalah sebuah kata benda[2] yang mengandung tiga arti
1.    Ilmu penfsiran;
2.     Ilmu untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam kata-kata atau ungkapan Penulis;
3.      Penafsiran yang secara khusus menunjuk pada penafsiran teks atau kitab suci.
Selain dikenal terminology interpretasi juga dikenal istilah metode konstruksi. Bagi yuris yang berasal dari system hukum Eropa Continental tidak memisahkan secara tegas antara metode interpretasi dan metode konstruksi. Sementara pada negara dengan system Hukum Anglo Saxon membuat pemisahan secara tegas antara metode interpretasi dan metode konstruksi.[3]
Metode interpretasi dilakukan dalam hal peraturannya ada, tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwa konkret, interpretasi terhadap teks tetap berpegang pada bunyi teks itu. Sedangkan metode konstruksi hukum dilakukan dalam hal peraturannya memang tidak ada, jadi terdapat kekosongan hukum (rechts norm) atau kekosongan undang-undang (wet vacuum).[4]
Pada umumnya metode interpretasi hukum dapat dibagi sebagai berikut:    
1.   Interpretasi gramatikal; menafsirkan kata-kata dalam Undang-undang sesuai dengan kaidah bahasa dan kaidah hukum tata bahasa. Bagi A. Pitlo mengemukakan interpretasi gramatikal berarti kita mencoba menangkap arti sesuatu teks/ peraturan menurut bunyi kata-katanya. Misalnya kata menggelapkan dalam Pasal 41 KUHP ditafsirkan sebagai menghilangkan.
2.    Interpretasi historis; penafsiran berdasarkan proses pembuatan Undang-undang. Misalnya asas berlaku surut dalam UU Pengadilan HAM.
3.   Interpretasi sistematis; metode  untuk menafsirkan Undang-undang sebagai bagian  dari keseluruhan system perundang –undangan. Misalnya pengakuan anak yang dilahirkan dalam pernikahan, Hakim harus mencari ketentuannya dalam KUH pdt dan KUH pdn.
4. Interpretasi sosiologis/ teologis; penafsiran yang ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan. Misalnya pencurian jaringan dan aliran listrik ditafsirkan sebagai barang berdasarkan Pasal 362 KUHP.
5.  Interpretasi komparatif; penafsiran dengan jalan membandingkan antara berbagai system hukum. Misalnya perbandingan antara perjanjain internasional dengan undang-undang / hukum nasional.
6.  Interpretasi futuristic; metode penemuan hukum yang bersifat antisipasi (penjelasan ketentuan UU dengan berpedoman pada UU yang belum mempunyai kekuatan hukum.
7.  Interpretasi restriktif; interpretasi yang sifatnya membatasi. Misalnya interpretasi kata “tetangga” berdasarkan Pasal 666 BW, dapat diartikan setiap tetangga yang termasuk penyewa dari pekarangan di sebelahnya.
8. Interpretasi ekstensif; metode penafsiran yang melebihi batas-batas hasil interpretasi gramatikal. Misalnya perkataan menjual berdasarkan Pasal 1576 bukan hanya semata-mata jual beli tetapi juga menyangkut peralihan hak.




[1] Hermes sebagai dewa diasosiasikan Nabi Idris sebagaimana dikemukakan Sayyed hussain Naser ((1989: 71) mengemukakan adanya tiga unsur dalam aktivitas penafsiran yaitu: (1) tanda, pesan, atau teks yang menjadi sumber atau bahan dalam penafsiran yang diasosiasikan dengan pesan yang dibawah oleh Hermes atau nabi Indis; (2) perantara atau penafsir (Hermes atau Nabi idris); (3) penyampain pesan itu oleh sang perantara agar bisa dipahami dan samapi kepada yang menerima
[2] Dalam kosa kata kerja hermeneo, hermeneuin. Hermeneo artinya mengungkapkan pikiran-pikiran seseorang dalam kata-kata dan hermeneuin bermakna mengartikan, menafsirkan, dan menerjemahkan dan juga bertindak sebagai Penafsir.
[3] Untuk materi Konstruksi Hukum, akan dijelaskan pada pertemuan berikutnya
[4] Pendapat ini dikemukakan diantaranya Curzon, B. Arief Sidharta, dan Achmad Ali.
[Read More...]


Jenis-Jenis Kontrak dan Interpretasi dalam Hukum Kontrak (Pertemuan ke-enam)



Pada pertemuan sebelumnya telah dikemukakan jenis-jenis kontrak, diantaranya kontrak bersyarat, kontrak  dengan ketetapan waktu, kontrak mana suka. Pada pertemuan kali ini akan dikemukakan jenis kontrak; kontrak tanggung menanggung/ tanggung renteng, kontrak dapat dibagi dan tidak dapat dibagi dan kontrak ancaman hukuman.[1]
Kontrak tanggung menanggung, dalam kontrak semacam ini, disalah satu pihak terdapat beberapa orang. Jadi bisa pihak debitur terdiri satu orang berhadapan dengan beberapa kreditur atau bisa juga kreditur terdiri satu orang sementara berhadapan dengan beberapa debitur. Misalnya A, B, dan C sama-sama meminjam uang ke D sebesar Rp. 100.000, maka  A, B dan C dapat ditagih sebanyak Rp. 100.000, A, B dan C tidak bisa ditagih sebesar Rp 300.000, kecuali diperjanjikan bahwa masing-masing dapat ditagih untuk seluruh utang tersebut.
Kontrak dapat dibagi adalah suatu kontrak yang dilihat dari prestasinya, dapat dibagi menurut imbangan, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakikat prestasi itu. Misalnya suatu perikatan untuk menyerahkan sejumlah barang seperti hasil bumi, mis; beras. Sedangkan kontrak yang tidak dapat dibagi misalnya kewajiban untuk menyerahkan seekor kuda jelas tidak dapat dibagi, karena jika dibagi maka akan hilang hakikat dari kuda itu.
Kontrak dengan ancaman hukuman adalah suatu kontrak dimana ditentukan bahwa si-berutang, untuk jaminan pelaksanaan kontraknya, diwajibkan melakukan sesuatu apabila perikatannya tidak dipenuhi. Misalnya Si A meminjam uang kepada B, namun jika dalam pembayaran angsuran terjadi penundaan pembayaran selama sebulan, maka didenda 10 %.
Interpretasi dalam Kontrak
Penafsiran tentang kontrak diatur dalam Pasal 1342 BW sampai dengan Pasal 1351. Pada dasarnya perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah dapat dimengerti dan dipahami isinya. Namun dalam kenyataannya banyak kontrak yang isinya tidak dapat dimengerti oleh para pihak. Sehingga isi perjanjian dapat diklasifikasikan dalam dua kategori diantaranya:
1.      Kata-katanya jelas dan;
2.      Kata-katanya tidak jelas, sehinga menimbulkan bermacam-macam penafsiran.
Apabila kata-katanya yang ada di dalam perjanjian tidak jelas, dapat dilakukan penafsiran terhadap isi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Beberapa penafsiran yang dikenal dalam hukum kontrak sebagai berikut:
1.    Penafsiran disesuaikan dengan maksud para pihak yang membuat perjanjian (Pasal 1343);
2.    Penafisran yang diarahkan kepada kemungkinan terlaksananya kontrak (Pasal 1344);
3.    Penafsiran kearah yang paling selaras dengan sifat kontrak (Pasal 1345);
4.    Penafsiran yang didasarkan pada kebiasaan setempat (Pasal 1346);
5. Penafsiran diarahkan terhadap kerugian orang yang meminta diperjanjikan suatu hal, dan untuk keuntungan orang yang mengikatkan dirinya untuk itu (Pasal 1349);


[1] Materi Kuliah ini sebagin besar diambil dari buku Salim HS, 2003, Hukum Kontrak;  Subekti, 2000, Hukum Perjanjian; & Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak, Perancangan Kontrak.
[Read More...]


Jihad Politik Untuk Kenaikan BBM



Kurang lebih dua ratus juta mata tertuju kepada SBY yang sedang berpidato atas kegundahan rencana kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak). Hampir semua siaran televisi swasta menyiarkan keluhan pemerintah Yudhoyono. Nampak SBY sebagai sopir tunggal duduk bersanding dengan Boediono dibantu oleh “karnet” menteri-menterinya sedang linglung, galau, tak karuan, dan menderita amat dalam, pedih, menyikapi berbagai tuduhan dan sentimentil “fitnah” yang menusuk dan menguhujam jantungnya.
Berbagai pengamat menoreh sejuta tafsir hermeneutik (baca: teks) dan semiotik (symbol) atas pernyataan SBY. SBY konon katanya melakukan melodramatika, curhat, politik peringatan, dan melakukan ancaman balik kepada media beserta pengamat yang selalu mencekam kebijakan kenaikan BBM. SBY sepertinya merasa ketakutan (fear), sebuah ketakutan yang berlebihan. Inilah yang ditafsir oleh psikoanalisis Sigmund freud sebagai individu yang terkena sindrom “paranoid.”
Jabatan yang diembannya, setelah rakyat memilih secara langsung (directe electy) “seolah” tidak yakin lagi mampu menjalankan amanah sebagai khalifahtulloh, untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan (welfare), dan mengurangi angka pengangguran. Logikanya sudah mengalami kekacauan (chaos). Ketika SBY di satu sisi ingin mengurangi laju kemiskinan, namun tetap “ngotot” untuk menaikkan BBM. Ironisnya jika BBM naik, hampir semua roda perekonomian terkena inflasi besar-besaran. Harga bahan bakar pasti naik, harga pangan melaju tinggi, sampai makanan instan-pun yang bisa menjadi penolong rakyat miskin/ anak jalanan pasti terkena imbas kenaikan gara-gara kenaikan BBM.
Mendulang rasa cinta dan kasih Nabi Isa AS, kearifan Muhammad SAW,  tanggung jawab pemimpin seorang khalifah Umar Bin Khatab. Hanya menjadi bumbu, dan bahan bernostalgia saja. Bukan menjadi teladan untuk menuju pemimpin transhuman. Tidak bisa diharapkan pemimpin saat ini mengabsorbsi sikap Isa yang mengabadikan hidupnya untuk orang miskin, menghapus kekerasan antar sesama. Terlebih meneladai (uswatun kh’asana) Muhammad yang rela menahan lapar demi para sahabat, menanggalkan pakaian untuk sahabat yang sangat menyenangi pakaiannya. Ataukah Umar yang berjalan terseok-seok, tersengal-sengal sedang mengantar gandum kepada seorang Ibu yang sedang memasak batu dalam sebuah panci yang berisi air. Oleh karena sang Ibu didengar oleh Umar ketika menyelip di tengah gelap gulita. Sang Ibu tersebut memanjakan anaknya dengan janji kosong “akan masak makanan nantinya”  karena anaknya tidak bisa berhenti menangis, menahan rasa lapar.
Alkisah yang lain Umar pernah diteriaki oleh rakyatnya saat  berpidato di podium yang sering digunakan jua oleh Rasulullah, “bahwa jika engkau Umar bengkok dalam memimpin maka aku akan meluruskan engkau dengan pedangku”. Dan secara spontan Umar Bin Khatab radiullohuanhu berkata “puji syukur ya Allah, masih engkau menyimpan orang yang bisa mengingatkanku agar aku berlaku adil”.
Berbanding terbalik dengan pemimpin kita sekarang. Memaksa rakyatnya untuk menerima “kemiskinan”. Dalam sebuah pidato SBY berkata “presiden mana yang senang, atau gembira menaikkan harga BBM. Saya diejek, dihabisi oleh media massa, oleh politisi, saya takut, ragu-ragu dan sebagainya”. Pernyataan tersebut mengindikasikan jauh sekali dari teladan  khalifatulloh Umar Bin Khatab.
Rakyat dipaksa menerima “takdir’ kenaikan BBM. Kenaikan BBM bagai Sunnatulloh. Inilah dalah terminologi Abdul Munir Mulkhan “Balada Rakyat Dari Negeri Orang Saleh”. BBM sudah mesti naik harganya,  adalah keniscayaan sejarah. Oleh karena minyak dunia juga sudah naik. Karena itu, katanya “kenaikan BBM sudah tidak bisa lagi dihindari.”
Pemerintahan Indonesia di bawah kendali kabinet bersatu jilid II tidak sekecil khalifah di zaman Rasul dan para khalifah di era Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Terlepas dari juga adanya kekacauan khalifah di zamannya. Kematian Usman yang dilukiskan oleh seorang Penulis Mesir Forouq Fouda, bahwa runtuhnya rezim Usman adalah korupsi yang dilakukan dengan menumpuk jutaan kilo emas. Namun setidaknya semua khalifah tersebut berani membaur ke rakyat dan turun melihar derita apa lagi yang menderah rakyatnya.
Lantas, bagaimana dengan SBY dan para pembantunya, sudahkah mereka turun ke setiap daerah yang dipimpinnya, melihat anak busung lapar, dan jutaan anak mengharap iba dari kaum dermawan. Kondisi anak jalanan yang semakin bertambah di kota-kota besar. Malah sebaliknya pemerintah tidak “ridho” jika ada anak jalanan yang meminta uang receh ala kadarnya dari kaum dermawan. Tidakkah pemimpin kita sadar ketika menciptakan Perda pembatasan anak jalan, bahwa dibalik rezekinya (baca: orang kaya) ada hak dan bagian orang miskin (kaum mustadhafin).
 Anarki Vs Jihad Politik
Ada tindakan anarkis. Membakar mobil dinas. Membakar pertamina sebagimana yang dilakukan oleh Mahasiswa di kota Makassar. Membakar ban sehingga mengganggu pengendara jalan. Peristiwa membakar segalanya, diartikan sebagai reaksi ketidakpercayaan Mahasiswa yang mengatasnamakan rakyat. Pemerintah tidak punya daya, hati nurani dan kekuatan apa-apa atas kenaikan BBM. Karena kenaikan BBM adalah takdir sejarah yang tidak bisa dielakkan. Padahal pemimpin NRI sebagai khalifah belum berjuang (baca: Jihad) sesungguhnya untuk rakyatnya. SBY perlu tahu bahwa jika Negara ditegakkan dengan adil, Allah akan menegakkan Negara itu meskipun bukan Negara Islam sebagaimana Ibnu Tayimiyyah pernah mengatakan di masa hidup beliau.
Tindakan anarki demonstran di Makassar. Mengambil tabung gas kemudian membagikan secara gratis kepada pengguna jalan. Mahasiswa telah bertindak bak John Key yang merampok harta orang kaya kemudian dibagikan kepada orang miskin. Ataukah ia berani meneladani Sunan Kalijaga merampok harta para pejudi. Dianalogikan Mahasiswa merampok harta para penjahat sekelas pejudi yakni koruptor, sehingga halal diambil hartanya untuk dbagikan kepada kaum miskin.
Mustahil perkara demikian akan terjadi. Jika jihad politik ditegakkan. Partai politik yang menjadi komando demokrasi melalui instrument pemilihan umum dari suara Tuhan. Ketika menjabat kursi legislatif berani menanggalkan atribut-atribut partainya. Tidak perlu ada “mimpi” untuk mempertahankan kedigdayaan rezim melalui pencitraan partai (image) yang pada akhirnya terjadi peristiwa “politik saling sandera” laksana bani Umayah Bin Abu Sufyan yang menghalalkan darah Husain untuk dibunuh, hingga Husain terbantai di padang Karbala. Karena pekerjaan yang demikian akan membuat para khalifah (baca: legislative, & eksekutif) “amnesia” untuk memprioritaskan kesejahteraan rakyatnya.
Masih ada tersisa harapan bagi pemerintah untuk tidak menaikkan BBM. Jika pemimpin berani bersikap seperti Muhammad SAW, yang menanggalkan pakaiannya demi orang yang amat menyayangi pakaian yang sedang dikenakan. Muhammad yang pernah kehabisan uang dirham, hanya untuk membelikan sepotong roti, dari seorang yang ditemuinya kelaparan di padang pasir. Pertanyaannya sekarang, maukah Presiden kita dan semua anggota legislatif memotong gajinya untuk pengalihan dana terhadap penundaan “kenaikan BBM”. Jikalau BBM tetap naik, maka jihad politik untuk menanggalkan atribut partai. SBY dan kroninya tidak lagi berdiri di atas “syariat” dalam menegakkan keadilan sesama.


Penulis adalah: Dosen Pengajar Mata Kuliah Logika Hukum Universitas Ichsan Gorontalo
[Read More...]


Jenis-Jenis Kontrak (Pertemuan Kelima)



Secara rinci pembagian atau penggolongan kontrak ada yang membagi berdasarkan sumbernya, namanya, bentuknya, aspek kewajibannya maupun aspek larangannya. Di dalam Pasal 1319 BW dan artikel 1355 NBW ditegaskan dua jenis kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominat dan kontrak innominat. Kontrak nominat adalah kontrak yang dikenal dalam BW misalnya sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, dan perdamaian. Sedangkan kontrak innominat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, misalnya leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan dan production sharing.[1]
Disamping pembagian kontrak bernama dan kontrak tidak bernama, dalam hukum perdata dikenal berbagai macam jenis kontrak, bentuk tersebut diantaranya:[2]
1.      Kontrak bersyarat;
2.      Kontrak dengan ketetapan waktu;
3.      Kontrak mana suka (alternatif);
4.      Kontrak tanggung menanggung;[3]
5.      Kontrak yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi;
6.      Kontrak dengan ancaman hukuman;
Kontrak Bersyarat
Kontrak bersyarat adalah kontrak yang digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan peristiwa tersebut belum tentu akan terjadi. Kontrak ini dapat dibagi atas dua yakni kontrak dengan syarat tangguh dan kontrak dengan syarat batal.
Kontrak syarat tangguh adalah suatu kontrak yang mana untuk lahirnya kontrak tersebut digantungkan pada suatu peristiwa tertentu yang akan datang dan belum tentu akan terjadi, misalnya seorang akan menyewakan rumahnya kepada orang lain kalau ia lulus untuk sekolah ke luar negeri. Sedangkan kontrak dengan  syarat batal adalah berakhir kontrak tersebut digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan belum tentu akan terjadi, misalnya jika seorang menyewakan rumahnya sampai ia menikah, artinya kontrak sewa-menyewa tersebut berlangsung sampai pemilik rumah tersebut menikah.
Kontrak  dengan Ketetapan Waktu
Beda halnya dengan kontrak bersyarat, kontrak dengan ketetapan waktu tidak menangguhkan terjadinya atau lahirnya kontrak, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaan kontrak.
Dalam kontrak dengan ketetapan waktu, suatu kontrak tersebut sudah lahir, cuma pelaksanaannya yang ditangguhkan, misalnya dalam suatu kontrak para pihak suatu waktu tertentu untuk melakukan pembayaran.
Kontrak Mana Suka atau Alternatif
Kontrak semacam ini, si berutang dibebaskan jika ia  menyerahkan salah satu dari dua barang atau lebih yang disebutkan dalam perjanjian, tetapi ia tidak boleh memaksa si berpiutang untuk menerima sebagian dari barang yang satu dan sebagian dari barang yang lainnya. Misalnya si A mempunyai suatu tagihan uang seratus ribu rupiah pada seorang petani (anggaplah si B) yang sudah lama tidak dibayarnya. Kemudian anatara si A dan si B mengadakan suatu perjanjian, bahwa si  A akan dibebaskan dari utangnya kalau ia menyerahkan kudanya atau sepuluh kwintal berasnya.


Refrence:
Ahmadi Miru. 2010. Hukum Kontrak Perancangan Kontrak. Jakarta: Raja Wali Press
Raim Widjaya. 2004. Merancang Suatu Kontrak. Bekasi: Mega Poin.
Salim HS, 2005.Hukum Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika.
Subekti. 2002. Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa


[1] Salim, 2005, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 28
[2] Periksa Ahmadi Miru, 2010. Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Raja Wali Press, Jakarta, hal 53 s/d 61, lihat juga dalam Subekti, 2002. Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hal. 4
[3] Untuk jenis perikatan ke empat sampai ke enam ini akan dijelaskan pada pertemuan keenam
[Read More...]


Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstadigheden), Unsur-Unsur Kontrak, Dan Teori Terjadinya/ Tercapainya Kesepakatan (pertemuan keempat)



Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1321 dan Pasal 1449, bahwa cacat kesepakatan atau cacat kehendak itu terjadi jika terjadi karena kekhilafan/ kesesatan, penipuan, dan paksaan. Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata (BW) tidak mengatur mengenai “Penyalahgunaan Kehendak” atau yang sering disebut dengan Misbruik Van Omstadigheden. Penyalahgunaan keadaan sebagai salah satu syarat cacat kehendak berkembang, oleh karena perkembangan beberapa peristiwa hukum dalam hukum perjanjian. 

Penyalahgunaan kedaan terjadi apabila orang mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa pihak lain karena suatu keadaan khusus seperti keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat berpikir panjang, kedaan jiwa yang abnormal atau tidak berpengalaman tergerak untuk melakukan suatu perbuatan hukum meskipun ia tahu atau seharusnya mengerti sebenarnya ia harus mencegahnya.[1]
Secara garis besar penyalahgunaan kedaan dibagi dalam dua kelompok yaitu:
1.    Penyalahgunaan kedaan karena keunggulan ekonomi (economische overwicht) dari satu pihak terhadap pihak lain;
2.     Penyalahgunaan kedaan karena keunggulan psikologis    (geestelijke overwicht) dari satu pihak terhadap pihak lain.
3.  Disamping itu, Lebens De Mug, masih menambahkan kelompok penyalahgunaan ketiga yaitu kedaan darurat (noodtoestand), namun pendapat ini biasanya dimasukkkan dalam kelompok penyalahgunaan karena adanya keunggulan ekonomi.
Penyalahgunaan yang paling banyak sering terjadi adalah penyalahagunaan karena keunggulan ekonomi, dan banyak menghasilkan putusan hakim. Prasyarat sehingga penyalahgunaan karena keunggulan ekonomi harus  memenuhi beberapa unsur diantaranya:
1.      Satu pihak dalam perjanjian lebih unggul dalam bidang ekonomi dari pada pihak lainnya.
2.      Pihak lain terdesak melakukan perjanjian yang bersangkutan.
Sementara penyalahgunaan karena  keunggulan psikologis, syaratnya antara lain:
1.      Adanya ketergantungan dari pihak lemah yang  disalahgunakan  oleh pihak yang mempunyai keunggulan psikologis.
2.      Adanya keunggulan psikologis luar biasa antara pihak yang satu dengan pihak yang lain.
Contoh penyalahgunaan keadaan: jika seseorang menjual potret lukisan moyang laki-lakinya (sebuah foto keluarga yang baginya merupakan harta berharga) untuk membayar hutangnya, perjanjian tetap bisa batal dengan alasan penyalahgunaan keadaan. [2]
Contoh yang lain misalnya: dokter yang mesti atau minta dibayar tinggi/ mahal oleh Pasien oleh karena Pasien dalam keadaan berbahaya bagi kelanjutan hidupnya jika tidak sesegara mungkin dioperasi.
Unsur-Unsur Kontrak
Dalam suatu kontrak dikenal tiga unsur yaitu unsur esensialia, unsur naturalia, unsur aksidentalia.
1.      Unsur esensialia adalah unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa adanya unsur ini maka kontrak tidak mungkin akan lahir. Unsur yang dimaksud di sini adalah unsur kesepakatan.
2.      Unsur naturalia adalah unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur  oleh para pihak dalam kontrak, maka undang-undang yang mengaturnya. Misalnya jika cacat tersembunyi tidak diperjanjikan, secara otomatis berlaku ketentuan dalam BW bahwa penjual yang harus menanggung cacat tersembunyi.
3.      Unsur aksidentalia adalah unsur yang nanti ada dalam perjanjian dan mengikat para pihak yang memperjanjikannya. Misalnya dalam kontrak jual beli dengan angsuran  diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar utangnya dikenakan denda dua persen perbulan keterlambatan, dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat diatarik kembali oleh kreditur tanpa melalui pengadilan.
Kapan suatu kesepakatan itu terjadi dalam suatu perjanjian ? Dalam hukum perikatan atau hukum kontrak dikenal dua teori yang umum yakni:
1.      Teori pengiriman, bahwa lahirnya kesepakatan adalah pada saat pengiriman jawaban yang isinya berupa penerimaan atas penawaran yang diterimanya dari pihak lain. Sebagai contoh apabila si A yang bertempat tinggal di Surabaya nmengirimkan penawaran kepada si B yang berada di Jakarta yaitu berupa penwaran sebuah guci antik harganya Rp 125.000.000, apabila si B menyetujui penawaran tersebut, si B pun menulis surat kepada si A bahwa dia menyetujui penawaran tersebut.
2.      Teori penerimaan. Teori ini menyatakan bahwa kesepakatan itu terjadi manakala jawaban atas penawaran yang berisi tentang penerimaan penawaran tersebut telah diterima oleh pihak yang menawarkan. Sebagai contoh apabila si C yang bertempat tinggal di Makassar mengirim penawaran kepada si D yang berada di Medan yaitu berupa penawaran benang sutra seberat satu ton dengan harga RP 1.000.000. apabila si D menyetujui penawaran tersebut kemudian mengirim surat persetujuannya atau penerimaan atas penawaran tersebut kepada C, kesepakatan tersebut belum terjadi sebelum diterimanya surat tersebut oleh si C di Makassar.
Selain kedua teori awal terjadnya kesepakatan diatas, masih dikenal beberapa teori laian seperti teori kotak pos, teori ucapan/ pernyataan, teori pengetahuan dan teori dugaan.


[1] Sebagian materi ini bersumber dari buku Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta.
[2] http://www.scribd.com/dina%20juliani/d/22607477-Penyalahgunaan-Keadaan-Misbruik-Van-Omstandigheden
[Read More...]


Eksistensi Hukum Sebagai Ilmu (pertemuan keempat)



Untuk pertama kalinya hukum berada dalam area perdebatan sebagai ilmu apa (apakah ilmu sosial atukah ilmu humaniora ?). Ada ratusan bahkan ribuan hasil penelitian hukum tidak  diketahui berada dalam lapangan ilmu sosial ataukah ilmu humaniorah. Hilang eksistensinya dalam pohon pengetahuan. Sehingga kadang ditemui hasil penelitian hukum yang bercorak ilmu sosial dan bercorak ilmu humaniora.[1]
Akan tetapi hemat penulis, tidak ada artinya meperdebatkan hukum itu sebagai ilmu sosial ataukah ilmu humaniora. Oleh karenya eksistensi ilmu hukum sebagai ilmu hadir sebagai ilmu untuk memecahkan fakta-fakta dan isu hukum (legal isue). Maka lebih baik kiranya jika ilmu hukum dikatakan sebagai ilmu praktis.[2]
Ada beberapa terminologi yang digunakan untuk penggunaan istilah “law” sebagaimana dikemukakan oleh Curzon (1979: 23-24) diantaranya:
1.      Perkataan “law” pada umumnya digunakan untuk menunjukan suatu peraturan khusus ataupun  undang-undang lainnya. Misalnya The act 1978 adalah undang-undang dalam arti a law yang berhubungan dengan perbuatan curang.
2.      Perkataan “the law” pada umumnya digunakan untuk menunnjukan pada “the law of the land” (hukum tanah) yaitu tubuh dari undang-undang, peraturan-peraturan lain, putusan-putusan pengadilan, plus asas-asas hukum, plus filsafat umum tentang masyarakat di dalam hubungannya dengan persoalan-persoalan hukum.
3.      Perkataan “law” digunakan tanpa suatu artikel (kata depan) adalah juga digunakan sebagai suatu yang abstrak. Istilah konseptual  di dalam konteks yang menunjukan pada filsafat hukum. Misalnya ekspresi dari keinginan  rakyat (law is the expressions of people’s wil).
4.      Perkataan “law” pada umumnya digunakan untuk menunjukan undang-undang dan peraturan-peraturan sejenis serta aturan-aturan. Misalnya the laws relating to bankrupcty include the banckrupcty act 1974 (peratuarn tentang keadaan pailit, 1976).
5.      Beberapa bahasa kontinental  menggunakan kata-kata yang berbeda untuk law dan a law contohnya jus, lex, recht, gezetz, droits, legge.
6.      Perkataan droit lebih menimbulkan keraguan dari pada istilah  inggris “law”. Dalam artinya yang luas dan objektif, le droit berarti aturan-aturan hukum secara total  dan sering juga dijumpai istilah droit objectif (atau hukum alam) sebagai lawan dari aturan-aturan hukum positif yang khusus.
7.      Sebagai tambahan lagi, penggunaan-penggunaan ini arti yang murni subjektif, jadi “le droit d’auteur” berarti hak seorang saya, maka kita harus sangat berhati-hati dalam menerjemahkan setiap ungkapan perkataan yang terdapat pada kata droit.
8.      Kata law kemungkinan berasal dari kata “lagu” dalam bahasa inggris kuno, yang juga berasal dari kata lag berarti sesuatu yang pasti.
9.      Kata sifat “legal “ merupakan akar-akar yang langsung dari bahasa latin, “legalis” yang didasarkan pada kata lex yang berarti hukum. Legal juga sering diartikan “menurut undang-undang”
10.  Lex dari bahasa latin, berarti hukum, undang-undang, juga untuk menunjukan perubahan dari suatu undang-undang. Dalam bentuk abstrak disebut juga “lege” hukum. Lex juga digunakan istilah-istilah tertentu, seperti lex commisioria: syarat batal suatu perjanjian jika salah satu pihak tidak memenuhi prestasinya,  maka dipandang batal demi hukum; lex fori; hukum yang berlaku, adalah hukum di tempat gugatan dimasukkan dan diterima.
11.  Jure, berarti menurut hukum. Misalnya jure humano, berarti menurut hukum manusia.
12.  Juris juga berarti hukum. Presumptio juria; dugaan hukum.
13.  Jus atau ius, juga berarti hukum, tetapi sering juga berarti hak. Contohnya: jus avocandi (hak untuk memanggil kembali).[3]
Secara umum ilmu hukum dapat dibedakan  ke dalam tiga klasifikasi yaitu:[4]
Beggrsiffenwissenschaft:
Ilmu tentang asas-asas yang fundamental di bidang hukum. Termasuk di dalamya mata kuliah pengantar ilmu hukum, filsafat hukum, logika hukum dan teori hukum.
Normwissenschaft:
Ilmu tentang norma. Termasuk di dalamnya sebagian besar mata kuliah yang diajarkan di fakultas-fakultas hukum di indonesia termasuk hukum pidana, hukum tata negara, hukum perdata, dan hukum internasional.
Tatsachenwissenschaft:
Ilmu tentang kenyataan. Termasuk di dalamnya sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, hukum dan politik.
Klasifikasi lain dikemukakan juga oleh Max Weber (Gerald Turkel) bahwa “these three approach are (1) a moral approach to law; (2)an approach from the standpoint of jurisprudence, and (3) a sociological aproach to law. Each of these approaches has a distinc focus on the relations among law and society and the ways in which law should be studied.
“Hukum” sebagai ilmu untuk mengetahui eksistensinya terkit dengan lapisan hukum yang dikemukakan oleh Meuwissen dalam dali kedua “Pengembanan Hukum” bahwa: terdapat tiga tataran abstraksi teoritikal atas gejala hukum yakni ilmu hukum, teori hukum dan filsafat hukum. Filsafat hukum berada pada tataran tertinggi dan meresapi semua bentuk pengembanan hukum teoritikal dan pengembanan hukum praktikal.
Dalam arti pragmatikal yang murni, maka ilmu hukum adalah bentuk pengembanan hukum teoritikal yang paling penting. Ilmu hukum ini terbagi atas ilmu hukum dogmatik, sejarah hukum, perbandingan hukum, sosiologi hukum dan psikologi hukum.
1.        Ilmu hukum dogmatik adalah ilmu yang terarah pada kegiatan memaparkan, menganalisis, mensistematisasi, dan menginterpretasi hukum positif yang berlaku.
2.        Sejarah hukum adalah bentuk ilmu hukum yang mempelajari gejala-gejala hukum dari masa lampau (artinya hukum positif yang dahulu berlaku).
3.        Perbandingan hukum adalah mempelajari berbagai sistem hukum positif yang berlaku satu disamping yng lain pada berbagai negara atau lingkungan hukum.
4.        Sosiologi hukum adalah imu yang menjelaskan hukum positif yang berlaku (artinya isi dan bentuknya yang berubah-ubah menurut waktu dan tempat) dengan bantuan faktor-faktor kemasyarakatan.
5.        Psikologi hukum adalah cabang ilmu hukum yang paling muda. Tujuannya adalah untuk mengerti atau memahami hukum positif dari sudut pandang psikologi.
Kemudian lapisan hukum yang kedua yakni teori hukum, berada pada tataran abstraksi yang lebih tinggi ketimbang ilmu hukum, ia mewujudkan peralihan  filsafat hukum. Teori hukum merefleksikan objek dan metode dari berbagai bentuk ilmu hukum. Karena itu, ia dapat dipandang juga sebagai suatu jenis filsafat ilmu dari ilmu hukum. Misalnya mempermasalahkan pertanyaan apakah sosiologi hukum atau ilmu hukum dogmatik harus dipandang sebagai ilmu empirik yang bersifat deskriptif atau tidak.
Abstrakasi tertinggi atas gejala hukum yakni filsafat hukum. Filsafat hukum merefleksikan semua masalah fundamental yang berkaitan  dengan hukum, dan tidak hanya mereflkesikan  hakikat dan metode dari ilmu hukum atau ajaran metode. Filsafat hukum bersifat kritikal terhadap pengaruh dari filsafat ilmu modern pada teori hukum.[5]
Suatu gejala-gejala sosial dan fakta-fakta untuk pertama kalinya diabstraksikan dalam bahasa-bahasa yang abstrak melalui filsafat, oleh karenanya dibutuhkan pemetaan teori hukum untuk membahaskan gejala-gejala tu sebagai das sein dan das sollen melalui teori hukum. Dari teori hukum ditemukan asas-asas sebagai payung (umbrella act) untuk hukum yang doktrinal atau ilmu hukum normatif.
TUGAS PENGGANTI MIED-TEST
Pada pertemuan keempat ini mahasiswa diwajibkan membuat tugas Logika hukum: mencari masalah-masalh hukum aktual atau isu hukum yang menarik. Tugas pertama dibuat memaparkan secara singkat kasus-kasus hukum (legal isue) tersebut kemudian ditarik dalam penalaran deduktif (umum ke khusus). Tugas ini dipaparkan oleh setiap mahasiswa sebagai tugas individu dalam setiap pertemuan
Daftar Pustaka:
Achmad. Ali, 2010, Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradilan, Jakarta: Kencana.
Arief Sidharta, 2008, Mewissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, Dan Filsafat Hukum, Bandung: Refika Aditama
Gregory Leyh, 1992, Legal Hermeneutics, USA: University Of California Press.
Hans Kelsen, 1973, Essays In Legal And Moral Philosophy, D. Reidel: Holland.
Shidarta, 2009. Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan, Bandung: CV. Utomo.
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Press.



[1] Lihat dalam Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki , 2008, Penelitian Hukum, raja wali pers, jakarta.  Melalui konsorsium ilmu hukum pada tahun 1960, ada kehendak untuk menempatkan  ilmu hukum dalam desain UNESCO (apakah ilmu sosial, eksakta dan humaniora ?)
[2] Hemat penulis mengataakns sebagai ilmu praktis karena mau tidak mau hukum sudah selayaknya memberikan alternatif atau mneyelesaikan terhadapa permasalahan –permasalahan hukum (legal isue)
[3] Achmad Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum, Yarsif Watampone, Makassar.
[4] Achmad Ali. 2010, Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradilan, Kencana , Jakarta, hal.25
[5] Arief Sidharta, 2008, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, Dan Filsafat Hukum, Refika Aditama, Bandung, hal. 5.
[Read More...]


Return to top of page Copyright © 2011 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors