Wanprestasi (pertemuan ketujuh)



Pada umumnya semua kontrak diakhiri dengan pelaksanaan.  Memenuhi perjanjian atau hal-hal yag harus dilaksanakan disebut prstasi. Apabla prestasi itu dilaksanakan, maka kewajiban para pihak berakhir. Namun sebaliknya jika si berutang atau debitur tidak melaksanakannya maka ia disebut wanprestasi.
Secara sederhana wanprestasi adalah tidak melakukan prestasi, atau melakukan prestasi, tetapi yang dilaksanakan tidak tepat waktu, dan tidak sesuai dengan yang seharusnya. Dalam restatement of the law of contracts (Amerika Serikat), wanprestasi atau breach of contracts dibedakan menjadi dua yaitu total breach dan partial breachts.
Total breachts artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan, sedangkan partial breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untk dilaksanakan. Dalam bahasa belanda wanpretasi diartikan pengurusan buruk, _wanhebeer: pengurusan buruk_wandaad: perbuatan buruk.
Wanpretasi dapat berupa:
1.      Sama sekali tidak memenuhi prestasi;
2.      Prestasi yang dilakukan tidak sempurna;
3.      Terlambat memenuhi prestasi;
4.      Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.
Berdasarkan pembagian wanprestasi di atas ada dua kemungkinan yang dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan yaitu pembatalan dan pemenuhan kontrak. Jika diuraikan lebih lanjut, kemungkinan akibat dari wanpretasi itu dibagi menjadi empat:
1.      Pembatalan kontrak saja;
2.      Pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi;
3.      Pemenuhan kontrak saja;
4.      Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi.
Tidak selamanya debitur mesti memenuhi prestasi, oleh karena debitur dapat  mengajukan tangkisan untuk membebaskan diri dari akbat buruk dari wanprestasi tersebut. Tangkisan atau pembelaan dapat berupa:
1.   Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena keadaan terpaksa misalnya A melakukan kontrak jual beli semen dengan si B, untuk mengantar semen tersebut harus melalui laut, tapi ombak masih besar, sehingga semen tersebut belum dapat diantar, kalaupun menggunakan pesawat terbang untuk mengantar semen tersebut akan menghabiskan biaya yang mahal. Maka ditunggu sampai ombak atau syarat berlyar terpenuhi.
2.   Tidak dipenuhinya kontrak terjadi karena pihak lain juga wanprestasi (excepptio non adimplei contractus), misalnya Si A belum membayar sisa pinjaman atas utang mobil yang dibelinya dari B, oleh karena Si B belum menyerahkan juga BPKB mobil tersebut.
3.  Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena pihak lawan telah melepaskan haknya atas pemenuhan  pretasi, misalnya Si A mengirim beras kepada Si B yang mutunya lebih rendah dari pada beras yang biasanya dikirim, namun si B masih memesan beras yang sama lagi tanpa mengajukan protes terhadap kualitas beras yang dikirim sebelumnya (baca: beras yang mutunya rendah).
[Read More...]


Hermeneutika Hukum (materi kuliah Logika Hukum)



Hermeneutika pertama kali dikenal di Yunani. Yakni ketika bahasa langit diserahkan kepada dewa Hermes, hanya dewa Hermes[1] dianggap mampu menafsirkan bahasa-bahasa langit itu sehingga dapat membumikan bahasa-bahasanya (baca: teks suci).
Gregory Ley (1992) dalam “Legal Hermeneutics: History, Theory And Practicemengemukakan legal heremeneutics is, then, in reality no special case but is, on the contrary, fitted to restore the full scope of the hermeneutical problem and so to restrieve the former unity of hermeneutics, in which jurist and theologian meet the student of the humanities (hermeneutika hukum dalam kenyataannya bukanlah merupakan suatu kasus yang khusus/ baru, tetapi sebaliknya, ia hanya merekonstruksi kembali dari seluruh problema hermeneutika dan kemudian membentuk kembali kesatuan hermeneutika secara utuh, dimana ahli hukum dan teologi bertemu dengan para ahli humaniora/ ilmu kemanusiaan).
Kata heremeneutics berasal dari turunan kata benda “hermeneia” yang secara harfiah diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi. Kata hermeneutics adalah sebuah kata benda[2] yang mengandung tiga arti
1.    Ilmu penfsiran;
2.     Ilmu untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam kata-kata atau ungkapan Penulis;
3.      Penafsiran yang secara khusus menunjuk pada penafsiran teks atau kitab suci.
Selain dikenal terminology interpretasi juga dikenal istilah metode konstruksi. Bagi yuris yang berasal dari system hukum Eropa Continental tidak memisahkan secara tegas antara metode interpretasi dan metode konstruksi. Sementara pada negara dengan system Hukum Anglo Saxon membuat pemisahan secara tegas antara metode interpretasi dan metode konstruksi.[3]
Metode interpretasi dilakukan dalam hal peraturannya ada, tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwa konkret, interpretasi terhadap teks tetap berpegang pada bunyi teks itu. Sedangkan metode konstruksi hukum dilakukan dalam hal peraturannya memang tidak ada, jadi terdapat kekosongan hukum (rechts norm) atau kekosongan undang-undang (wet vacuum).[4]
Pada umumnya metode interpretasi hukum dapat dibagi sebagai berikut:    
1.   Interpretasi gramatikal; menafsirkan kata-kata dalam Undang-undang sesuai dengan kaidah bahasa dan kaidah hukum tata bahasa. Bagi A. Pitlo mengemukakan interpretasi gramatikal berarti kita mencoba menangkap arti sesuatu teks/ peraturan menurut bunyi kata-katanya. Misalnya kata menggelapkan dalam Pasal 41 KUHP ditafsirkan sebagai menghilangkan.
2.    Interpretasi historis; penafsiran berdasarkan proses pembuatan Undang-undang. Misalnya asas berlaku surut dalam UU Pengadilan HAM.
3.   Interpretasi sistematis; metode  untuk menafsirkan Undang-undang sebagai bagian  dari keseluruhan system perundang –undangan. Misalnya pengakuan anak yang dilahirkan dalam pernikahan, Hakim harus mencari ketentuannya dalam KUH pdt dan KUH pdn.
4. Interpretasi sosiologis/ teologis; penafsiran yang ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan. Misalnya pencurian jaringan dan aliran listrik ditafsirkan sebagai barang berdasarkan Pasal 362 KUHP.
5.  Interpretasi komparatif; penafsiran dengan jalan membandingkan antara berbagai system hukum. Misalnya perbandingan antara perjanjain internasional dengan undang-undang / hukum nasional.
6.  Interpretasi futuristic; metode penemuan hukum yang bersifat antisipasi (penjelasan ketentuan UU dengan berpedoman pada UU yang belum mempunyai kekuatan hukum.
7.  Interpretasi restriktif; interpretasi yang sifatnya membatasi. Misalnya interpretasi kata “tetangga” berdasarkan Pasal 666 BW, dapat diartikan setiap tetangga yang termasuk penyewa dari pekarangan di sebelahnya.
8. Interpretasi ekstensif; metode penafsiran yang melebihi batas-batas hasil interpretasi gramatikal. Misalnya perkataan menjual berdasarkan Pasal 1576 bukan hanya semata-mata jual beli tetapi juga menyangkut peralihan hak.




[1] Hermes sebagai dewa diasosiasikan Nabi Idris sebagaimana dikemukakan Sayyed hussain Naser ((1989: 71) mengemukakan adanya tiga unsur dalam aktivitas penafsiran yaitu: (1) tanda, pesan, atau teks yang menjadi sumber atau bahan dalam penafsiran yang diasosiasikan dengan pesan yang dibawah oleh Hermes atau nabi Indis; (2) perantara atau penafsir (Hermes atau Nabi idris); (3) penyampain pesan itu oleh sang perantara agar bisa dipahami dan samapi kepada yang menerima
[2] Dalam kosa kata kerja hermeneo, hermeneuin. Hermeneo artinya mengungkapkan pikiran-pikiran seseorang dalam kata-kata dan hermeneuin bermakna mengartikan, menafsirkan, dan menerjemahkan dan juga bertindak sebagai Penafsir.
[3] Untuk materi Konstruksi Hukum, akan dijelaskan pada pertemuan berikutnya
[4] Pendapat ini dikemukakan diantaranya Curzon, B. Arief Sidharta, dan Achmad Ali.
[Read More...]


Jenis-Jenis Kontrak dan Interpretasi dalam Hukum Kontrak (Pertemuan ke-enam)



Pada pertemuan sebelumnya telah dikemukakan jenis-jenis kontrak, diantaranya kontrak bersyarat, kontrak  dengan ketetapan waktu, kontrak mana suka. Pada pertemuan kali ini akan dikemukakan jenis kontrak; kontrak tanggung menanggung/ tanggung renteng, kontrak dapat dibagi dan tidak dapat dibagi dan kontrak ancaman hukuman.[1]
Kontrak tanggung menanggung, dalam kontrak semacam ini, disalah satu pihak terdapat beberapa orang. Jadi bisa pihak debitur terdiri satu orang berhadapan dengan beberapa kreditur atau bisa juga kreditur terdiri satu orang sementara berhadapan dengan beberapa debitur. Misalnya A, B, dan C sama-sama meminjam uang ke D sebesar Rp. 100.000, maka  A, B dan C dapat ditagih sebanyak Rp. 100.000, A, B dan C tidak bisa ditagih sebesar Rp 300.000, kecuali diperjanjikan bahwa masing-masing dapat ditagih untuk seluruh utang tersebut.
Kontrak dapat dibagi adalah suatu kontrak yang dilihat dari prestasinya, dapat dibagi menurut imbangan, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakikat prestasi itu. Misalnya suatu perikatan untuk menyerahkan sejumlah barang seperti hasil bumi, mis; beras. Sedangkan kontrak yang tidak dapat dibagi misalnya kewajiban untuk menyerahkan seekor kuda jelas tidak dapat dibagi, karena jika dibagi maka akan hilang hakikat dari kuda itu.
Kontrak dengan ancaman hukuman adalah suatu kontrak dimana ditentukan bahwa si-berutang, untuk jaminan pelaksanaan kontraknya, diwajibkan melakukan sesuatu apabila perikatannya tidak dipenuhi. Misalnya Si A meminjam uang kepada B, namun jika dalam pembayaran angsuran terjadi penundaan pembayaran selama sebulan, maka didenda 10 %.
Interpretasi dalam Kontrak
Penafsiran tentang kontrak diatur dalam Pasal 1342 BW sampai dengan Pasal 1351. Pada dasarnya perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah dapat dimengerti dan dipahami isinya. Namun dalam kenyataannya banyak kontrak yang isinya tidak dapat dimengerti oleh para pihak. Sehingga isi perjanjian dapat diklasifikasikan dalam dua kategori diantaranya:
1.      Kata-katanya jelas dan;
2.      Kata-katanya tidak jelas, sehinga menimbulkan bermacam-macam penafsiran.
Apabila kata-katanya yang ada di dalam perjanjian tidak jelas, dapat dilakukan penafsiran terhadap isi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Beberapa penafsiran yang dikenal dalam hukum kontrak sebagai berikut:
1.    Penafsiran disesuaikan dengan maksud para pihak yang membuat perjanjian (Pasal 1343);
2.    Penafisran yang diarahkan kepada kemungkinan terlaksananya kontrak (Pasal 1344);
3.    Penafsiran kearah yang paling selaras dengan sifat kontrak (Pasal 1345);
4.    Penafsiran yang didasarkan pada kebiasaan setempat (Pasal 1346);
5. Penafsiran diarahkan terhadap kerugian orang yang meminta diperjanjikan suatu hal, dan untuk keuntungan orang yang mengikatkan dirinya untuk itu (Pasal 1349);


[1] Materi Kuliah ini sebagin besar diambil dari buku Salim HS, 2003, Hukum Kontrak;  Subekti, 2000, Hukum Perjanjian; & Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak, Perancangan Kontrak.
[Read More...]


Jihad Politik Untuk Kenaikan BBM



Kurang lebih dua ratus juta mata tertuju kepada SBY yang sedang berpidato atas kegundahan rencana kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak). Hampir semua siaran televisi swasta menyiarkan keluhan pemerintah Yudhoyono. Nampak SBY sebagai sopir tunggal duduk bersanding dengan Boediono dibantu oleh “karnet” menteri-menterinya sedang linglung, galau, tak karuan, dan menderita amat dalam, pedih, menyikapi berbagai tuduhan dan sentimentil “fitnah” yang menusuk dan menguhujam jantungnya.
Berbagai pengamat menoreh sejuta tafsir hermeneutik (baca: teks) dan semiotik (symbol) atas pernyataan SBY. SBY konon katanya melakukan melodramatika, curhat, politik peringatan, dan melakukan ancaman balik kepada media beserta pengamat yang selalu mencekam kebijakan kenaikan BBM. SBY sepertinya merasa ketakutan (fear), sebuah ketakutan yang berlebihan. Inilah yang ditafsir oleh psikoanalisis Sigmund freud sebagai individu yang terkena sindrom “paranoid.”
Jabatan yang diembannya, setelah rakyat memilih secara langsung (directe electy) “seolah” tidak yakin lagi mampu menjalankan amanah sebagai khalifahtulloh, untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan (welfare), dan mengurangi angka pengangguran. Logikanya sudah mengalami kekacauan (chaos). Ketika SBY di satu sisi ingin mengurangi laju kemiskinan, namun tetap “ngotot” untuk menaikkan BBM. Ironisnya jika BBM naik, hampir semua roda perekonomian terkena inflasi besar-besaran. Harga bahan bakar pasti naik, harga pangan melaju tinggi, sampai makanan instan-pun yang bisa menjadi penolong rakyat miskin/ anak jalanan pasti terkena imbas kenaikan gara-gara kenaikan BBM.
Mendulang rasa cinta dan kasih Nabi Isa AS, kearifan Muhammad SAW,  tanggung jawab pemimpin seorang khalifah Umar Bin Khatab. Hanya menjadi bumbu, dan bahan bernostalgia saja. Bukan menjadi teladan untuk menuju pemimpin transhuman. Tidak bisa diharapkan pemimpin saat ini mengabsorbsi sikap Isa yang mengabadikan hidupnya untuk orang miskin, menghapus kekerasan antar sesama. Terlebih meneladai (uswatun kh’asana) Muhammad yang rela menahan lapar demi para sahabat, menanggalkan pakaian untuk sahabat yang sangat menyenangi pakaiannya. Ataukah Umar yang berjalan terseok-seok, tersengal-sengal sedang mengantar gandum kepada seorang Ibu yang sedang memasak batu dalam sebuah panci yang berisi air. Oleh karena sang Ibu didengar oleh Umar ketika menyelip di tengah gelap gulita. Sang Ibu tersebut memanjakan anaknya dengan janji kosong “akan masak makanan nantinya”  karena anaknya tidak bisa berhenti menangis, menahan rasa lapar.
Alkisah yang lain Umar pernah diteriaki oleh rakyatnya saat  berpidato di podium yang sering digunakan jua oleh Rasulullah, “bahwa jika engkau Umar bengkok dalam memimpin maka aku akan meluruskan engkau dengan pedangku”. Dan secara spontan Umar Bin Khatab radiullohuanhu berkata “puji syukur ya Allah, masih engkau menyimpan orang yang bisa mengingatkanku agar aku berlaku adil”.
Berbanding terbalik dengan pemimpin kita sekarang. Memaksa rakyatnya untuk menerima “kemiskinan”. Dalam sebuah pidato SBY berkata “presiden mana yang senang, atau gembira menaikkan harga BBM. Saya diejek, dihabisi oleh media massa, oleh politisi, saya takut, ragu-ragu dan sebagainya”. Pernyataan tersebut mengindikasikan jauh sekali dari teladan  khalifatulloh Umar Bin Khatab.
Rakyat dipaksa menerima “takdir’ kenaikan BBM. Kenaikan BBM bagai Sunnatulloh. Inilah dalah terminologi Abdul Munir Mulkhan “Balada Rakyat Dari Negeri Orang Saleh”. BBM sudah mesti naik harganya,  adalah keniscayaan sejarah. Oleh karena minyak dunia juga sudah naik. Karena itu, katanya “kenaikan BBM sudah tidak bisa lagi dihindari.”
Pemerintahan Indonesia di bawah kendali kabinet bersatu jilid II tidak sekecil khalifah di zaman Rasul dan para khalifah di era Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Terlepas dari juga adanya kekacauan khalifah di zamannya. Kematian Usman yang dilukiskan oleh seorang Penulis Mesir Forouq Fouda, bahwa runtuhnya rezim Usman adalah korupsi yang dilakukan dengan menumpuk jutaan kilo emas. Namun setidaknya semua khalifah tersebut berani membaur ke rakyat dan turun melihar derita apa lagi yang menderah rakyatnya.
Lantas, bagaimana dengan SBY dan para pembantunya, sudahkah mereka turun ke setiap daerah yang dipimpinnya, melihat anak busung lapar, dan jutaan anak mengharap iba dari kaum dermawan. Kondisi anak jalanan yang semakin bertambah di kota-kota besar. Malah sebaliknya pemerintah tidak “ridho” jika ada anak jalanan yang meminta uang receh ala kadarnya dari kaum dermawan. Tidakkah pemimpin kita sadar ketika menciptakan Perda pembatasan anak jalan, bahwa dibalik rezekinya (baca: orang kaya) ada hak dan bagian orang miskin (kaum mustadhafin).
 Anarki Vs Jihad Politik
Ada tindakan anarkis. Membakar mobil dinas. Membakar pertamina sebagimana yang dilakukan oleh Mahasiswa di kota Makassar. Membakar ban sehingga mengganggu pengendara jalan. Peristiwa membakar segalanya, diartikan sebagai reaksi ketidakpercayaan Mahasiswa yang mengatasnamakan rakyat. Pemerintah tidak punya daya, hati nurani dan kekuatan apa-apa atas kenaikan BBM. Karena kenaikan BBM adalah takdir sejarah yang tidak bisa dielakkan. Padahal pemimpin NRI sebagai khalifah belum berjuang (baca: Jihad) sesungguhnya untuk rakyatnya. SBY perlu tahu bahwa jika Negara ditegakkan dengan adil, Allah akan menegakkan Negara itu meskipun bukan Negara Islam sebagaimana Ibnu Tayimiyyah pernah mengatakan di masa hidup beliau.
Tindakan anarki demonstran di Makassar. Mengambil tabung gas kemudian membagikan secara gratis kepada pengguna jalan. Mahasiswa telah bertindak bak John Key yang merampok harta orang kaya kemudian dibagikan kepada orang miskin. Ataukah ia berani meneladani Sunan Kalijaga merampok harta para pejudi. Dianalogikan Mahasiswa merampok harta para penjahat sekelas pejudi yakni koruptor, sehingga halal diambil hartanya untuk dbagikan kepada kaum miskin.
Mustahil perkara demikian akan terjadi. Jika jihad politik ditegakkan. Partai politik yang menjadi komando demokrasi melalui instrument pemilihan umum dari suara Tuhan. Ketika menjabat kursi legislatif berani menanggalkan atribut-atribut partainya. Tidak perlu ada “mimpi” untuk mempertahankan kedigdayaan rezim melalui pencitraan partai (image) yang pada akhirnya terjadi peristiwa “politik saling sandera” laksana bani Umayah Bin Abu Sufyan yang menghalalkan darah Husain untuk dibunuh, hingga Husain terbantai di padang Karbala. Karena pekerjaan yang demikian akan membuat para khalifah (baca: legislative, & eksekutif) “amnesia” untuk memprioritaskan kesejahteraan rakyatnya.
Masih ada tersisa harapan bagi pemerintah untuk tidak menaikkan BBM. Jika pemimpin berani bersikap seperti Muhammad SAW, yang menanggalkan pakaiannya demi orang yang amat menyayangi pakaian yang sedang dikenakan. Muhammad yang pernah kehabisan uang dirham, hanya untuk membelikan sepotong roti, dari seorang yang ditemuinya kelaparan di padang pasir. Pertanyaannya sekarang, maukah Presiden kita dan semua anggota legislatif memotong gajinya untuk pengalihan dana terhadap penundaan “kenaikan BBM”. Jikalau BBM tetap naik, maka jihad politik untuk menanggalkan atribut partai. SBY dan kroninya tidak lagi berdiri di atas “syariat” dalam menegakkan keadilan sesama.


Penulis adalah: Dosen Pengajar Mata Kuliah Logika Hukum Universitas Ichsan Gorontalo
[Read More...]


Return to top of page Copyright © 2011 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors