Perlindungan Hukum, bagi Kreditur terhadap Cover Note, Jika dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Tanggungan Sebagai Agunan Tidak Terbit



Permasalahan hukum dalam kaitanya dengan kedudukan Bank sebagai kreditur yang tidak memperoleh sertifikat hak tanggungan setelah Bank mencairkan kredit. Dalam penelitian di lapangan baik Notaris/ PPAT maupun Bank selalu mengatakan bahwa tidak mungkin terjadi kondisi demikian. Bahwa Bank akan dirugikan jika debitur wanprestasi, dimana Bank hanya memegang cover note, oleh karena Notaris sebagi pejabat yang berwenang akan mengecek kelengkapan dan prasyaratannya, sehingga sertifikat hak tanggungan akan diserahkan kepada Bank kelak. Setelah didaftarakan walaupun pemberian kredit telah terjadi lebih awal.
Pihak Bank justru menanggapi bahwa hukum itu tidak selamanya berjalan sedemikian kaku (rigid), sehingga membatasi kepentingan para pihak dapat melaksanakan hak dan kewajiban, dan perjanjian tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan causa yang halal (bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, kesusilaan dan kepatutan). Jadi kalau Bank mengeluarkan kredit sebelum terbitnya sertifikat hak tanggungan bukanlah masalah hukum, dan debitur tetap diikat dengan semua kewajiban dalam perkreditan dan perikatan jaminan atas hak tanggungan.
Fungsi utama lembaga jaminan adalah di satu sisi merupakan kebutuhan bagi kreditor atau Bank untuk memperkecil resiko dalam menyalurkan kredit. Disisi lain jaminan sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditor yaitu kepastian pelunasan hutang atas pelaksanaan suatu prestasi oleh debitor atau penjamin debitor, apabila debitor tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban memenuhi prestasinya yang dijamin dengan jaminan benda bergerak ataupun benda tidak bergerak dipenuhi oleh debitor dengan baik, maka benda jaminan tidak tampak peranannya tetapi manakala debitor tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan dengan kreditor, dalam hal demikian debitur dikatakan telah cidera janji, dengan demikian fungsi benda jaminan baru nampak kegunaannya.
A) Pelaksanaan Pemberian Kredit Bank
Proses pemberian kredit kepada pengusaha (debitor), maka Bank Mandiri cabang Kartini memberikan kredit mensyaratkan melalui tahap-tahapan penilaian mulai dari pengajuan proposal kredit dan dokumen-dokumen yang diperlukan, pemeriksaan keaslian dokumen, analisis kredit sampai kredit dikucurkan tahapan-tahapan dalam memberikan kredit ini kita kenal nama prosedur pemberian kredit. Tujuan prosedur pemberian kredit adalah untuk memastikan kelayakan suatu kredit, diterima atau ditolak. Dalam menentukan menentukan kelayakan suatu kredit maka dalam setiap tahap selalu dilakukan penilaian yang mendalam.
B) Prosedur Pemberian Kredit
Sebelum debitur memperoleh kredit terlebih dahulu harus melalui prosedur pemberian kredit atau tahapan-tahapan pemberian kredit Tahapan-tahapan penilaian sebelum debitur mengajukan kredit yaitu: pengajuan proposal kredit dan dokumen-dokumen yang diperlukan, pemeriksaan keaslian dokumen, analisis kredit sampai dengan kredit yang dikucurkan.
Apabila dalam penilaian terdapat kekurangan maka pihak Bank dapat meminta kembali nasabah atau pemberian kredit langsung ditolak. Tujuan prosedur pemberian kredit adalah untuk memastikan kelayakan suatu kredit maka dalam setiap tahap dilakukan penilaiaan yang mendalam.
Dalam dunia perbankan prosedur pemberian kredit dan penilaian
kredit antar Bank tidak jauh berbeda, yang menjadikan perbedaan hanya terletak pada persyaratan dan ukuran-ukuran penilaian yang ditetapkan oleh Bank dengan pertimbangan masing-masing. Secara umum dapat dijelaskan prosedur pemberian kredit oleh badan hukum (Bank) sebagai berikut yang diperoleh berdasarkan dokumentasi data dari Bank mandiri cabang Kartini, Makassar.
1. Pengajuan Proposal
Untuk mendapatkan fasilitas kredit dari Bank maka tahap yang pertama pemohon kredit mengajukan permohonan kredit secara tertulis dalam suatu proposal. Proposal kredit harus dilampiri dengan dokumen-dokumen lainnya yang dipersyaratkan. Yang perlu diperhatikan dalam setiap pengajuan proposal suatu kredit hendaknya yang berisi keterangan tentang:
a. Riwayat perusahaan seperti riwayat hidup perusahaan, jenis bidang usaha, nama pengurus berikut latar belakang pendidikannya, perkembangan perusahaan dan wilayah pemasaran produknya.
b. Tujuan pengambilan kredit, dalam hal ini harus jelas apakah untuk penambahan omset penjualan, kapasitas produksi dan tujuan lainnya. Kemudian juga perlu mendapat perhatian adalah kegunaan kredit apakah untuk modal kerja atau investasi.
c. Besar kredit dan jangka waktu.
d. Cara pemohon mengembalikan kredit, maksudnya perlu dijelaskan secara rinci cara nasabah dalam mengembalikan kredit.
e. Jaminan kredit, dalam hal ini jaminan dapat diberikan dalam bentuk surat atau sertifikat.
Berkas-berkas yang telah dipersyaratkan yang perlu dilampirkan dalam proposal, yaitu:
a. Akta pendirian perusahaan.
b. Bukti diri (KTP) para pengurus dan pemohon kredit.
c. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) merupakan selembar sertifikat yang dikeluarkan oleh departemen Perindustrian dan Perdagangan, masa berlakunya biasanya 5 tahun dan jika masa berlakunya habis dapat diperpanjang kembali.
d. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) merupakan surat tentang wajib pajak yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan.
e. Neraca dan laporan rugi laba 3 tahun terakhir.
f. Foto Copy sertifikat dijadikan jaminan.
g. Daftar pengahasilan perseorangan.
h. Kartu Keluarga ( KK) bagi perseorangan
2. Penyelidikan Berkas Pinjaman
Tujuan penyelidikan dokumen-dokumen yang diajukan pemohon kredit adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan yang telah ditetapkan. Jika menurut pihak perbankan belum lengkap atau belum cukup maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya dan apabila sampai batas tertentu nasabah tidak sanggup melengkapi kekurangan tersebut, maka sebaliknya permohonan kredit dibatalkan. Dalam penyelidikan yang perlu diperhatikan adalah membuktikan kebenaran dan keaslian dari berkas-berkas yang ada, seperti kebenaran dan keaslian Akte Notaris, TDP, KTP dan Surat-surat jaminan seperti sertifikat tanah, BPKB mobil ke instasi yang berwenang mengeluarkannya. Kemudian jika asli dan benar maka pihak Bank mencoba mengkalkulasi apakah jumlah kredit yang diminta memang relevan dan kemampuan nasabah untuk membayar. Semua ini dengan menggunakan perhitungan terhadap angka-angka yang dilaporkan keuangan dengan berbagai rasio keuangan yang ada.
3. Penilaian Kelayakan Kredit
Dalam penilaian layak atau tidak suatu kredit disalurkan maka diperlukan suatu penilaian kelayakan kredit. Kredit yang lebih besar jumlahnya perlu dilakukan metode penilaian dengan studi kelayakan. Dalam studi kelayakan ini setiap aspek dinilai memenuhi syarat atau tidak, jika aspek tidak memenuhi syarat maka perlu dilakukan pertimbangan pengambilan keputusan. Adapun aspek-aspek yang perlu dinilai dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah :
a. Aspek Hukum
Dalam hal ini, tujuannya adalah untuk menilai keaslian dan keabsahan dokumen-dokumen yang diajukan oleh pemohon kredit. Penilaian aspek hukum ini juga dimaksudkan agar jangan sampai dokumen yang diajukan palsu atau dalam kondisi sengketa, sehingga menimbulkan masalah. Penilaian dokumen-dokumen ini dilakukan ke lembaga yang berhak mengeluarkan dokumen tersebut. Penilaian Aspek hukum meliputi :
a) Akte Notaris
b) Kartu Tanda Penduduk (KTP)
c) Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
d) Izin Usaha
e) Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
f) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
g) Sertifikat-sertifikat yang dimiliki baik sertifikat tanah atau surat-surat berharga
h) Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB)
b. Aspek Pasar dan Pemasaran
Merupakan aspek untuk menilai apakah kredit yang dibiayai akan laku di pasar dan bagaimana strategi pemasaran yang dilakukan. Dalam aspek ini yang akan dinilai adalah prospek usaha sekarang dan dimasa yang akan datang.
c. Aspek Keuangan
Untuk menilai keuangan perusahaan yang dilihat dari Laporan Keuangan yaitu Neraca dan Laporan Laba Rugi dan Laba 3 tahun terakhir. Analisis keuangan meliputi analisa dengan menggunakan rasio-rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio probabilitas dan analisis piutang pokok.
d. Aspek Teknis atau Operasi
Dalam menilai pengalaman peminjaman dalam mengelola usahanya, termasuk sumber daya manusia yang dimilikinya.


e. Aspek Manajemen
Untuk menilai pengalaman peminjam dalam mengelola usahanya, termasuk sumber daya manusia yang dimilikinya.
f. Aspek Ekonomi Sosial
Untuk menilai dampak usaha yang diberikan terutama bagi masyarakat luas baik ekonomi maupun sosial.
g. Aspek AMDAL
Aspek ini sangat penting dalam rangka apakah usaha yang dibuatnya sudah memenuhi kriteria analisis dampak lingkungan terhadap darat, air, dan udara sekitarnya

4. Wawancara Pertama
Tahap ini merupakan penyelidikan kepada calon peminjam dengan cara berhadapan langsung dengan calon peminjam. Tujuannya untuk mendapatkan keyakinan apakah berkas-berkas itu sesuai dan lengkap sesuai dengan Bank inginkan. Wawancara ini juga untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan nasabah yang sebenarnya.
5. Peninjauan ke Lokasi (On The Spot )
Setelah mendapatkan keyakinan atas keabsahan dokumen dari hasil penyelidikan dan wawancara maka langkah selanjutnya adalah melakukan peninjauan kelokasi yang menjadi obyek kredit. kemudian hasil dari On The Spot dicocokan dengan hasil wawancara pertama. pada saat melakukan On The Spot dilakukan tanpa ada pemberitahuan kepada nasabah. Tujuan peninjauan lapangan adalah untuk memastikan bahwa obyek yang akan dibiayai benar-benar ada dan sesuai dengan apa yang tertulis dalam proposal.

6. Wawancara Kedua
Hasil peninjauan lapangan dicocokan dengan dokumen yang ada serta hasil wawancara satu dalam wawancara kedua. wawancara kedua merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan-kekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot di lapangan. Catatan yang ada pada permohonan dan pada saat wawancara pertama dicocokan, dengan pada saat on the spot apakah ada kesesuaian dan mengandung suatu kebenaran.
7. Keputusan Kredit
Keputusan kredit adalah menentukan apakah kredit layak untuk diberikan atau ditolak, jika layak maka, dipersiapkan administrasinya, biasanya keputusan kredit akan mencakup :
a. Akad kredit yang akan ditanda tangani
b. Jumlah uang yang diterima
c. Jangka waktu kredit
d. Dan biaya-biaya yang harus dibayar
Keputusan kredit biasanya untuk jumlah tertentu merupakan keputusa tim. begitu pula bagi kredit yang ditolak maka hendaknya dikirim surat penolakan sesuai dengan alasan masing-masing.
8. Penandatangan Akad Kredit atau Perjanjian Lainnya
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit. Sebelum kredit dicairkan maka terlebih dulu calon nasabah menandatangani akad kredit, kemudian mengikat jaminan kredit dengan hak tanggungan atau surat perjanjian yang dianggap perlu. Penandatangan dilaksanakan :
a. Antara Bank dengan debitur secara langsung atau
b. Melalui notaries.
9. Realisasi Kredit
Setelah akad kredit ditandatangani maka langkah selanjutnya adalah merealisasikan kredit. Realisasi kredit diberikan setelah penandatangan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di Bank yang bersangkutan. Dengan demikian penarikan dana kredit dapat melalui rekening yang telah dibuka. Pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit. Pencairan dana kredit tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak dan dapat dilakukan sekaligus, atau secara bertahap
C) Persiapan Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
Proses pembebanan Hak tanggungan dilaksanakan, melalui 2 (dua) tahap, yaitu :
1. Tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya APHT oleh PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang piutang yang dijamin.
2. Tahap pendaftarannya oleh Badan Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan.
Menurut Pasal 10 ayat (1) UUHT, bahwa awal dari tahap pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji akan memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan didalam perjanjian utang piutang dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan. Bila dilihat dari urutan kegiatannya, pembebanan Hak Tanggungan sebenarnya terdiri dari 3 tahap, yaitu :
a. Tahap pertama adalah perjanjian utang piutang.
b. Tahap kedua adalah pemberian Hak Tanggungan dengan pembuatan APHT.
c. Tahap pendaftaran dan pemberian sertifikat Hak Tanggungan.
Dengan demikian pendataran merupakan tahap akhir proses pembebanan Hak Tanggungan. Dengan kata lain, pendaftaran dilakukan apabila :
1. Pertama, ada perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan utang piutang yang didalamnya mengandung janji untuk memberikan hak atas tanah sebagai agunannya. Perjanjian utang piutang ini selalu dibuat tertulis baik di bawah tangan atau dengan akta notariil, dimana perjanjian utang piutang ini merupakan dasar untuk melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan pemberian jaminan yang dimaksud. Namun dalam praktik atas permintaan para pihak khususnya kreditor yang pada umumnya adalah Bank lebih banyak dibuat dengan akta notariil.
2. Kedua, janji tersebut kemudian direalisasikan dengan pemberian Hak Tanggungan atas tanah tersebut dalam APHT dihadapan PPAT. Ini berarti bahwa Hak Tanggungan harus dengan akta otentik, bukan dengan akta dibawah tangan.
Salah satu asas dari Hak Jaminan pada umumnya, baik kebendaan maupun jaminan perorangan adalah “asas accesoir”, yang artinya baik lahir maupun kelangsungan hidupnya, beralihnya serta berakhirnya Hak Jaminan tergantung pada perjanjian pokoknya yang berupa utang piutang. Dalam hal perjanjian pokoknya tidak sah, maka perjanjian accesoir-nya batal demi hukum. Dalam praktek, Notaris atau PPAT hanya membuat akta atas permintaan para pihak, tidak ada akta Notaris atau PPAT yang dibuat karena jabatan atau tanpa diminta. Walaupun Notaris atau PPAT membuat akta atas permintaan para pihak, ini tidak berarti bahwa setiap ada permintaan, pembuatan akta harus dipenuhi. Notaris atau PPAT wajib menolak membuat akta jika syarat yang ditentukan untuk pembuatannya tidak terpenuhi.
Hal ini harus disadari betul oleh setiap Notaris atau PPAT. Pelanggaran terhadap ketentuan kreditnya batal, maka Hak Jaminannya (dalam hal ini Hak Tanggungan) juga batal. Peranan PPAT dalam membuat dan menerbitkan akta peralihan hak atas tanah dan akta lain seperti APHT harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, sebelum membuat akta tersebut, PPAT harus memperhatikan terlebih dahulu identitas para pihak dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Untuk hak atas tanah yang telah didaftar akan tetapi belum memiliki sertifikat hak atas tanah, maka sebagai pengganti dari sertifikat hak atas tanah tersebut adalah surat keterangan pendaftaran atas tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten atau kota setempat yang menerangkan bahwa hak atas tanah tersebut sama sekali belum didaftarkan, maka pemilik hak atas tanah dapat mengajukan permohonan kepada kepala desa atau lurah setempat untuk dibuat Surat Keterangan Hak Milik yang diketahui Camat setempat.
Persiapan pembuatan APHT oleh PPAT dilakukan dengan cara mengumpulkan data yuridis yang menyangkut subjek serta data yuridis dari obyek Hak Tanggungan. Berdasarkan data yuridis yang dikumpulkan, PPAT dapat mengetahui berwenang tidaknya para pihak untuk menerima atau menolak pembuatan APHT tersebut. Setelah data yuridis mengenai subjek dan objek telah dikumpulkan dan kegiatan PPAT selanjutnya melaksaanakan pembuatan APHT adalah kegiatan keabsahan dari data-data tersebut.
Menurut ketentuan Pasal 39 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 Juncto Pasal 97 Peraturan Menteri Negara Agraria (PMNA) atau Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pengecekan pada Badan Pertanahan setempat mengenai kesesuaian sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan jaminan dengan buku tanah yang ada di kantor tersebut.
Pertama, apabila sertifikat sesuai dengan daftar yang ada, maka kepala Badan pertanahan atau pejabat yang ditunjuk membubuhkan pada halaman perubahan sertifikat yang asli cap atau tulisan dengan kalimat: “telah diperiksa dan sesuai dengan daftar di Kantor Pertanahan” kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekan. Pada halaman perubahan buku tanahnya dibubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat: “PPAT.............(nama dari PPAT yang bersangkutan) telah minta pengecekan sertifikat” kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekkan.
Kedua, apabila sertifikat yang ditunjukkan itu ternyata bukan dokumen yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan, pada sampul dan semua halaman sertifikat tersebut dibubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat: “sertifikat tidak diterbitkan oleh Kantor Pertanahan……,” kemudian diparaf.
Ketiga, apabila ternyata sertifikat diterbitkan oleh Badan Pertanahan yang bersangkutan, akan tetapi data fisik dan atau data yuridis yang termuat di dalamnya tidak sesuai lagi dengan yang tercatat dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, maka oleh Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan diterbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT), sesuai data yang tercatat di kantor pertanahan.
Pada sertifikat tersebut tidak dicantumkan suatu tanda apapun. PPAT wajib menolak pembuatan APHT jika ternyata sertifikat yang diserahkan kepadanya bukan dokumen yang diterbitkan oleh Badan pertanahan (sertifikat palsu) atau data yang dimuat di dalamnya tidak sesuai dengan daftar yang ada di Badan Pertanahan. Dalam paktik, para PPAT selalu berusaha untuk melakukan pengecekan terhadap data yuridis dari subjek maupun objek Hak Tanggungan tersebut, hal ini dilakukan untuk menjamin keabsahan dari data-data tersebut, obyek tidak dalam sengketa dan untuk memastikan bahwa para pihak yang menghadap adalah orang yang berwenang untuk melakukan perbuatan hukum tersebut sehingga proses pembuatan APHT dan pendaftaranya ke Badan Pertanahan dapat berjalan lancar.
Dari uraian di atas yang panjang lebar bagaimana mekanisme pencairan kredit dengan diikat dengan hak tanggungan berdasarkan hukum jaminan. Mulai dari prosedur pemberian kredit, penelitian oleh Bank terhadap dokumen yang penting diajukan bagi calon debitur, penelitian kelayakan debitur memperoleh pinjaman hingga realisasi kredit.
Dalam dua perjanjian tersebut. Perjanjian kredit utang dan perjanjian jaminan hak tanggungan sudah nampak bahwa perjajian kredit yang dikuti dengan pemberian hak tanggungan yang diikuti dengan pembuatan APHT. Dimana Notaris sekaligus PPAT melakukan pengecekan kepada badan pertanahan hingga dia dapat membuat keterangan berupa cover note, bahwa Bank dapat saja mengeluarkan kredit karena objek jaminan yang akan diikat dengan sertifikat hak tanggungan dapat diperoleh oleh Bank dari Badan pertanahan cuma masih dalam proses berjalan, karena masih dalam pengurusan misalnya tanah tersebut belum didaftarkan pada badan pertanahan sebagai bukti hak milik atau hak pakai.
Dengan demikian jika kembali kepada permasalahan hukum bahwa cover note yang akan dijadikan bukti jaminan dan tidak akan terbit APHT yang berfungsi sebagai alat bukti hokum, pemberian hak tanggungan. Menurut Brilliant Thioris (dalam wawancara 11 Juli 2011) tidaklah mungkin terjadi, malah yang mungkin terjadi adalah pembatalan penerbitan sertifikat hak tanggungan jika sebelum pemasangan hak tanggungan di BPN, ada pencegahan dari pihak ketiga sehingga sertifikat hak tanggungan diblokir, maka hal tersebut tidak dapat dipersalahkan ke Notaris/ PPAT-nya jika sebelum penandatanganan PPAT telah melakukan pengecekan buku tanah sertifikat hak tanggungan.
Lebih lanjut menurut Syahrir Amrie (wawancara 2 juli 2011), satu-satunya cara jika kreditur terlanjur telah mengeluarkan kredit, kemudian APHTnya juga tidak bisa terbit, untuk mengembalikan jumlah piutang adalah melalui pendekatan negosiasi, restrukturisasi kredit sebagai upaya yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.
Jika dikembalikan, apakah Bank disini dapat terikat sebagai pemegang hak tanggungan yang dapat melakukan eksekusi terhadap objek hak tanggungan melalui pencairan objek jaminan kredit yang diikat dengan hak tanggungan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 UUHT. Adalah juga tidak mungkin bagi Bank melakukan tindakan tersebut sebagai salah satu bentuk perlindungan hukum yang diutamakan bagi Bank (kreditur). Oleh karena di sini Bank belum memiliki alat bukti yang sifatnya sempurna dan mengikat.
Hanya dengan cover note, baru merupakan surat keterangan yang menjelaskan akan terbit kelak APHT dan sertifikat hak tanggungan, tanpa bukti agunan tersebut Bank telah melakukan kesalahan dengan tidak teliti dan tidak hati-hati melakukan realisasi pencairan kredit. Menurut penulis ini adalah konsekuensi yang harus diterima jika Bank mencairkan kredit, ternyata sertifikat hak tanggungannya belum terbit. Oleh karena Bank telah mengindahkan asas publisitas dari pada hukum jaminan dalam hak tanggungan, artinya perjanjian pengikatan jaminan hak tanggungan baru sah/ sesuai hukum, Bank sebagai kreditur untuk menuntut kewajiban debitur melalui ekseskusi hak tanggungan jika debiturnya wanprestasi atau tidak mampu mengembalikan jumlah piutang.
Walaupun persolan hukum ini amat kecil terjadi, yakni Bank sebagai kreditur yang akan dirugikan kelak. Menurut penulis setidaknya Bank hanya dapat memperoleh perlindungan hukum melalui jalur mediasi dengan debitur atau melalui jalur pengadilan dengan menempatkan debitur sebagai tergugat yang melakukan perbuatan melawan hokum (rechtmatigheid) atau wanprestasi. Tentunya di sini Bank akan menghabiskan banyak waktu, tenaga dan biaya lagi dalam menuntut haknya agar memperoleh pengembalian dana dari debitur, itupun jika semua alat bukti Bank sempurna (bidende) dan memenuhi syarat untuk menjadi pihak yang benar-benar telah melakukan peristiwa hukum perjanjian pemberian kredit pada debitur.
Padahal jika Bank sebelumnya memiliki APHT dan sertifikat hak tanggungan, bukan hanya dengan cover note. Maka Bank dengan gampang dapat melakukan pencairan objek jaminan utang baik dengan pencairan melalui eksekusi penjualan atas kekuasaan pemegang hak tanggungan peringkat pertama, Bank dapat meminta kepada Kantor Lelang Negara agar dilakukan penjualan objek jaminan kredit, kemudian hasil penjualan objek jaminan kredit tersebut diserahkan oleh kantor lelang kepada Bank untuk pelunasan utang debitur. Di samping itu penjualan juga dapat dilakukan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri atau melalui penjualan objek jaminan secara di bawah tangan setelah ada kesepakatan (consensual) antara pemberi hak tanggungan dengan pemegang hak tanggungan.
Akhirnya, cover note walaupun mengikat secara moral dan Bank berani mengeluarkan kredit dengan cover note, ditinjau dari sudut hukum perdata formil nyatanya tidak memiliki kekuatan yang mengikat dan bersifat sempurna, namun mengikat secara moral. Hanya dengan prinsip kehati-hatian dan kepercaayan Bank sudah mencairkan kredit lalu mengindahkan prinsip publisitas (pembebanan hak tanggungan tersebut harus dapat diketahui oleh umum) untuk itu terhadap akta Pemberian Hak Tanggungan harus didaftarkan.
Oleh Karena nanti setelah didaftarkan hak tanggungan baru lahir. Tetap menyisahkan persoalan dan ancaman kredit yang macet bagi Bank yang memang tidak hati-hati dan melakukan penilaian pada objek jaminan hak tanggungan baik secara hukum maupun penilain secara ekonomi. Sebaliknya jika Bank pada akhirnya tetap dapat memperoleh sertifikat hak tanggungan maka cover note tidak akan pernah dipermasalahkan sebagai surat keterangan yang menjelaskan bahwa penerbitan APHT dan sertifikat hak tanggungan masih dalam proses. Semuanya kembali kepada para pihak yang melakukan perikatan dan apa yang dilakukan oleh Bank sebagai kreditur pemegang hak tanggungan dan debitur pemberi hak tanggungan. Terserah mau atau tidak mau menggunakan ketentuan hukum yang sifatnya privat (perdata), dan memang hanya mengatur, mengikat, namun tidak memaksa.
[Read More...]


Kekuatan Hukum Cover Note dalam Pemberian Kredit Oleh Bank



Cover note sebagai surat keterangan atau sering diistilahkan sebagai catatan penutup yang di buat oleh Notaris. Cover note dikeluarkan oleh Notaris karena Notaris belum tuntas pekerjaannya dalam kaitannya dengan tugas dan kewenangannya untuk menerbitkan akta otentik. (Syahrir Amrie/ Notaris/ PPAT kabupaten bantaeng, wawncara 2 juli 2011)
Jika dicermati tugas dan kewenangan Notaris dalam Undang-undang jabatan Notaris tidak ada satu pasalpun yang menegaskan bahwa Notaris dapat mengeluarkan cover note untuk menerangkan bahwa akta yang akan dikeluarkan masih dalam proses berjalan. Untuk menerangkan bahwa sertifikat hak tanggungan sebagai rumusan atau prasyarat lahirnya perjanjian ikatan jaminan dari perjanjian pencairan kredit oleh Bank, kemudian Bank dapat melakukan pencairan kredit.
Dari pasal 15 sebagaimana diuraikan berikut ini Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris:
1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/ atau yang dikehendaki oleh yeng berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.

2. Notaris berwenang pula:
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
d. Melakukan pengesahan kecocokan foto kopi dengan surat aslinya.
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.
g. Membuat akta risalah lelang
Tidak ada satu pasal pun yang dapat ditafsirkan sebagai kewenangan Notaris untuk mengeluarkan surat keterangan yang disebut sebagai cover note. Oleh karena itu jika dilihat bagaimana kekuatan mengikatnya, dengan hanya melihat cover note yang biasa dijadikan jaminan oleh Bank. Cover note bukan akta otentik, oleh karena tidak ditegaskan dalam undang-undang perihal kewenangan Notaris, untuk mengeluarkan akta otentik. Apalagi dalam UUJN tidak pernah ada satu pasal yang mengindikasikan sebagai akta otentik, tetapi ia hanya berupa surat keterangan.
Menurut Brilliant Thioris (Notaris/ PPAT wilayah Makassar, wawancara 11 Juli 2001) mengomentari, bahwa tidak ada hal yang harus diperdebatkan dalam cover note yang dikeluarkan oleh Notaris karena Notaris mengeluarkan, bukan dijadikan sebagai bukti agunan, hanya sebagai pengantar pada Bank yang akan mengeluarkan kredit, minimal ada kepercayaan yang terbangun antara Bank sebagai pemegang hak tanggungan kelak setelah keluarnya sertifikat hak tanggungan dari badan pertanahan. Disamping itu, Notaris disini mengeluarkan cover note tidak sembarang asal memberikan surat keterangan mengenai debitur sebagai pemberi hak tanggungan, dapat dipercaya untuk dicairkan kreditnya. Notaris sebelumnya akan melakukan pengecekan pada badan pertanahan bahwa tanah tersebut sebenarnya telah terdaftar atau dapat memenuhi persayaratan administratif untuk dikeluarkan sertifikat hak tanggungannnya.
Dari apa yang dikemukakan oleh Brilliant Thioris sebagai pejabat Notaris sekaligus sebagai PPAT. Senada dengan pendapat Syahrir Amrie (Notaris/ PPAT kabupaten Bantaeng, wawancara 2 Juli 2011) tidak ada persoalan atau kasus hukum yang akan muncul kemudian. Atau dengan kata lain tidak mungkin bagi Bank tidak akan memperoleh sertifikat hak tanggungan, untuk kemudian dicatat juga dalam buku tanah hak tanggungan pada Badan Pertanahan (Pasal 13 ayat 3 UUHT). Artinya kenapa mesti dipersoalkan cover note yang hanya dijadikan pegangan awal oleh Bank untuk mencairkan kredit, kalau pada nantinya juga tetap akan terbit sertifikat hak tanggungannya dari PPAT, kemudian didaftarkan di badan pertanahan selama waktu tujuh hari setelah terbit APHT-nya.
senada dengan pernyataan dari pegawai Bank mandiri cabang kartini (pegawai pada bagian kredit, wawancara 12 Juli 2010) mengemukakan bahwa tidak ada kesalahan dalam penerbitan cover note, apakah akta otentik atau bukan ?, tidak ada yang mempersolakannya sebagai bukan bukti otentik, tetapi dengan cover note cuma ditarik dasar penilaian, bahwa dengan adanya cover note, Notaris oleh karena dia sebagai pejabat yang akan melaksanakan peningkatan dari SKMHT menjadi APHT, sudah jelas dan tidak mungkin akan ada masalah, sehingga sertifikat hak tanggungannya tidak akan dikeluarkan oleh badan pertanahan.
Sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 15 ayat 3 “Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya satu bulan sesudah diberikan.” Akan tetapi lain halnya dengan tanah yang belum terdaftar, sebagaiman ditegaskan dalam Pasal 15 ayat 4 “Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya tiga bulan sesudah diberikan.
Bank tampaknya tidak mengikuti mekanisme yang ditentukan dalam UUHT sehingga ia dengan cepat saja mengeluarkan, berani mencairkan kredit tanpa melihat bahwa perjanjian kredit tidak diikat dengan hak tanggungan yang sempurna. Sehingga jika dipandang secara hukum memang pada kenyataannya cover note tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan sempurna.
Tetapi Brilliant Thioeris (dalam wawancara 11 Juli 2011) mengemukakan tidak mungkin juga cover note itu akan dijadikan sebagai bukti agunan oleh Bank, karena pasti Bank akan memperoleh sertifikat hak tanggungan yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan. Tidak perlu ada rasa was-was dari Bank kalau debitur itu wanprestasi yang akan menyebabkan kreditnya macet, karena suatu waktu juga Bank tetap akan memperoleh sertifikat hak tanggungan yang memiliki kekuatan hukum yang dapat mengikat perjanjian atau pencairan kredit dengan objek jaminan hak tanggungan.
Sebagaimana dalam sertifikat hak tanggungan, Bank akan memilki kekuatan hukum untuk mengeksekusi objek jaminan hak tanggungan jika debitur, pada akhirnya tidak mampu mengembalikan kredit pinjaman, maka tidak dipermasalahkan lagi cover note-nya. Bank tetap jauh dari ancaman pinjaman yang tidak akan dikembalikan oleh debitur. Dengan sertifikat hak tanggungan artinya Bank tetap memiliki Kedudukan yang diutamakan atau didahulukan pemegangnya (preferent).
a. Mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada.
b. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
c. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
Bank sebagai pihak yang mencairkan kredit hanya dengan cover note juga berani bertaruh, tidak hanya dengan cover note, tetapi ia harus benar memiliki keyakinan atau kepercayaan pada objek jaminan debitur yang akan keluar kelak sertifikat hak tanggungannya.
Bahkan menurut Bahsan (2008: 147) mengemukakan pentingnya pengawasan terhadap jaminan kredit, yang mestinya dilakukan terus menerus, selama tanah tersebut menjadi objek jaminan. Jelasnya Bahsan mengemukakan sebagai berikut yang disertai dengan contoh,
“Sehubungan dengan itu, segala sesuatu dapat terjadi terhadap jaminan kredit tersebut. Dengan demikian, untuk kepentingannya, Bank harus melakukan pengawasan yang terus menerus terhadap objek jaminan kredit, agar nilainya sebagai jaminan utang tetap terjaga dan tidak bermasalah. Misalnya sebidang tanah kosong yang diterima Bank sebagai jaminan kredit mungkin saja dijual tanpa sepengetehuan Bank ke pihak lain oleh pemiliknya, digunakan pihak lain tanpa atau dengan izin pemilik, dan sebagainya. Terjadinya keadaan tersebut dikemuadian hari dapat bermasalah. Dari praktik perbankan dapat ditemukan berbagai kasus tentang objek jaminan kredit yang tetap berada di bawah penguasaan debitur.”

Bank melakukan pengawasan terhadap objek jaminan kredit secara terus menerus untuk jaminan yang sudah nyata-nyata diikat dengan sertifikat hak tanggungan. Apalagi yang baru sementara dalam proses menuju diterbitkannya sertifikat hak tanggungan Bank akan menerapkan prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi kehilangan hak dari Bank sebagai penerima hak tanggungan yang diutamakan.
Menurut pengakuan dari bagian kredit Bank mandiri (wawancara 12 Juli 2011) “Bank tidak segampang itu juga akan mencairkan kredit tetapi Bank tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian yang ditegaskan dalam SK Direksi BI Nomor 27/ 162/ KE/ DIR dalam pelaksanaan kegiatan perkreditannya dan juga melampirkan pedoman penyusunan kebijaksanaan perkreditan Bank (PPKPB).
Oleh karena itu Bank biasanya mencari sumber, history, kejelasan bukti kepemilikan, bahkan oleh Bank mendapat keterangan dari tanah yang menjadi objek hak tanggungan tersebut melalui permintaan tanda tangan dari semua pemilik yang berdekatan dengan batas-batas tanah tersebut, selebihnya juga mendapat keterangan melalui tanda tangan dari kepala desa/ camat/ lurah dimana tanah yang menjadi objek jaminan tersebut terletak wilayahnya (wawancara pada pegawai bagian kredit Bank Mandiri Cabang Kartini, Makassar. 12 Juli 2011).
Namun jika ditinjau secara hukum, due process of law dari sertifikat hak tanggungan sehingga dapat mengikat secara sempurna perjanjian kredit yang diikuti dengan perjanjian pengikatan jaminan hak tanggungan, kepastian hukumnya dan mengikatnya para pihak baru bisa lahir ketika sertifikat hak tanggungan lahir dengan didaftarkannya pada badan pertanahan.
Alasan dari Bank yang bersangkutan dengan tetap mengeluarkan kredit bagi debitur dimotori juga oleh rasa ketakuan dan persaingan dari Bank lain sehingga nasabahnya yang akan menjadi sumber pendapat atau penambahan laba bagi Bank akan pergi. Maka hanya dengan cover note Bank sudah berani mencairkan kredit ((wawancara pada Pegawai Bagian kredit Bank Mandiri Cabang Kartini, Makassar, 12 Juli 2011).
Berdasarkan wawancara pada bagian kredit dari Bank mandiri cabang kartini (12 Juli 2011) mengemukakan bahwa berhasil tidaknya suatu Bank adalah dengan meningkatnya laba yang diperoleh dari nasabah baik nasabah peminjam maupun nasabah yang menyimpan sejumlah tabungan di Bank. Oleh sebab itu Bank berani mengeluarkan kredit setelah ada cover note sebagai pernyataan sepihak dari Notaris.
Dengan syarat Bank juga mengeluarkan kredit bagi debitur pemberi hak tanggungan atas dasar kepercayaan juga pada Notaris yang menjadi teman sekaligus relasi Bank yang sering dipercaya mengurus kelengkapan administrasi pendaftaran untuk memasang hak tanggungan.
Dalam rangka untuk melihat bagaimana kekuatan mengikat cover note. sehingga dapat terbit dalam pencairan kredit oleh bank, maka penting untuk diuraikan mengenai proses pemberian kredit dan proses sehingga hak tanggungan sedemikian dapat menjadi bukti agunan oleh Bank. Berikut ini diuraikan bagaiman proses pemberian kredit oleh Bank (data dokumentasi berdasarkan penelitian di Bank Mandiri, 12 Juli 2011) untuk selanjutnya terjadi perjanjian obligatoir yang memenuhi syarat sahnya perikatan sebagai berikut:
a. Permohonan Kredit
Permohonan fasilitas kredit mencakup:
1. Permohonan pengajuan kredit.
2. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan.
3. Permohonan perpanjangan/ pembaruan masa laku kredit yang telah berakhir jangka waktunya.
4. Permohonan-permohonan lainnya untuk perubahan syarat-syarat fasilitas kredit yang sedang berjalan, antara lain penukaran jaminan, perubahan/ pengunduran jadwal angsuran dan lain sebagainya.
5. Setiap berkas permohonan kredit dari nasabah terdiri dari:
a) surat-surat permohonan nasabah yang ditandatangi secara lengkap dan sah.
b) Daftar isian yang disediakan oleh Bank yang secara sebenarnya dan lengkap diisi oleh nasabah
c) Daftar lampiran lainnya yang diperlukan menurut jenis fasilitas kredit.

b. Penyidikan dan Analisis Kredit
Yang dimaksud dengan penyidikan (investigasi) kredit adalah pekerjaan yang meliputi:
1. Wawancara dengan pemohon kredit atau debitur.
2. Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan kredit yang diajukan nasabah, baik data intern Bank maupun data ekstern. Dalam hal ini termasuk informasi antar Bank dan pemeriksaan pada daftar-daftar hitam dan daftar-daftar kredit macet.
3. Pemeriksaan/ penyidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal-hal yang dikemukakan nasabah dan informasi lainnya yang diperoleh.
4. Penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyidikan yang telah dilaksanakan.
Analisis kredit adalah pekerjaan yang meliputi:
1. Mempersiapkan pekerjaan-pekerjaan penguraian dari segala aspek, baik keuangan maupun nonkeuangan untuk mengetahui kemungkinan dapat/ tidak dapat dipertimbangkan suatu permohonan kredit.
2. Menyusun laporan analisis yang diperlukan, yang berisi penguraian kesimpulan serta penyajian alternatif-alternatif sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan pimpinan dari permohonan kredit nasabah.

Bank perlu mengadakan penelitian yang semestinya atas kewajaran dari data dan informasi yang diterima dari nasabah sebelum mengadakan analisis-analisis yang ditentukan. Hal ini untuk mencegah kesimpulan yang kurang tepat serta memperlambat pengambilan keputusan.
Penelitian yang biasanya dilakukan oleh Bank adalah Penilaian Barang-barang Jaminan Tambahan. jaminan-jaminan tambahan yang ditawarkan/ pada saat pertama kalinya akan dijaminkan, mendapatkan pemeriksaan yang semestinya dari pejabat Bank. Dalam penyajian datanya kepada pejabat yang berhak memutuskan, petugas kredit sudah harus “mensortir” jenis-jenis barang yang dapat diikat sebagai jaminan secara juridis-perfect saja.
Selain jenis/nama barang, jumlah maupun harga transaksi dari masing-masing jaminan, menurut penilaian petugas kredit sendiri harus jelas-jelas disebutkan mengenai status pemilikan atas barang-barang tersebut. Untuk usul-usul kredit modal kerja, petugas kredit harus melakukan analisis kebutuhan modal kerja sebagai dasar menetapkan jumlah kredit yang akan diberikan dengan menggunakan beberapa pendekatan, antar lain:
1. Untuk kredit produksi, ekspor, perdagangan dan lain-lain usaha yang kegiatan perputaran modalnya berjalan terus-menerus secara tetap (constan) sesuai dengan kapasitas yang dimiliki serta kemampuan pemasarannya, perhitungan modal kerja dapat menggunakan pendekatan berdasarkan jumlah ratio/ hari atas activity rati’s dari angka-angka neraca dan daftar rugi/ laba nasabah yang sudah dinilai kewajarannya dalam bentuk analisis kebutuhan modal kerja dan proyeksi kebutuhan modal kerja.
2. Untuk kredit usaha musiman, kredit industri konstruksi (bridging finance) dan lain-lain kredit uang bersifat transaksional, hendaknya menggunakan pendekatan berupa cash flow projection. Pendekatan ini di samping dipakai untuk mengukur berapa banyak kebutuhan modal kerja yang diperlukan juga untuk mengukur waktu penggunaan kredit yang akan diberikan.

Dari uraian di atas nampak bahwa Bank mengeluarkan kredit setelah semua persuratan atau pengajuan permohonan oleh nasabah lengkap, sehingga memberikan kepercayaan kepada Bank agar debitur mampu mengembalikan jumlah pinjamannya.
Disebutkan juga bahwa Bank membutuhkan nilai jaminan yang menjadi objek jaminan harus ditaksasi atau diukur, yang standar harganya lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pinjaman. Agar jika Bank tidak dapat atau sulit meminta jumlah piutang dari nasabah dengan beberapa kebijakan yang telah sebelumnya ditempuh oleh Bank, dalam pencairan objek jaminan Bank tetap dapat mengambil jumlah piutangnya.
Agar nilai jaminan seperti jaminan hak tanggungan yang diikat dengan perjanjian jaminan hak tanggungan sah dan Bank memiliki kepastian hukum dalam mencegah ketidakmampuan debitur pemberi hak tanggungan mengembalikan jumlah piutang, maka Bank mestinya juga memperhatikan bagaimana jaminan hak tanggungan dapat menjadi perjanjian ikutan dari perjanjian kredit. Untuk lebih jelasnya dibawah ini dikemukakan bagaimana tata cara pemberian hak tanggungan dan pendaftaran hak tanggungan
1. Tata cara pemberian hak tanggungan
a) Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya menimbulkan utang tersebut.
b) Pemberi hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c) Apabila objek hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan, tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian hak tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.
d) Di dalam APHT wajib dicantumkan
(a) Nama identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan.
(b) Domisili pemegang dan pemberi hak tanggungan, dan apabila diantara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan domisili pilihan Indonesia, dan dalam hal domisili itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili pemilihnya.
(c) Penunjukan secara jelas utang-utang yang dijamin.
(d) Nilai tanggungan.
(e) Uraian yang jelas mengenai objek hak tanggungan.
2. Pendaftaran hak tanggungan
a) Pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada Badan Pertanahan.
b) Selambat-lambatnya tujuh hari setelah penandatangan Akta Pemberiaan Hak Tanggungan, PPAT wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah yang diperlukan kepada Badan Pertanahan.
c) Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Badan Pertanahan dengan membuatkan buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan, serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
d) Tanggal buku tanah hak tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
e) Hak tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah hak tanggungan.

Melalui uraian proses pemberian kredit di atas, Bank langsung mencairkan kredit (terlepas dari Bank biasanya mencairkan kredit dengan agunan atau tanpa agunan) setelah Bank yakin akan tetap keluar sertifikatnya hukum jaminannya dari pejabat berwenang. Dalam hal ini Badan Pertanahan, sebagai pejabat yang berwenang (authority) yang akan mengeluarkan sertifikat hak tanggungan, sehingga pengikatan jaminan kredit bersifat sempurna. Secara sistematis proses terbentuknya atau dibuatnya cover note oleh Notaris dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Calon nasabah yang menginginkan dana atau uang dari Bank oleh karena persyaratan Bank akan mencairkan kredit ketika ada hak agunan yang dijaminkan (vide: Pasal 8 UUHT), calon debitur bersama-sama ke Notaris untuk dibuatkan SKMHT, dengan pihak Bank kemudian calon debitur memberikan kuasa kepada Bank melalui SKMHT melalui surat yang dibuat oleh Notaris
2. Khusus untuk bukan kredit rumah, kredit usaha kecil (lih: Permenag/ Ka. BPN No 4 / 1996) dalam waktu 1 bulan SKMHT sudah harus ditingkatkan menjadi APHT ke PPAT bagi tanah yang sudah terdaftar hak milikinya sedangkan tanah yang belum terdaftar memerlukan waktu selama tiga bulan untuk peningkatan APHT-nya.
3. Dalam praktik lapangan biasanya Bank/ kreditur yang melakukan penndaftaraan APHT ke Badan Pertanahan untuk kemudian dikeluarkan sertifikat hak tanggungan yang dapat dijadikan jaminan dan Bank memiliki kekuatan untuk mengeksekusi objek jamina jika debitur pemberi hak tanggungan tidak memenuhi kewajiban pembayaran utangnya
Lalu di mana cover note muncul pada proses sertifikat hak tanggungan diatas ?, yaitu ketika debitur telah memberikan SKMHT kepada Bank, apalagi dalam praktik PPAT juga berfungsi sebagai Notaris, maka kelengkapan berkas tanah berupa SHM, warkah tanah, akta jual beli diperiksa oleh Notaris sebelum ia mengeluarkan/ menerbitkan cover note, untuk memberi kepercayaan kepada Bank, sertifikat hak tanggungannya sudah pasti akan dapat terdaftar.
Oleh karena bagi debitur yang menginginkan kredit secepatnya. Maka dengan cover note yang dibuat oleh Notaris sebagai surat yang menunjukan bahwa penerbitan sertifikat jaminan masih dalam proses. Untuk sertfikiat hak tanggungan saja, jika dihitung waktu pendaftaran sertifikatnya dari SKMHT tiga bulan ditambah tujuh hari menjadi 97 hari, maka debitur yang sudah butuh dana secepatnya dengan toleransi dan kepercayaan Bank pada Notaris, maka pada waktu itu hanya dengan cover note kredit sudah dicairkan oleh Bank.
Cover note sebagaimana dikemukakan oleh Brilliant Thioris (wawancara 11 juli 2011) adalah surat keterangan dari seorang Notaris yang berisi suatu pernyataan dari Notaris mengenai sesuatu hal yang berkaitan dengan pekerjaan Notaris tersebut, yang biasanya pekerjaan Notaris tersebut belum dituntaskan.
Tidak ada dasar hukum peneribitan cover note, tetapi dalam praktik berdasarkan kebiasaan dan tidak merugikan bagi pihak-pihak yang bersangkutan maka cover note bukanlah perikatan yang terlarang atau perikatan yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian. Cover note lebih cenderung dikategorikan sebagai perikatan yang lahir karena perjanjian bukan karena undang-undang atau juga dapat dikatakan sebagai perikatan yang lahir dari perjanjian karena berdasarkan hukum kebiasaan (Syahrir Amrie/ Notaris/ PPAT Kabupaten Bantaeng, wawancara 2 Juli 2011)
Cover note muncul hanya dikarenakan kebutuhan praktik yang mendesak sehingga pihak-pihak tertentu memerlukan cover note. Seorang Notaris sebagai pejabat umum yang dipercaya bahwa keterangan tersebuit benar adanya dan dapat dipertanggungjawabkan (responsibility) oleh Notaris tersebut.
Sebagaimana dikemukakan lebih lanjut Brilllain Thioris (wawancara 11 Juli 2011) mengatakan bahwa karena cover note hanya berisi surat keterangan maka ia adalah bukan produk hukum sebagai bukti agunan seperti SKMHT, APHT, fiducia, personal garansi, borgtocht. Sehingga cover note tidak mungkin memilki kekuatan hukum yang mengikat secara hukum (legal binding) bagi debitur pemberi hak tanggungan dan kreditur pemegang hak tanggungan.
Cover note hanya dapat dikatakan mengikat secara moral yang muncul berdasarkan praktik dan kebutuhan, dan mengikatnya itu hanya mengikat Notaris apabila Notaris tersebut tidak menyangkali tanda tangannya.
Cover note bukan bukti agunan kredit, hanya keterangan Notaris/ PPAT selaku pejabat yang membuat akta tersebut bahwa telah terjadi pengikatan kredit atau jaminannya. Menurut Briliant Thioris (Wawancara 11 Juli 2011) cover note hanya keterangan Notaris/ PPAT selaku pejabat bahwa akta-akta tersebut telah ditanda tangani dengan sempurna, dan selanjutnya setelah aktanya diselesaikan oleh Notaris atau PPAT dan pemasangan hak tanggungan telah diselesaikan akan diserahkan kepada Bank dalam jangka waktu tertentu.
Cover note hanya menjadi pegangan sementara dari Bank hingga diserahkannya seluruh akta dan jaminan yang telah didaftarkan melalui jasa Notaris atau PPAT tersebut. Oleh karena itu dengan mengacu pada hasil wawancara yang dilakukan pada Bank mandiri yang menerima cover note untuk mencairkan kredit, dengan penerapan prinsip kehati-hatian dan kepercayaan kepada Bank maka tidak mungkin bagi debitur yang memilki objek jaminan dijadikan sebagai objek yang diikat dengan hak tanggungan tidak akan keluar sertifikatnya. Bank pada dasarnya tetap memiliki semua hak-hak yang ada dalam ketentuan UUHT sebagai kreditur yang diutamakan jika debitur wanprestasi.
Intinya, Bank mustahil mengeluarkan kredit untuk nasabah yang memilki objek jaminan, jika tidak melakukan penilaian terhadap objek jaminan, perihal layaknya kemudian objek jaminan tersebut dijadikan jaminan, apabila dikemudian hari Bank tidak mampu lagi mendapat pelunasan piutang kreditnya dari debitur.
Cover note yang selama ini dipandang mengancam kredit Bank dan mengurangi hak-hak Bank untuk melakukan eksekusi hak tanggungan. Tampaknya oleh Bank maupun Notaris dan PPAT dianggap tidak akan pernah menjadi masalah hukum bagi pihak debitur maupun kreditur, untuk kuatnya perikatan jaminan bagi kreditur, karena pada akhirnya Bank sebagai kreditur tetap akan memegang sertifikat hak tanggungan yang diperoleh dari badan pertanahan.
[Read More...]


Cover Note




Secara sepintas lalu cover note tidak berarti apa-apa dalam proses pembuatan sertifikat hak tanggungan yang berakhir dengan pendaftaran di badan pertanahan. Namun karena cover note sering dijadikan bukti jaminan/ pegangan sementara bagi bank dalam mencairkan kredit, maka dalam pembuatan sertifikat hak tanggungan cover note menjadi bahagian dari proses terbentuknya dua peristiwa hokum perjanjian yaitu perjanjian pinjaman kredit dan perjanjian agunan/ jaminan hak tanggungan.
Cover note berasal dari bahasa inggris yang terdiri dari dua kata yang terpisah, yakni cover dan note, dimana cover berarti tutup dan note berarti tanda catatan. Melihat dari arti kedua kata itu, maka cover note berarti tanda catatan penutup. Dalam istilah kenotariatan arti dari cover note adalah surat keterangan, yakni surat keterangan yang dikeluarkan oleh seorang Notaris yang dipercaya dan diandalkan atas tanda tangan, cap, dan segelnya guna untuk penjamin dan sebagai alat bukti yang kuat.
Cover note dikeluarkan karena adanya pengurusan akta-akta. cover note tidak diserahkan karena belum lunas utangnya, adanya tunggakan BPHTB (Bea Perolehak Hak Atas Tanah dan Bangunan). Di sini cover note tampaknya dalam praktik mengikat secara moral (moral binding).
Dikeluarkannya cover note oleh Notaris yang berisikan pernyataan. Pernyataan pada prinsipnya tidak digantungkan pada bentuk tertentu. Pernyataan demikian dapat diberikan secara tegas, namun juga tercakup kedalam satu atau lebih perilaku. Terkecuali di tentukan lain, pernyataan, tercakup kedalam penyampaian keterangan lain, dapat di sampaikan dalam bentuk apapun juga atau tercakup dalam satu atau lebih perilaku
Pada dasarnya cover note muncul sebagai surat keterangan tidak hanya terjadi dalam hokum jaminan berupa sertifikat hak tanggungan, melainkan juga dapat dikleuarkan oleh noteris dalam akta yang lain seperti gadai, hipotik, fidusia. Namun yang menjadi focus pembahasan dalam penulisan (baca: penelitian) ini hanya mengkaji hak tanggungan mengingat bahwa rata-rata dalam pencairan kredit oleh bank bagi debitur. Bank lebih senang dan terbiasa mencairkan kredit yang disertai dengan hak tanggungan, yang objek jaminan hak tanggungannya adalah tanah. Apalagi tanah bernilai ekonomi dan harganya tidak pernah turun-turun.
Tanah kalau dijadikan jaminan kemudian diukur dengan nilai piutang, atau disesuaikan dengan standar kredit apakah terancam macet ? tanah tidak terlalu berpotensi mengalami penyusutan seperti barang bergerak lainnnya. Cukup bank melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap objek jaminan. Untuk mengetahui lokasi, batas-batas dan persuratannya maka kepercayaan bank untuk mencairkan kredir tidak was-was lagi bagi bank akan mengalami kesulitan untuk mengembalikan jumlah piutang yang tertahan pada debitur.
Akta atau dokumen yang sedang dalam proses pengurusan di kantor Notaris akan tetapi belum selesai pengurusannya, sedangkan klien (Pihak yang Berkepentingan) membutuhkan akta atau dokumen tersebut, maka Notaris dapat mengeluarkan surat keterangan yang menyatakan bahwa akta atau dokumen sedang dalam pengurusan di Kantor Notaris yang bersangkutan. dalam praktiknya surat keterangan itu biasanya di sebut dengan cover note. Ada beberapa contoh dari surat keterangan cover note Notaris, misalnya:
1.      Bila debitur hendak mengambil kredit di Bank dan barang yang akan dijaminkan itu masih dalam proses roya, sedangkan Bank baru akan mencairkan kredit bila barang yang dijaminkan telah selesai di roya fidusia terlebih dahulu, maka salah satu solusi agar kredit itu dapat dicairkan oleh Bank, yaitu Notaris akan mengeluarkan cover note yang berisi keterangan bahwa sertifikat kepemilikan atas barang itu sedang dalam proses roya dan apabila telah selesai di roya maka akan disetor ke Bank.
2.      Bila suatu Perseroan Terbatas sedang menunggu surat keputusan pengesahan sebagai Badan Hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dan proses pengurusannya dilimpahkan ke kantor Notaris, maka Notaris akan mengeluarkan cover note, yang menerangkan bahwa surat tersebut sedang dalam proses di Departeman Hukum dan HAM RI apabila telah selesai pengurusannya akan diserahkan kepada pihak yang berkepentingan tersebut.
Pada umumnya proses cover note Notaris tidak ada aturan baku yang mengatur mengenai bentuk dan tata cara penulisannya, akan tetapi penulisan dari cover note biasanya dilakukan atas kop surat Notaris, ditandatangani dan dicap Notaris, sedangkan lainya disesuaikan dengan proses apa yang sedang dalam pengurusan di kantor Notaris

[Read More...]


PSIKOLOGI FORENSIK



Psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu psyke yang artinya adalah jiwa dan logos yang artinya ilmu pengetahuan. Namun demikian menurut Walgito (1997, h. 1-2) bahwa para ahli kurang sependapat dengan pengertian psikologi tersebut sama dengan ilmu jiwa. Karena ilmu jiwa di sini menurut Gerungan (dalam Walgito) adalah ilmu jiwa yang meliputi segala pemikiran, pengetahuan, segala spekulasi mengenai jiwa itu sendiri. Karena ilmu jiwa itu belum tentu psikologi, tetapi psikologi itu selalu ilmu jiwa, serta dalam mempelajari psikologi harus dari sudut ilmu. Senada dikatakan oleh Morgan dkk (dalam Walgito 1997, h. 2) bahwa psikologi adalah sebagai ilmu diperoleh dengan pendekatan ilmiah yang dijalankan secara sistematis berdasarkan data empiris.

Pengertian forensik berasal dari bahasa Yunani, yaitu forensis yang bermakna debat atau perdebatan. Forensik di sini adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains (Wikipidia 2011). Xena (2007) mengatakan bahwa forensik adalah sebuah penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindak pidana. Wijaya (2009) mengungkapkan pengertian forensik adalah ilmu apa pun yang digunakan untuk tujuan hukum dengan tidak memihak bukti ilmiah untuk digunakan dalam pengadilan hukum, dan dalam penyelidikan dan pengadilan pidana.

Ada beberapa disiplin ilmu yang memberikan wadah khusus pada bidang forensik dalam penegakan hukum antara lain: ilmu fisika forensik, ilmu kimia forensik, ilmu psikologi forensik, ilmu kedokteran forensik, ilmu toksikologi forensik, ilmu psikiatri forensik, komputer forensik (Wikipidia 2011). Forensik juga berkembang dalam bidang akuntansi yang lebih dikenal dengan Akuntansi Forensik (Endratna 2009). Forensik akuntansi lebih difokuskan mengenai bidang kejahatan keuangan.

Dijelaskan di atas bahwa psikologi juga memiliki bidang khusus hal-hal berkaitan dengan hukum, yaitu psikologi forensik. Sebelumnya, psikologi di Indonesia hanya mengenal lima bidang, yaitu psikologi perkembangan, industri, pendidikan, sosial, dan klinis. Padahal di Eropa dan Amerika Serikat bidang psikologi sampai bidang psikologi forensik. Psikologi forensik mulai tampak dan kelihatan ketika awal tahun 2000 dan berkembang sampai saat ini. Salah satu contoh psikologi forensik di Indonesia mulai masuk ke penegakan hukum, yaitu pada tahun 2003, dalam kasus Sumanto pemakan mayat asal Purbalingga. Walaupun psikolog menyatakan bahwa Sumanto menderita gangguan jiwa/psikopat, akhirnya ditempatkan di bangsal khusus penderita penyakit jiwa, yaitu Bangsal Sakura Kelas III. Namun demikian, tetap diajukan ke sidang pengadilan dan dinyatakan bersalah. Pada tahun 2008 ilmu psikologi berperan kembali. Berdasarkan hasil tes psikologi dan hasil pemeriksaan tim kedokteran kejiwaan Polda Jatim bahwa Ryan mengalami gangguan kejiwaan psikopatis (Prastyo, 2008).

Psikologi forensik menurut Putwain & Simon (dalam Probowati, 2008, h. 26) mendefinisikan psikologi hukum adalah semua bentuk pelayanan psikologi yang dilakukan di dalam hukum. Sedangkan Brigham (dalam Sundberg dkk, h. 357) mendefinisikan psikologi forensik adalah sebagai aplikasi yang sangat beragam dari ilmu psikologi pada semua isu hukum atau sebagai aplikasi yang sempit dari psikologi klinis pada sistem hukum. Dalam Webster’s New World Dictionary (1988) (dalam Sundberg dkk, 2007, h. 358) mendefinisikan psikologi forensik adalah sesuatu yang khas atau yang pas, untuk peradilan hukum, perdebatan publik, atau argumentasi formal yang menspesialisasikan diri atau ada hubungannya dengan aplikasi pengetahuan ilmiah, terutama pengetahuan medis, pada masalah-masalah hukum, seperti pada investigasi terhadap suatu tindak kejahatan. Menurut Devi (dalam Byrne & Baron,

2005, h. 217) menyatakan bahwa psikologi forensik adalah studi berkaitan dengan persoalan hukum. Sedangkan Rizky (2009) mendefinisikan psikologi forensik, semua pekerjaan psikologi yang secara langsung membantu pengadilan, pihak-pihak yang terlibat dalam proses hukum, fasilitas-fasilitas kesehatan mental koreksional, forensik, dan badan-badan administratif, yudikatif, dan legislatif yang bertindak dalam sebuah kapasitas yudisial.

B. Ruang Lingkup Bidang Psikologi Forensik

Kalangan para psikolog forensik (dalam Sunbreg dkk, 2007, h. 359) mengatakan bahwa yang menjadi eksplorasi psikologi forensik dikelompokkan menjadi bagian antara lain:

1. Psychology of criminal conduct (psikologi perbuatan

kriminal), psychology of criminal behavior (psikologi perilaku kriminal), criminal psychology (psikologi kriminal), semua berhubungan dengan psychological study of crime (kajian psikologis tentang kriminalitas/ kejahatan).

2. Forensic clinical psychology (psikologi klinis forensik),correctional psychology (psikologi koreksional), assesment dan penanganan atau rehabilitasi perilaku yang tidak diinginkan secara sosial.

3. Mempelajari tentang metode atau teknik yang digunakan oleh badan kepolisian, antara lain police psychology (psikologi polisi), behavioral science (ilmu perilaku), dan investigative psychology (psikologi penyelidikan).

4. Bidang psychology and law (psikologi dan hukum) terutama difokuskan pada proses persidangan hukum dan sikap serta keyakinan partisipannya.

C. Sirkulasi Fase-fase Psikologi Forensik

Sedangkan Sunbreg dkk (2007, h. 359) menyatakan bahwa psikologi forensik dapat dilihat sebagai bidang yang terdiri atas tiga tipe dasar yang berkorespodensi dengan fase-fase sistem hukum kriminal (pidana), hukum sipil, atau hukum preventif. Fase-fase klasifikasi psikologi forensik saling berhubungan secara sirkuler antara lain: kegiatan investigatif menghasilkan respons-respons ajudikatif, yang menghasilkan ukuran-ukuran untuk mencegah perilaku tak diinginkan yang lebih jauh, dan preferensi akan menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang perlu diinvestigasi.







*** ilustrasi singkat buku "psikologi forensik"
[Read More...]


Return to top of page Copyright © 2011 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors