Soal Ujian Akhir Terjawab Sudah



PENGERTIAN, TUJUAN DAN FUNGSI SOSIOLOGI HUKUM

Sosiologi hukum adalah cabang ilmu pengetahuan secara analitis dan empiris, hubungan timbal balik antara hukum dan gejala sosial lainnya atau mempelajari masyarakat khususnya gejala hukum dari masyarakat tersebut.

Tujuan sosiologi hukum adalah menyajikan sebanyak mungkin kondisi-kondisi yang diperlukan agar hukum dapat berlaku secara efesien.

Fungsi sosiologi hukum: untuk menguji apakah hukum dan peraturan perundang-undangan berfungsi dalam masyarakat.

KRAKTERISTIK SOSIOLOGI HUKUM
  1. Sosiologi hukum memberikan kejelasan tujuan terhadap praktik hukum yang menjelaskan mengapa praktik hukum demikian: (a) Apa sebabnya; (b) Apa faktor yang mempengaruhi; (c) Apa yang melatarbelakangi;
  2. Sosiologi hukum selalu menguji kesahihan empiris aturan atau pernyataan hukum; 
  3. Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum, melainkan hanya memberikan penjelasan apa adanya dalam kenyataan, dengan demikian mendekatkan hukum dari sisi obyektivitasnya.

OBJEK KAJIAN DAN KEGUNAAN SOSIOLOGI HUKUM
OBJEK KAJIANNYA:

Sebagaimana dikemukakan oleh Achmad Ali
  1. Mengkaji hukum dalam wujudnya sebagai salah satu pengendali social;
  2. Sosiologi hukum dikaji dalam kaitannya dengan sosialisasi; 
  3. Mengkaji stratifikasi yang dapat dtemukan dalam suatu system kemasyarakatan; 
  4. Studi tentang evektivitas hukum dan ketaatan hukum, birokrasi dan birokratisasi, organisasi, profesi hukum, dan professional hukum, serta perilaku aparat dan pelaksanaan proses pengadilan.

KEGUNAAN SOSIOLOGI HUKUM:

Satjipto Rahrdjo mengemukakan bahwa secara deskriptif kegunaaan sosiologi hukum antara lan:
  1. Merelatifkan hukum menjadi tingka laku manusia di dalam masyarakat;
  2. Memberikan suatu pedoman atau petunjuk tingka laku konkret kepada anggota masyarakat; 
  3. Memberikan penjelasan mengenai kedudukan dan bekerjanya hukum di dalam masyarakat; 
  4. Berupaya mengetahui bagaimana seluk-beluk bekerjanya hukum di dalam masyarakat; 
  5. Menjelaskan duduk persoalan tertentu dan tidak membuat suatu penilaian.

SOROTAN DAN RUANG LINGKUP SOSIOLOGI HUKUM

SOROTAN SOSIOLOGI HUKUM
  1. Hukum dan sistem sosial masyarakat hakikatnya adalah objek menyeluruh dari sosioogi hukum. Sistem sosial mempengaruhi sistem hukum oleh karena bagaimanapun juga tidak dapat dilepaskan dari sistem sosial atau masyarakat (ilmu ini masuk disemua lini);
  2. Persamaan dan perbedaan sistem hukum agar menyangkut perbandingan untuk mengetahui apakah dan konsep-konsep hukum universal. Untuk Indonesia dilakukan penelitian perbandingan sistem hukum yang berlaku di berbagai daerah dan didukung oleh suku-suku bangsa; 
  3. Sifat sistem hukum yang dualistis, hukum substansif dan obyektif yang manusia dapat mempertahankan hak-haknya; 
  4. Hukum dan kekuasaan artinya hakikat kekuasaan tersebut supaya dapat bermanfaat ditetapkan ruang lingkup, arah dan kekuasaan; 
  5. Hukum dan nilai-nilai sosial budaya itu sebagai kaidah dan norma-norma sosial tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat; 
  6. Kepastian hukum dan kesebandingan yaitu dua tugas pokok hukum bagi warga masyarakat sebagai individu; 
  7. Peran hukum sebagai alat mengubah kebiasaan.

RUANG LINGKUP SOSIOLOGI HUKUM:
  1. Benarkah cara-cara yang paling efektif dari hukum dalam pembentukan pola-pola perilaku;
  2. Hukum dan pola-pola perilaku sebagai sebagai ciptaan serta wujud dari pada jaminan-jaminan kelompok sosial; 
  3. Kekuatan-kekuatan apakah yang membentuk, menyebarluaskan atau bahkan merusak pola-pola perilaku yang bersifat yuridis; 
  4. Dasar sosial dari hukum atas dasar anggapan bahwa hukum timbul serta tumbuh dari proses sosial lainnya; 
  5. Efek hukum terhadap gejala sosial lainnya dalam masyarakat.

HUKUM SEBAGAI MEKANISME PENGINTEGRASI; EVEKTIVITAS HUKUM; HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL
SEBAGAI MEKANISME PENGINTEGRASI:
  1. Salah satu fungsi hukum dalam menyeleraskan kepentingan-kepentingan yang ada di dalam masyarakat, baik pada saat terjadinya konflik dalam masyarakat maupun tat kala masyarakat dalam keadaan damai/ tidak ada konflik (Achmad Ali);
  2. Ketika hukum melakukan pengintegrasian terhadap proses-proses dalam masyarakat, hukum menerima masukan dari berbagai bidang ekonomi, politik, dan budaya kemudian diolah menjadi keluaran yang dikembalikan kepada masyarakat. (Satjipto Rahardjo)

EFEKTIVITAS HUKUM:
  1. Kehidupan masyarakat sangat kompleks di era modern karena perkembangan perilaku masyarakat;
  2. Hukum sebagai alat untuk mengatur tatanan masyarakat dalam kehidupan berbangsa; 
  3. Teori evolusi: (a) Hukum itu harus represif: setiap permasalahan hukum harus ditindak tegas; (b) Hukum itu otonom: pentingnya hukum sebagai alat pengatur masyarakat untuk mencapai tujuan negara hukum, sebagai wadah organisasi masyarakat; (c) Hukum represif: harus mengakomodasi kepentingan masyarakat yang bersifat positif. 
  4. Perangkat hukum obyektif, konsisten, dan integrative; 
  5. Tujuan hukum harus terwujud berdasarkan fungsinya (Radbruch): kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Fungsi hukum oleh Roscoe Pound “sarana control dan sarana perubahan sosial; 
  6. Membicarakan daya kerja dalam mengatur atau memaksa masyarakat taat pada hukum; 
  7. Mengkaji kadiah hukum yang harus memenuhi syarat yuridis, sosiologis dan filsufis.

HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL

Emil Durkheim menyatakan bahwa hukum merupakan refleksi dari solidaritas social yang terbagi menjad solidaritas mekenik (solidaritas yang terbentuk karena kesamaan) dan solidaritas organic (solidaritas yang terbentuk karena perbedaan).


PERILAKU MASYARAKAT DAN PERILAKU HUKUM
Hukum dalam kaitannya dengan perilaku masyarakat merupakan sarana yang ditujukan untuk mengubah perilaku warga masyarakat sesuai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar hukum benar-benar dapat mempengaruhi perikelakuan masyarakat, hukum harus disebrakan sehingga melembaga dalam masyarakat. (Adam Podgorcki & Christopher J Whelan)

Perilaku hukum artinya seorang yang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku. Apabila seorang berperilaku sesuai hukum, berarti tingkat kesadaran hukumnya tinggi. Sedangkan hukum yang berlaku ada dalam bentuk tertulis seperti perundang-undangan dan ada dalam bentuk tidak tertulis seperti hukum kebiasaan-kebiasan.


OTONOMI HUKUM
Hubungan antara hukum dan keekuasaan politik ketika menempatakan badan peradilan secara isntitusional terpisah dari wilayah potik. Badan peradilan memutusakn persengketaan dan menghukum pelanggaran semata-mata dengan acuan ke aturan-atura hukum yang dicanangkan secara formal atau dengan acuan prseden-preseden yang dapat diterapkan secara sama kepada setiap pencari keadilan baik yang didukuk secaa politik maupun yang dicemarkan secara sosial.
Sumber Gambar: dalinsyi.files.wordpress.com









[Read More...]


Islam dan World Book Day



Seorang pujangga Islam yang lahir di Sialkat dari anak keturunan Brahmin di lembah Kashmir bernama Muhammad Iqbal, suatu waktu ketika sakit melanda hingga maut akan merenggutnya, terdendanglah sebuah sajak kehidupan. Sajak agar tetap lahir pujangga-pujangga baru dari dunia Islam.

Iqbal membacakan sajaknya: “Melodi Perpisahan Kau Menggema Atau Tidak/ Angin Hijaz Kau Berhembus Kembali Atau Tidak/ Saat-Saat Hidupku Kau Berakhir/ Entah Pujangga Lain Engkau Kembali Atau Tidak/ Selanjutnya;/ Kukatakan Kepadamu Ciri Seorang Mukmin/ Jika Maut Datang Akan Merekah Senyum Di Bibir.”

Dalam sajak itu, kita akan melihat betapa rindunya seorang pemikir kontemporer bahwa kelak Islam dalam lintas generasi tetap konsisten (istiqomah) untuk selalu melahirkan pemikiran-pemikiran bernasnya. Dan Tak pelak kemudian menjadi sebuah kemewahan, jika berhasil membukukan segala pemikiran bernas itu. Iqbal telah membuktikannya.

Filsuf dan penyair Islam itu telah mewariskan karya yang sangat berharga kepada dunia: The Development of Metaphysics In Persia; Bang I Dara; Asrar-I-Khudi; Rumuz-L-Bekhudi; Chidr-L-Rah; Tulu-I-Islam; Payam-I-Mashriq; Zabur-I-‘Ajam; Javed Namah; The Reconstructions of Religious Thought In Islam; Dan The Reconstruction of Muslim Jurisprudence.

Andaikan tidak ada buku, mungkin kita tidak akan pernah mengenal peradaban. Mungkin kita tidak akan pernah merasakan mudahnya segala aktivitas dilakukan saat ini berkat kemajuan tekhnologi. Kita tidak akan pernah merasakan nikmatnya berselancar di dunia maya. Menggunakan gadget sekedar menyapa teman-teman dekat kita yang terpisahkan oleh jarak.

Perlu diketahui bahwa pesatnya kemajuan tekhnologi saat ini tidak bisa dilepaskan dari andil besar para pemikir Islam. Mulai dari pemikir Eropa hingga Barat sangat kenal dengan pemikir-pemikir Islam, seperti; Ibnu Rusyd (Averroes), Ibnu Sina (Avicena), Al-Khawarizmi hingga Al-Kindi yang ahli medik di zamannya.

Itulah sebabnya Seyyed Hossein Nasr (2006) akhirnya menarik kesimpulan “jika tak ada pemikir Islam, maka setiap tumpukan ilmu dan pengetahuan dari Yunani dan Romawi Kuno mungkin sudah mati. Islamlah yang kembali menghidupkan urgensi pengetahuan dalam beberapa catatan, sebagai bagian dari kerja untuk selalu membangun peradaban.

Di abad ke- 16 oleh kaum Kristianik dalam onderdil kerajaannya, menganggap bahwa mereka yang menaruh perhatian besar terhadap pengetahun dianggap pagan dan bisa mengancam gayibnya keyakinan agama pada waktu itu. Pengetahuan selalu dicap akan men-demistifikasi dan men-demitologi ajaran agama. Copernicus yang dengan teori Geosentrisnya akhirnya dipancang karena dituding melawan ajaran gereja. Senasib dengan takdir yang harus dilalui oleh Galileo pun harus menerima hukum mati karena dianggap melawan Genesis kitab perjanjian lama.

Tapi Islam sungguh tidak demikian. Islam tidak anti kemapanan. Para pemikir seperti Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina mempelajari filsafat Plato dan ajaran Aristotelian, lalu membangunnya kembali dalam dimensi eksatologik dan spiritualis. Maka menjadilah ajaran-ajaran itu berfaedah, lengkap dengan kuncup, bunga dan buahnya, padahal dulunya “filsafat an sich” ibarat pohon tandus yang tidak pernah berbuah sama sekali.



Islam Vs Book Day
World book day yang jatuh pada 23 April kemarin, dalam hemat saya merupakan perayaan yang kurang lengkap tanpa berusaha melakukan napak tilas atas sejarah hancurnya perpustakaan Iskadariyah. Karena di sanalah, di tanah Mesir itu pertama kalinya buku dihimpun dari berbagai penjuru dunia yang telah maju ilmu dan pengetahuannya.

Badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, dan Budaya (UNESCO) di tahun 1955 merupakan hal yang keliru jika world book day sepintas lalu hanya ditujukan untuk mengenang William Shakespeare dan Miguel de Cervantes semata.

Padahal peran buku dan literasi bukan hanya miliki seorang, bukan hanya milik sekelas Shakesperae dan Cervantes saja. Merunut dalam sejarah, peristiwa monumental tiga abad sebelum Masehi di Iskandariyah, Mesir di bawah kepemimpinan Iskandar Agung, telah membangun perpustakaan megah yang penuh dengan buku-buku ilmiah.

Berdasarkan kegiatan ilmiah di Iskandariyah itulah, lahir konsep tentang cosmos yang dalam bahasa Yunani berarti harmoni. Para peneliti yang bergabung di perpustakaan tersebut jauh hari sudah memiliki teori tentang alam raya “kosmos” karena alam berada dalam penuh keserasian.

Direktur perpustakaan pada waktu itu, abad ketiga Sebelum Masehi adalah Earastothenes, seorang ahli bumi, astronomi, sejarah, falsafah dan matematika. Di samping itu, dari perpustakaan Iskandariyah juga banyak menampilkan ahli ilmu pengetahuan yang lain. Diantaranya: Hipparchus yang mencoba membuat peta konstelasi bintang; Euclidus penemu sebenarnya ilmu geometri; Dionysius yang meneliti organ-organ berpikir manusia dan meletakkan teori tentang bahasa; Archimedes, seorang genius mekanik yang terbesar sebelum Leonardo Da vinci; dan Hipatya, seorang wanita ahli matematika dan astronomi yang hidupnya berakhir dengan tragis karena dalam perjalanan menuju keperpustakaannya Ia dicegat oleh segerombolan kaum fanatik Kristen, Hipatya diturunkan dari keretanya, lalu dibunuh dengan cara mengelupasi daging dan tulangnya, kemudian dibakar bersama dengan segala isi perpustakaannya.

Jadi, sepatutnya kita, bagi yang merasa pecinta buku dan literasi, mungkin lebih pantas untuk berduka cita atas hancurnya pusat peradaban buku di perpustakaan Iskandariyah. Atas ulah orang-orang fanatik dari kalangan para penganut agama mitologis, dari kalangan kaum Nasrani. Kaum fanatik itu berdalih bahwa mereka yang selalu mencurahkan perhatiannya kepada ilmu merupakan ancaman terhadap agama al-Masih akan dijadikan dongeng dan mitologi yang berwatak tidak ilmiah.

Maka apa yang dinikmati pada hari ini, pengembangan dari dunia literasi ke dalam praktikal kehidupan sehari-hari yang serba muda. Bukan karena kerja keras Barat semata, lalu seenaknya mendaulat dari orang-orangnya saja yang dianggap pelopor dunia literasi. Andaikan tidak ada pemikir Islam seperti Ibnu Rusyd yang kembali mencuplik satu-persatu ajaran falsafah yang masih tersisa dari pemberantasan buku-buku ilmiah, buku falsafah tersebut, oleh kebencian kaum fanatik yang anti pengetahuan ilmiah, boleh jadi tak ada peradaban modernis yang terjadi di beberapa belahan dunia ini.

Untunglah Ibnu Rusyd dalam bukunya Fashl al-Maq’a pernah berseloroh kepada dunia bahwa ‘falsafah dan syari’ah adalah saudara sekandung, sehingga merupakan kezaliman besar jika antara keduanya dipisahkan.” (*)
Sumber Gambar:  3.bp.blogspot.com

[Read More...]


Kartini, Bumi, Buku, dan Anak-anak Kita



Entah sebuah kesengajaan atau bukan. Dari kemarin, sama sekali saya tidak ikut mengambil peran dalam tiga hari terakhir, agar menulis di berbagai harian tentang tiga peristiwa besar yang bertepatan dengan momentumnya. Berturut-turut; ada Hari Kartini; Hari Bumi; hingga Hari Buku Sedunia.

Penulis kemudian “jatuh hati” untuk mendeda makna atas berlalunya hari-hari besar tersebut. Adakah terkuak hikmah dibalik tiga hari besar itu? Kiranya kalau memang ada makna urgen untuk dituturkan, satu-persatu relasi diantara satu sama lain, mungkin kepergiannyalah hari-hari tersebut menjadi fase untuk mengukir kembali, sembari membuka lipatan-lipatan kenangan tentangnya

Izinkan saya “mengetuk” hati para pembaca. Lalu, biarlah hati bertalu-talu mengecap rasa tentang Hari Kartini. Hari untuk sekedar mengukir mozaiknya saja, bahwa dalam sekelumit sejarah itu, Raden Ajeng Kartinilah yang membuka “kelopak mata” para kaum lelaki, terlebih-lebih wanita penerus RA Kartini. Yakni kaum Hawa dibalik segala kelemah-lembutannya, bukan hanya pantas “memadu kasih” di depan tungku perapian, tapi baginya juga berhak untuk memperoleh tahta dan derajat sepadan dengan laki-laki.

Bumi dan Kartini
Setali tiga uang, pun hari bumi. Saya menyebutnya sebuah keangkuhan dan keculasan kalau terjadi pengingkaran, bumi tak ada sangkut pautnya dengan hari Kartini. Kartini adalah perempuan. Dan izinkan juga kepada saya untuk mendaulat kalau sesungguhnya bumi yang kita pijak juga pada dasarnya berjenis kelamin perempuan. Jenis kelamin yang melekat dalam adikodrati Kartini.

Bukankah kita sering mendengar ocehan para filsuf. Bahkan peletak dasar fundamental negara ini, acapkali menyebut bumi sebagai Ibu pertiwi. Tak sekalipun diantara kita, berani menyebut “negeri ini sebagai bapak pertiwi”. Sungguh! memang tidak mungkin.

Syak wasangka selalu diajarkan pada anak-anak kita bahwa bumi adalah Ibu kita. Perlakuan anak pada Ibunya akan mengenai anaknya sendiri. Kita mengetahui bahwa bumi bukan milik kita, tetapi kita bagian dari bumi. Semua benda di atasnya terkait, menyatu satu sama lainnya. Barang siapa yang menyakiti, merusak, mengotori, hingga mencampakan kelestarian bumi maka tidak lain Ia telah berlaku “angkara” terhadap Ibunya.

Siapa yang tidak menyayangi bumi, sungguh Ia telah menjadi “mali kundang” kepada ibunya sendiri.

Jangan heran, jangan kaget! Jika sewaktu-waktu karena bumi adalah perempuan, karena bumi adalah sosok Ibu. Jika dirinya “sakit” atas sikap kedurhakaan manusia yang dipeliharanya, bumi akan mengutuk manusia dengan kengerian melalui bencananya.

Bumi akan melelehkan “air matanya” dalam desahan “air bah”, banjir, tsunami, hingga dapat “menganaksungaikan” jutaan anak manusia. Bumi akan memuntahkan resah dan gelisahnya dikalau panorama keindahan dan kecantikannya diusik terus-menerus. Tanahnya yang menjadi tempat pemukiman akan “meleleh”, longsor dan menelan ratusan korban manusia.

Dikala bumi mengamuk, tak satupun manusia bisa menahannya. “Tangannya” bisa mencabut jutaan nyawa. Dan nyawapun akan melayang hanya dalam sekejap. Lelehan lahar panas bumi yang tersimpan dalam altar sucinya. Lalu, ketika lelehan itu “berlinang” maka tersebutlah satu-persatu anak manusia yang menjadi korban kedigdayaan amukan bumi itu.

Lakon spiritual Islam menarasikan asal muasal manusia berasal dari tanah lumpur yang berbau. Manusia berasal dari bumi tempatnya Ia dilahirkan. Sejauh-jauhnya manusia berpetualang, mengembara, hingga melancong kemana-mana, maka Ia tak pernah lupa wajah kemayu perempuan yang melahirkannya. Wajah cantik nan jelita Ibunya. Itulah bumi! Sejauh-jauhnya anda ingin meninggalkannya, toh anda akan bertemu dengan bumi dalam pusaran. Nisanmu akan terpaku dalam sebait nama. Bahwa dirimu telah menemui ajal, di atas pekuburan yang permukaannya masih “membasah”.

Buku, Kartini, dan Bumi
Ibu kita Kartini, putri yang mulia, pernah berkata; “habis gelap terbitlah terang”. Demikianlah cerita yang tersimpul dalam helai, surat-surat kasihnya. Hal ihwal demikian penting untuk menjadi pelajaran dalam komunitas keluarga, komunitas peradaban kita. Siapakah yang paling dekat dengan anak-anak kita, kalau bukan Ibunya?

Cikal bakal generasi penerus bangsa adalah seorang Ibu yang dalam jiwanya terpatri new-kartinian.

Sosok Ibu Kartini-lah yang akan membuka pintu cahaya keilmuan dan membangun peradaban agar anak-anaknya berani bertarung dalam asa kelembutan dan cinta kasih. Agar kelak anak anak pelanjut peradaban itu, menyulut kasihnya kepada alam, kepada bumi, kepada tanah dimana ia selalu memijakan kakinya.

Hanya sosok Ibulah yang perhatian kepada anak-anaknya, dapat meluangkan waktu menutup katup mata anak mungilnya. Menghadirkan “kembang tidur” melalui sebuah buku yang dinukilkan dari kisah, dongeng, cerita tentang alam, fabel, entah apapun namnya. Di sanalah, alam akan selalu menyimpan cerita-cerita eksotik untuk anak-anak kita.

Siapa pula yang bisa menyampaikan maujudnya jiwa dan alam kepada anak-anak itu? Kalau bukan Ibu yang di dalam darahnya mengalir darah kartini, hingga anak-anak itu bisa lelap dalam tidurnya.

Anak-anak kita akan menjadi sayang pada Ibunya, sayang pada sosok-sosok kartini baru, sayang kepada bumi. Kalau semuanya menyatu dalam rasa, rasa tentang kebutuhan akan selalu bersama tiga kesatuan demikian (Kartini, Bumi, dan Buku).

Dalam henyaknya, walaupun buku tertata hingga puluhan eksampler, puluhan judul cerita. Cerita yang digubah dalam kata, lalu terangkai menjadi kalimat-kalimat indah. Kalau tak ada Ibu yang mewarisi asa perjuangan kartini, sungguh mustahil anak-anak kita akan menjadi pencinta buku. Pencinta tentang panorama alam yang “ruahnya” banyak terangkai dalam “cerita dongeng” pengantar tidur utuk anak-anak.

Maka kepadamulah wahai wanita yang telah diangkat derajatnya harus banyak bertutur lembut kapada anak-anakmu. Mencintai mereka dalam cakrawala keilmuanmu.

Denyut nadi anakmu, anak-anak kita, tergantung pada tuturmu untuk selalu bernaratik dari deretan kasus bencana alam, amukan bumi, hingga cerita tentang marahnya pertiwi. Semua itu telah tersusun “rapi” dalam sejarah, di helaian tiap-tiap buku yang pernah engkau bacakan kepada anak-anakmu.

Panah jiwamu sungguh tajam, ketika engkau tak pernah jenuh untuk selalu mengecap rasa dari banyaknya ilmu, pengetahuan dan pengalaman atas cuplik-an dari sekian buku bacaan, hanya untuk anak-anakmu. Kartini menyejarah karena terdapat dalam sebuh buku, bumi akan menyejarah pula dalam cinta dengan keabadiannya dalam sebuah buku. Karena buku adalah milik kartini, milik Ibu, milik anak-anak kita, milik kita semua.

Selamat Hari Kartini, Selamat Hari Bumi, dan Selamat Hari Buku Sedunia.*

Oleh: 
Damang Averroes Al-Khawarizmi
Mahasiswa Program Magister UMI Makassar
Sumber Gambar: merdeka.com





[Read More...]


Materi Kuliah Filsafat HUkum PPS HUKUM UMI MH-5



SATUAN ACARA PENGAJARAN:

1. PENGANTAR DAN SISTEM PENELITIAN (PENJELASAN SAP DAN PENGERTIAN FILSAFAT

2. FILSAFAT, ILMU PENGETAHUAN DAN SIFAT DASAR FILSAFAT

3. ISTILAH FILSAFAT HUKUM, DEFENISI FILSAFAT HUKUM DAN KESIMPULAN DEFENISI FILSAFAT HUKUM

4. LINGKUP BAHASAN FILSAFAT HUKUM & LATAR BELAKANG PERBEDAAN LINGKUP PEMBAHASAN

5. SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM & HUBUNGANNYA DENGAN BEBERAPA ALIRAN

6. ALIRAN HUKUM ALAM MODERN DAN KLASIK

7. ALIRAN HUKUM POSITIF

8. ALIRAN HUKUM SEJARAH

9. SOSIOLOGICAL JURISPRUDENCE

10. UTILITIARINISME

11. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN; KELEMAHAN DAN KELEBIHN BERBAGAI ALIRAN FILSAFAT HUKUM

12. HUKUM, KEKUASAAN DAN POLITIK

13. TEORI KEADILAN

14. TEORI PENEGAKAN HUKUM

15. TEORI HANS KELSEN (STUFENBAUT THEORY DAN PURE LEGAL THEORY)

16. TUGAS MAKALAH INDIVIDU

17. SEMINAR MAKALAH INDIVIDU

SUMBER BAHAN KULIAH: ROSCOE POUND, W FRIDMAN, THEO HUJBERS, LILI RASJIDI (DASAR-DASAR FILSAFAT HUKUM), PENGANTAR FILSAFAT HUKUM (L. RASJIDI), M ERVIN (FILSAFAT HUKUM, REFLEKSI KRITIS TERHADAP HUKUM)

ISTILAH FILSAFAT

YUNANI (PHILOSOPHIA)

INGGRIS (PHILOSOPHY)

BELANDA (PHILOSOPIE)

PRANCIS (PHILOSOFI)

ARAB (FALASAFAH)

ORANGNYA DISEBUT FILSUF, FILOSOF, FHOLOSOPHUS



Asal kata filsafat, berasal dari bahasa Yunani “Philosophia” yang terdiri dari kata Philo (cinta) dan Sophia (kebijaksanaan), jadi filsafat berarti cinta kebijaksanaan.

Sophia juga dapat diartikan:

1. Pengetahuan yang mendalam;

2. Pengetahuan yang memiliki sistem hidup yang benar;

Dalam cakrawala lain kebijaksanaan memiliki banyak padanan kata diantaranya:

1. Kewajiban;

2. Kebenaran;

3. Pengetahuan yang luas;

4. Kebijakan intelektual;

5. Pertimbangan yang sehat;

6. Kecerdikan dalam memutus hal praktis.

Filsafat merupakan mother scientiawan (induk dari segala ilmu).

Sifat dasar filsafat:

1. Kebenaran;

2. Radikal;

3. Mencari kejelasan;

4. Berpikir rasonal;

5. Berpikir secara komphrensif.

Defenisi filsafat oleh beberapa ahli:

1. Plato: ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli;

2. Aristoteles: ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaranyang terdapat dalam ilmu matematika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.



ALIRAN FILSAFAT HUKUM (PERTEMUAN KE-2)

1. Aliran hukum alam;

2. Aliran positivistik;

3. Mazhab sejarah;

4. Aliran utilitarian.

ALIRAN HUKUM ALAM

Aliran hukum alam merupakan aliran paling tertua, aliran pemikiran hukum yang muncul sebelum masehi, disebut juga aliran hukum kodrat atau aliran hukum asasi. Yang pada hakikatnya terpecah menjadi dua bagian: aliran hukum alam klasik dan aliran hukum modern (s/d abad ke-13)

Aliran hukum klasik merupakan aliran yang lahir sebelum masehi yang berpandangan bahwa hukum itu berlaku universal dan abadi. Artinya hukum alam berlaku sepanjang masa, berlaku pada semua tempat dan berlaku pada setiap manusia. Aliran ini menegaskan bahwa hukum itu bersumber dari rasio Tuhan. Dengan demikian satu-satunya sumber hukum adalah rasio Tuhan dengan mengandalkan pada kitab suci yang diturunkan Allah kepada manusia. Misalnya negara Islam di Timur Tengah

Ciri hukum klasik:

1. Memiliki derajat tertinggi;

2. Bila terjadi pertentangan dengan hukum lain maka hukum alam harus diutamakan;

3. Berlaku sepanjang masa, pada semua tempat dan golongan;

4. Diciptakan oleh Tuhan.

Penganut dari aliran hukum klasik adalah Thomas Aquinas yang mengemukakan bahwa hukum alam terbagi atas dua bagian:

1. Principa prima: hak-hak yang melekat pada diri setiap manusia, yang tidak dapat dipisahkan dari setiap manusia itu. Hak-hak tersebut bersifat mutlak dan tanpa kecuali; (bandingkan dengan keadilan yang bersifat kumutatif oleh Aristoteles);

2. Principa secundaria: hak-hak yang relatif (tidak mutlak); bahwa tidak semua manusia memiliki hak tersebut. Hak-hak ini merupakan penjabaran dari principa prima. Misalnya hak milik atas tanah (bandingkan lagi dengan keadilan distributifnya Aristoteles; keadilan yang tergantung pada kontribusi seseorang).



Pengelompokan hukum dalam pandangan Thomas Aquinas:

1. Lex naturalis (hukum alam);

2. Lex positivis (hukum positif);

3. Lex divina (penjabaran lex naturalis untuk manusia);

4. Lex eterna (hukum murni).

Aliran hukum modern yang berkembang pada abad ke-15 dalam era reneisans (humanisme), antrophosentris, dan rasionalisme.

Aliran hukum modern merupakan zamannya manusia, fokus segala-galanya zaman dimana manusia menggunakan rasio sedalam-dalamnya.

Berpengaruh pada perkembangan ilmu hukum (dari rasio Tuhan ke rasio manusia) sehingga sumber hukumnya adalah rasio manusia.

Pada zaman reneisans yang menjadi hukum adalah produk ciptaan manusia. Dan pada abad ke-17 di Eropa lahirlah kodifikasi hukum pertama di Prancis ----code penal Perancis ----civil law --- Prancis menjajah Belanda menerapkan asas konkordansi (asas yang menyatakan bahwa hukum untuk negara penjajah berlaku untuk negara jajahan).

Aliran hukum modern tidak mengutamakan rasio, tetapi lebih pada peluang untuk menggunakan hukum produk manusia.

Aliran hukum modern lahir di Jerman pasca perang dunia kedua yang disebut Newtomisme yang diprakarasi oleh Francois Geny memandang bahwa “perundang-undangan di Jerman hanya mampu memberi jaminan kepastian hukum tetapi tidak mampu memberikan atau menciptakan keadilan dan kemanfaatan. Sebab peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh parlemen di Jerman dibuat tanpa memperhatikan norma etis, seperti keadilan, kemanfaatan dan ketertiban yang terdapat di dalam hukum alam. Aliran ini juga muncul karena sorotan besar terhadap kodifikasi.



ALIRAN HUKUM POSITIF

Aliran hukum ini muncul pada abad ke-15 yakni zaman reneisance sebagai abad yang sering disebut zaman rasionalisme atau zaman humanisme atau antrhposentris (manusia menjadi pusat segala-galanya terhadap kemampuan akal dan rasionya). Yang tentu berpengaruh pada sumber hukum di zaman itu.

Hukum positif harus memenuhi dua persyaratan:

1. Memiliki bentuk yang formal (harus jelas, seperti harus ada konsiderans);

2. Dibuat oleh institusi yang berwenang (seperti pemerintah dan DPR yang merancangnya dalam hukum tertulis, ada kodifikasi, ada regulasi dan ada peraturan perundang-undangan)

Negara Indonesia yang termasuk dalam sistem hukum eropa continental, hanya aturan hukum yang memenuhi syarat ini dapat digolongkan sebagai hukum positif, sehingga satu-satunya sumber hukum menurut hukum positivisme yakni peraturan perundang-undangan. Sedangkan hukum kebiasaan atau hukum adat tidak tergolong memenuhi hukum positif karena tidak memenuhi kedua syarat tersebut.

Pada awal munculnya aliran hukum positivisme, hukum itu sering dianalogikan sebagai perintah dari penguasa (command of the law given).

Beberapa kelemahan dari konsep positivisme: seringkali tertinggal dari perkembangan dan kemajuan Iptek maupun kemajuan masyarakat. Yang disebabkan oleh sifatnya top-down maka sifatnya banyak mendapat tantangan dalam masyarakat. Sisi positif dari aliran hukum positif adalah terdapat kepastian hukum demikianlah yang pernah dikemukakan oleh Francouis Geny).



Filsafat hukum oleh Roscoe Pound (dibaca Roski Pound)

Roscoe Pound merupakan salah satu penganut positivisme yang terkenal dengan doktrinnya “law is a tool of social engineering”.

Pound adalah seorang yang berkebangsaan AS, berprofesi sebaga hakim yang cerdas jebolan dari Harvard University. Beliau sangat perihatin dengan adanya diskriminasi ras di AS atau di Eropa yakni terhadap warga negara kulit putih adalah warga negara kelas istimewa sedangkan warga negara kulit hitam adalah warga negara kelas dua.

Sebagai seorang ahli hukum, lalu Pound benar-benar memahami bahwa semua manusia sama di depan hukum. Pound memandang bahwa opini tentang ras di AS harus diubah karena tidak sesuai dengan asas tersebut. Dan hal itu dapat diubah dengan regulasi atau oleh hukum sehingga dikenallah “a tool of social engineering”.

Aliran ini terkenal dimana-mana menjadi landasan bagi pembuat undang-undang untuk melakukan perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaan negatif yang ada. Pound sangat paham bahwa hukum adalah pedoman berperilaku sehingga untuk mengubah perilaku digunakan hukum sebagai alat.

Teori Roscoe Pound ini digunakan pada berbagai negara termasuk Indonesia. Contoh: adanya larangan terhadap kebiasaan dalam suatu agama tentang janda yang ditinggal mati oleh suaminya untuk menceburkan diri di tengah api unggung di saat terjadi proses untuk ngaber. Maka pada akhirnya diubalah regulasi untuk melarang perbuatan tersebut.

Pandangan Pound memperoleh banyak tantangan dari masyarakat karena aturan hukum itu menentang kebiasaan-kebiasaan atau menempatkan opini yang dominan.



UTILITIARIANISME

Aliran ini memfokuskan perhatian pada kemanfaatan atau kegunaan. Aliran ini berpandangan bahwa baik buruknya hukum ditentukan dari segi kemanfaatan atau kegunaan. Hukum yang baik adalah yang membawa manfaat beasar bagi masyarakat atau orang banyak.

Aturan hukum yang hanya berguna bagi sekelompok masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu saja maka itu bukanlah aturan hukum yang baik.

Aliran ini diprakarsai oleh Jeremy Bentham yang menggagas “The Great Happynes for the Greates Numbers”,

Aliran ini tidak mempermasalahkan mengenai proses dan mekanisme pembentukan tetapi memandang dari sisi kegunaan. Apabila dihubungkan dengan teori tujuan hukum maka aliran ini lebih berorientasi pada tujuan hukum ketiga “kemnfaatan”.

Jadi, indikator baik buruknya hukum adalah manfaat yang besar bagi orang banyak.



FILSAFAT HUKUM

Fhilo: cinta

Sophia: kebijaksanaan

Jadi filsafat adalah sebagai keinginan akan kebijaksanaan hidup yang berkaitan dengan pikiran-pikiran yang rasional (secara tekhnis).

Hukum merupakan objek dari filsafat untuk mencapai suatu tujuan hidup manusia

Filsafat hukum adalah mencari kebenaran yang menghasilkan suatu keadilan dalam kehidupan manusia.

Perbedaan filsafat dan ilmu pengetahuan:

Filsafat mencakup:

Berdasarkan sudut pandang objek formal:

1. Bertolak dari yang umum ke yang khusus;

2. Memperhatikan keseluruhan (totalitas) fenomena yang ada di masyarakat;

3. Pendakatannya mengenai hakikat atau bathinia dari semua objek materilnya.

Berdasarkan sudut pandang objek materil:

1. Mencakup semua kenyataan yang ada;

2. Lebih luas dan bersifat universal.

Ilmu pengetahuan

Berdasarkan sudut pandang objek formal:

1. Bertolak dari yang khusus ke yang umum;

2. Menguraikan beberapa aspek khusus dari keseluruhan realita;

3. Pendakatannya mengenai lahiriah.

Berdasarkan sudut pandang objek materil:

1. Terbatas pada hal-hal tertentu saja.

Hal-hal yang merangsang untuk berfilsafat:

1. Adanya ketakjuban;

2. Tidak puas;

3. Hasrat untuk bertanya;

4. Keraguan;

5. Keinginan mengetahui segala sesuatu.



SIFAT DASAR FILSAFAT

1. Kebenaran;

2. Berpikir radikal;

3. Memiliki kejelasan;

4. Berpikir rasional;

5. Berpikir secara kompherensif.

Manfaat mempelajari filsafat hukum:

1. Untuk berpikir kritis dan dapat menerima pendapat orang lain;

2. Kita diajak untuk berpikir dalam memandang suatu permasalahan untuk dibahas agar dapat diketahui inti dari permasalahan tersebut;

3. Kita diajak untuk berpikir inovatif agar dapat menemukan suatu yang baru;

4. Berpikir aktif dan hati-hati yang dilandasi proses berpikir ke arah yang menghasilkan keputusan yang masuk akal dan dapat diyakini.

5. Selalu disiplin dalam menerapkan ilmu hukum tetapi juga tidak meninggalkan norma yang ada serta nilai-nilai dalam masyarakat.

Ciri-ciri filsafat hukum:

1. Memiliki krakteristik yang bersifat menyeluruh dan universal;

2. Memiliki sifat mendasar;

3. Memiliki sifat spekulatif;

4. Memiliki sifat reflektif kritis;

5. Memiliki sifat introspeksi



RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM

Ruang lingkup filsafat hukum sangat luas karena filsafat hukum bersifat empiris, sehingga timbul suatu pertanyaan bahwa:

1. Faktor apakah yang menjadi dasar dan berlakunya suatu hukum?

2. Faktor apa yang mendasari keberlangsungan berlakunya suatu peraturan hukum?

3. Bagaimana daya berlakunya?

4. Dapatkah hukum itu dikembangkan?

Sebagaimana Paton juga mengemukakan ruang lingkup filsafat hukum diantaranya:

1. Pure science of law: berusaha menemukan unsur-unsur ilmu hukum murni berupa faktor yang diakui kebenarannya secara universal, terlepas dari profesinya pandangan yang etis dan sosiologis;

2. Sociological jurisprudence: yang menganggap bahwa pure science of law sangat terbatas dkaitkan dengan kehadiran hukum itu, yang pada sesungguhnya befungsi untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial;

3. Theological jurisprudence: yang menganggap lingkup penyelidikan filsafat hukum sebagai produk dari pemikiran manusia yang berkaitan erat dengan tujuannya. 


Oleh: Damang Averroes Al-Khawarizmi













[Read More...]


Return to top of page Copyright © 2011 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors