PIP: Hukum Laut (Pendahuluan; Pertemuan Pertama)



Berdasarkan konvensi Montevidio 1933 wilayah merupakan salah satu unsur berdirinya Negara, wilayah itu sendiri bukan hanya wilayah daratan, tetapi juga laut (perairan) bahkan udara dan luar angkasa telah menjadi wilayah dari suatu negara. Karena itu lautpun tidak menutup kemungkinan disana terdapat kedaulatan dari suatu Negara.
Dalam sejarahnya, laut telah memilki banyak fungsi diantaranya sebagai 1) sumber makanan bagi ummat manusia; 2) jalan raya perdagangan; 3) sarana untuk penaklukan; 4) tempat pertempran-pertempuran; 5) tempat bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.
Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi maka fungsi laut semakin bertambah dengan ditemukannya bahan-bahan tambang dan galian yang berharga di dasar laut dan usaha-usaha mengambil sumber daya alam. Atau  laut juga dapat dikatakan sebagai jalur pelayaran, kepentingan pertahanan, keamanan dan pelbagai kepentingan lainnya.
Disamping itu dengan berakhirnya perang dunia kedua, sebagaimana dikemukakan oleh M. Kusumaatmadja (1978: 1) yang dikutip oleh Prof. Dr. Alma  Manuputty Patileuw, SH, MH (2012: 1) beberapa faktor yang menyebabkan sehingga hukum laut internasional mengalami perubahan diantaranya:
  1. Semakin bergantungnya penduduk dunia yang semakin bertambah jumlahnya pada laut dan samudera sebagai sumber kekayaan alam baik hayati maupun nonhayati termasuk minyak, dan gas bumi.
  2. Kemajuan tekhnologi yang memungkinkan penggalian sumber kekayaan alam di ilaut yang tadinya tak terjangkau oleh manusia.
  3. Perubahan peta bumi politik sebagai akibat kebangkitan bangsa-bangsa merdeka, menginginkan perubahan dalam tata hukum laut internasional yang dianggap terlalu menguntungkan Negara-negara maju.
Ada dua konsepsi yang melahirkan pertumbuhan hukum laut internasional yaitu:
  1. Res Communis, yang menyatakan bahwa laut itu adalah milik bersama masyarakat dunia, dank arena itu tidak dapat dimilki atau diambil oleh masing-masing Negara (HUGO GROTIUS).
  2. Res Nullius yang menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang memiliki dan arena itu dapat diambil oleh masing-masing Negara (JOHN SELDEN).

Sejarah kelahiran hukum laut setidaknya dapat diidentifikasi dalam beberapa fase sebagai berikut
  1. Pada tahun 1936 telah diadakan konferensi kodifikasi di Denhaag
  2. Pada tahun 1939 dikeluarkan ordonansi yang mengatur batas laut territorial sejauh 3 mil.
  3. Pada tahun 1958, diadakan konprensi hukum laut di jenewa, tetapi konprensi ini belum mampu menghasilkan kesepakatan internasional dalam jarak 3 mil laut

Konperensi PPB tentang hukum laut tahun 1958 walaupun menghasilkan 4 buah konvensi, namun dinilai masih kurang berhasil menetapkan batas lebar laut territorial sehingga karena semua ketentuan mengenai baik landas kontinen, perlindungan kekayaan hayati laut serta laut lepas jadi mengambang. Maka kemudian berlanjut dalam konperensi hukum laut II (1960) juga mengalami kegagalan.
Nanti pada tahun 1974, diadakan lagi konperensi hukum laut di Caracas Venezuela yang menentiukan jarak wilayah laut territorial sejauh 12 mil laut, kemudian berlanjut dengan konperensi tahun 1982 (III) diperoleh kesepakatan bersama dalam jarak 12 mil laut.
Ketentuan yang merupakan perkembangan progresif dari konperensi hukum laut 192 adalah selat yang digunakan untuk pelayaran internasional, Negara kepulauan, zona ekonomi eksklusif, pengelolaan dan konservasi sumber daya hayati di laut lepas, pulau, laut tertutup atau separuh tertutup.

Sumber tulisan disarikan dari buku Subagyo, Alma Manuputty, Mochtar Kusumaatmadja, & Dikdik M. Sodik.
[Read More...]


Malam Laitul Qadar, Misi Kemanusiaan KPK




Ada apa lagi gebrakan KPK, seolah-olah menghantam jantung koruptur di bulan suci ini? Yakni koruptor yang bersemayam dalam lingkar kekuasaan. Mulai dari eksekutif, legislatif hingga judikatif. Terjadi korupsi dalam lingkup politik dan judicial yang disebut political corruption, judicial corruption; meminjam terminologi Giovanni Sartory.
Di lingkungan eksekutif misalnya menyeret nama “DK” serta sederet nama petinggi Negara (sudah dikantongi KPK) juga terancam dinazaruddinkan dalam kasus Wisma Atlet dan mega-proyek Hambalang. Di lingkungan legislatif ada nama “ZD” dalam korupsi pengadaan Al-Qur’an. Tak terkecuali di lingkungan kehakiman (baca: judikatif). Sudah menjadi rahasia umum, banyak sekali mafia kasus, makelar kasus yang memporak-porandakan kemandirian peradilan kita, ditunjukan banyak hakim yang dimejahijaukan karena kasus penyuapan perkara.
Beberapa hari yang lalu di tengah karut-marut hukum kita. Bulan ramadhan tidak berarti menghentikan misi kemanusiaan KPK. Meski para anggota dan ketua KPK sedang menjalankan ibadah puasa. Adalah  merupakan hikmah dan prestasi tersendiri jika KPK berhasil mengungkap setiap koruptor yang menggarong uang Negara, milik rakyat. Di bulan ramadhan, dengan menangkap setan-setan duniawi adalah sebuah  berkah dan rahmat “teologi sosial” dari malam laitul qadar. Malam yang dimaknai sebagai malam melebihi kebaikan yang dilakukan selama seribu bulan (khairun min alfi syahrin).
Di bulan suci ini, KPK berusaha mencari keberkahan turunnya laitul qadar untuk menyelematkan bangsa dari kejahatan yang membuat rakyat ini dari kemiskinan, penderitaan kasus polio, gizi buruk, kebodohan, dan kemelaratan yang berkepanjangan.
Sebagai anak kandung DPR, nyatanya tidak menyurutkan langkah KPK untuk menjerat koruptor dari berbagai oknum di tiap “anak tangga” lembaga negara. Ada nama-nama seperti Nazaruddin, Angelina Sondakh, ZD, DK yang sudah berada dalam tahanan dan pemeriksaan KPK.
Semoga misi kemanusiaan KPK ini tidak terhenti oleh politik saling tangkap dan sandera dari istana, dan pengusaha naga. KPK tidak ciut nyalinya di bulan ramadhan di saat setan koruptur keluar dari kerangkeng, untuk menilap miliaran rupiah, milik rakyat Indonesia.
Jika segala amal ibadah diganjar dengan pahala yang berlipat ganda, maka aksi dan misi kemanusiaan menangkap para setan koruptur juga dapat diinterpretasi, ia akan mendapat ganjaran pahala yang berlipat ganda. Bukankah dengan menangkap para penjahat tersebut, merupakan gerakan atau misi kemanusiaan (teoantroposentris) menolong jutaan masyarakat miskin di nusantara ini.
Di saat para koruptor tertawa, tersenyum simpul, merayakan buka puasa di hotel berbintang. Dengan gebrakan KPK, tiada waktu tidur nyenyak bagi mereka untuk menipu Tuhan, dengan pura-pura beriman, dengan pura-pura dermawan, berzakat, padahal uang yang mereka bagi-bagi berasal dari uang haram (baca: korupsi).
Termasuk KPK pun harus rela tidak tertidur lelap, meraih berkah ramadhan di malam laitul  qadar, untuk mengumpulkan barang dan alat bukti dari berbagai modus operandi kejahatan yang terjadi di lingkungan Kapolri. Yakni adanya indikasi korupsi pengadaan simulator kemudi motor dan kemudi mobil pada 2011 senilai Rp189 miliar.
Di bulan ramadhan, malam seribu malam ketika malam laitul qadar sebagai malam yang lebih istimewa dibandingkan malam lainnya. Dapat dijadikan momentum bagi KPK yang bisa dikata seumur jagung, untuk menuntaskan kasus korupsi yang terjadi di lingkungan Kapolri.
Kapolri janganlah bersikap angkuh, culas, seolah lembaganya paling bersih. Karena  puasa mengajarkan dan melatih agar kita jujur, disiplin dan berakhlak mulia.
Publik dan kita semua sadar bahwa Kepolisan sebagai lembaga turunan eksekutif ini. Meski lagi sibuk mengembalikan citranya dari kasus rekening gendut, mafia pajak dalam kasus Gayus. Janganlah bersikap curang, ingin menyelematkan para kerabatnya padahal terindikasi kasus korupsi. Karena kejujuran mengungkap kejahatan, adalah bahagian dari sah-tidaknya menjalankan puasa selama satu bulan. Meskipun sah-tidaknya ibadah itu adalah wilayah privasi Tuhan.
Momentum yang penulis maksud adalah KPK dapat melakukan “ijthad politik” tanpa terpasung dengan teks dan pesan simbolik laitul qadar, bahwa kita harus melantunkan doa, istighfar di mesjid, membaca nash-nash Al-Qur’an. Oleh karena pada 10 hari terakhir ini lailatul qadar akan turun ke dunia membawa pelbagai macam keutamaan bagi alam semesta. Lailatul qadar penuh dengan keutamaan.
Pada malam ini Alquran diturunkan pertama kali, pada malam ini para malaikat memadati dunia, dan malam ini lebih baik daripada seribu bulan (sebagaimana ditegaskan dalam Alquran Surat Al-Qadar: 1–5). Menurut sebuah Hadis yang diriwayatkan dari Siti Aisyahra, lailatul qadar akan turun pada 10 hari terakhir dari bulan puasa, terutama di malam-malam ganjil seperti malam tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29.
Sah-sah saja beropini demikian. Namun lebih baik rasanya, demi kepentingan ummat, KPK menyelamatkan  asset Negara. Karena dengan menyelamatkan asset Negara dapat dimaknai sebagai aksi sosial menjalankan “teologi ramadhan” . Sebagai sebuah kesadaran trans-human.
Laitul qadar di tengah persoalan bangsa ini dalam pusaran kubangan lumpur korupsi. Penting untuk dimaknai sebagai malam penuh kearifan. Dimana Tuhan dan para malaikat-Nya menebarkan rahmat dan cinta kasih-Nya yang tak terbatas kepada mereka yang meyakini ajaran Islam.
Agar rahmat, kedamaian dan cinta kasih ini menebar keseluruh nusantara maka salah satu misi kemanusiaan. Dituntut peran  KPK mendamaikan negeri ini dari setan koruptor yang berkeliaran, menyelematkan jutaan kepentingan rakyat yang didera penderitaan, yang tidak pernah menikmati kesejahteraan layak. Inilah yang dimaksud aksi atau misi kemanusiaan KPK mengangkat orang-orang yang dilanda kemiskinan. Karena harus mencari makanan dari mengais sampah, atau memakan nasi aking bersama keluarga dan anak cucu mereka.
Di sisa hari bulan suci ini. Lebih baik memahami malam laitul qadar untuk mereguk kearifan menyelamatkan bangsa dari segala tetek bengek yang merugikan keuangan Negara. Dan tak lupa jua si kaya sebaiknya menyisihkan sebagian tunjangan jabatan dan hasil jerih payahnya untuk pendidikan, kesehatan, dan penyediaan lapangan kerja buat pengangguran.
Hal ini lebih jelas dan tampak mudaratnya. Ketika malam laitul qadar dimaknai untuk memecahkan persoalan bangsa dari pada sibuk mencari bentuk, rupa, dan wujud laitul qadarkarena hanya didorong oleh kepentingan ego spiritual, ingin kaya, atau mendapatkan pangkat dan jabatan, lebih-lebih hanya niat menumpuk pahala, agar nanti terjamin masuk surga.
Pertanyaannya sekarang, maukah kita mencari makna laitul qadar hanya untuk kepentingan diri sendiri semata ? Padahal bumi Tuhan ini diperuntukkan untuk semua ummat dengan kamar-kamar surganya masing-masing. Semuanya, ada di tangan KPK untuk menjalankan misi kemanusiaannya.
[Read More...]


Putusan Sela



Putusan sela merupakan putusan yang dijatuhkan oleh hakim sebelum memutuskan pokok perkara yang dimaksud agar mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Dalam konteks ini tidaklah terikat pada putusan sela yang telah dijatuhkan, karena pemeriksaan perkara perdata harus dianggap merupakan satu kesatuan, sehingga putusan sela hanya bersifat sementara dan bukan putusan tetap.
Berdasarakan Pasal 185 ayat 1 HIR/ Pasal 196 ayat 1 Rbg, sekalipun harus diucapkan dalam persidangan, tidak dibuat secara terpisah, tetapi ditulis dalam acara berita persidangan. Demikian halanya juga ditegaskan dalam Pasal 190 ayat 1 HIR/ Pasal 120 ayat 1 Rbg, menentukan bahwa putusan sela hanya dapat dimintakan banding bersama-sama dengan permintaan banding terhadap putusan akhir saja.
Dalam praktiknya di pengadilan, pada pokoknya putusan sela dapat dibagi sebagai berikut
PUTUSAN PREPATOIR
Putusan prepatoir adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim guna mempersiapkan dan mengatur pemeriksaan perkara. Sifat dasar dari putusan prepatoir adalah tidak mempengaruhi pokok perkara itu sendiri. Misalnya putusan yang menetapkan bahwa gugat balik (gugatan dalam rekonvensi) tidak diputus bersama-sama dengan gugatan konvensi atau putusan yang menolak/ menerima penundaan sidang dikarenakan alasan yang tidak dapat diterima, atau putusan yang memerintahkan pihak tergugat asli (principal) datang mengahadap sendiri di persidangan.
PUTUSAN INTERLUKOTOIR
Putusan interlukotoir adalah putusan sela yang dijatuhkan oleh hakim dengan amar yang berisikan perintah pembuktian dan dapat mempengaruhi pokok perkara. Misalnya putusan yang berisi perintah untuk memberikan keterangan ahli, putusan tentang beban pembuktian kepada salah satu pihak agar membuktikan suatu putusan dengan amar memerintahkan dilakukan pemeriksaan setempat (descente).
PUTUSAN PROVISIONIL
Putusan provisional adalah putusan yang menetapkan suatu tindakan sementara bagi kepentingan salah satu pihak yang berperkara (dalam hal ini dihubungkan karena adanya hubungan dengan pokok perkara). Misalnya dalam perkara perceraian yang sedang diadili oleh Pengadilan Negeri, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat, istri mohon izin hakim agar meninggalkan rumah suaminya selama berlangsung persidangan dan hakim  dalam putusan provisional dapat menunjuk rumah dimana istri harus tinggal (vide: Pasal 212 KUH Pdt atau Pasal 24 PP Nomor 9 Tahun 1979 atau Pasal 77 dan 78 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989)
PUTUSAN INSIDENTIL
Putusan insidentil adalah putusan yang dijatuhkan hakim sehubungan adanya insiden, yang menurut sIstem RV (Reglement op de Burgelijke Rechtsvordering) diartikan sebagai timbulnya kejadian yang menunda jalannya perkara. Misalnya ketika pemeriksaan sidang berlangsung salah satu pihak mohon agar saksinya didengar atau diperkenankan seorang pihak ketiga (interventie) masuk dalam perkara perdata tersebut dalam bentuk voeging (menyertai) atau tussenkomst (menengahi, vide: Pasal 279 – 282) dan bentuk lainnya adalah vrijwaring/ garansi/ penanggungan (vide: Pasal 70- 76 Rv), yang jika diuraikan, maka penjelasan dari ketiga bentuk putusan  sebagai berikut:
  1. Voeging adalah masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara yang sedang berlangsung dimana pihak ketiga tersebut memihak salah satu pihak, biasanya kepada pihak tergugat, untuk melindungi kepentingan hukumnya dari pihak ketiga itu sendiri.
  2. Tussenkomst adalah pihak ketiga yang masuk dalam suatu perkara yang terjadi antara pihak penggugat dan tergugat dengan maksud untuk melindungi kepentingan pihak ketiga itu sendiri.
  3. Vrijwaring adalah dimana salah satu pihak yang berperkara menarik pihak ketiga untuk ikut berperkara, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan pihak yang menariknya.
[Read More...]


Membumikan Tuhan Dalam Teologi Ramadhan




 
Ada yang menarik ketika penentuan satu ramadhan menjadi arena debat antara pemerintah di bawah naungan kementerian beragama dan  beberapa kader Muhammadiyah. Ada yang melaksanakan puasa pada tanggal 20 (hari Jumat 2012). Ada lagi yang melaksanakannya satu hari kemudian (Sabtu, 21 Juli 2012), bagi yang berjamaah, mengikuti fatwa pemerintah.
Itulah pemerintah yang berkehendak menasionalkan puasa ramadhan sebagai wilayah “prifasi” teologis hambah dengan Tuhannya. Padahal puasa adalah ibadah nan suci yang tidak bisa diganggu gugat oleh tafsir tunggal seorang penguasa.
Tak kala menariknya lagi, di Gorontalo, negeri serambi Madina itu yang dihuni oleh mayoritas Muslim (selebihnya Nasrani, Hindu, Budha dan Konghucu). Menjemput ramadhan dengan berbagai ritual dan perayaan simbolik. Seperti melantunkan dzikir sepanjang malam, memotong ayam untuk syukuran bersama. Dalam menanti tamu agung kebahagiaan, bulan ramadhan.
Di Provinsi Gorontalo tidak ada LSM sekelas FPI (Front Pembela Islam), ataukah setidaknya organisasi yang dapat dikatakan “Polisi surgawi” yang  melakukan aksi, demo, apalagi  memaksa untuk menutup tempat hiburan, warung makan, tempat-tempat penjualan minuman keras. Masyarakat rupanya  sadar dengan sendirinya. Mengakhiri perbuatan “dosa”- nya. Saat bulan ramadhan akan tiba.
Kafe-kafe yang mempertontonkan “syahwat” dunia, Setan yang berkuasa dikala bulan ramadhan belum tiba. Sepertinya bertekuk lutut di hadapan malaikat “suci”. Inilah arti simbolik ketika setan dikerangkek, pada saat bulan ramadhan hadir menjemput manusia untuk menabung berlipat ganda amal. Dan kini tergantikan oleh peran Malaikat mengajak kita melaksanakan segala ibadah dan amal suci. Sebagai adikodratinya  manusia yang harus selalu pasrah kepada Tuhan.
Apa yang menyebabkan sebagian warga di negeri Serambi Madinah ini, ketika ramadhan tiba, semua pada langsung bermetamorfosa bagai Malaikat tidak mau berbuat dosa ? Jika dulunya rajin mengunjungi kafe-kafe, maka kini waktunya diganti dengan shalat tarwih di Mesjid. Jika dulunya pelampiasan lelah dan penat dari tempat kerja diobati dengan meneguk minuman keras, kini bulan ramadhan menggantinya dengan momen berbuka puasa. Tak ada waktu berleha-leha dalam kesenangan. Mesjid bersenandung merdu melantunkan ayat-ayat Tuhan. Memanggil semua jamaah, mereaktualisasi diri. Saatnya berkunjung di rumah Allah. Dalam rangka  melengkapi ibadah puasa. Ibadah  yang telah dilaksanakan sehari, setelah menahan lapar dan dahaga ditengah negeri panas. Sebuah negeri yang berada dalam lintas khatulistiwa.
Seandainya saja bulan ramadhan, tidak hanya hadir dalam satu bulan. Mungkin dengan cepat kebiasaan setan, kebiasaan sekuler demikian akan cepat hilang. Berlalu tanpa perlu Muallim, seorang Ustadz turun bukit, keluar dari mesjid berkhutbah, supaya kita semua mendekatkan diri kepada Tuhan. Tuhan yang maha perkasa. Agar kita sadar akan kematian, sadar akan ganjarannya  di akhirat kelak.
Tuhan memang tidaklah dapat dinalar, disentuh, dihadirkan wujudnya di bumi ini. Karena itulah kelebihan Tuhan. Semakin kita dekat dengannnya. Semakin ia tidak terlihat. Itulah Tuhan yang berbeda dengan materi. Tuhan yang tidak menempati ruang dan waktu.
Hanya dengan melaksanakan perintah, menjauhi larangannya, dan takut pada ancamannya. Manusia dapat melebur diri dalam eksistensi Tuhan yang maha Agung. Dengan melaksanakan ibadah puasa kita akan menjadi bertakwa sebagaimana Tuhan berfirman dalam surah Al-Baqarah (Ayat: 183). 
Dengan bertakwa, manusia sebagai partikel sempurna ciptaan Tuhan. Tuhan benar-benar hadir membumi di bulan suci ramadahan ini. Hanya dengan takwa, kita dapat meninggalkan segala perbuatan keji dan mungkar. Hanya dengan melebur dalam sifat-sifat ke-Tuhanan sebagaimana Sir Muhammad Iqbal, filsuf asal Pakistan itu pernah berkata dalam pusi Ashari al-kuhldi’,   bahwa denga takwa kita akan benar-benar mampu bertindak baik dan normal. Sebagai manusia yang tidak jauh lebih rendah derajatnya dari pada binatang jika berbuat dosa.
Ironisnya, kebiasaan setan tetap akan terulang kembali. Di saat bulan ramadhan telah pergi berlalu. Dan banyak diantara kita terpesona dengan Idul Fitri. Yang membuat kita, konon katanya “kembali fitrah”.  Malah aksi-aksi setan kembali termanifestasikan dalam perilaku dan perbuatan kita setelah merayakan hari Idul Fitri. Ruang-ruang penghibur setan kembali dibuka lebar. Kafe-kafe pengibur “syahwat” dunia terdengar kembali.
Apakah setan yang membumi setelah ramadhan itu kian berlalu hadir kembali ? apalah artinya kita melaksanakan puasa, ketika dosa-dosa telah terampuni. Kemudian setelah ramadhan pergi. Kita kembali berada dalam gelimang dosa. Inikah yang dimaksud manusia terlalu gampang “mengkompromikan” perilakunya dengan kelebihan Tuhan yang Maha Pengampun. Sungguh naïf kita menjadi manusia. Tidak hanya jadi penipu sesama manusia. Tetapi kitapun secara tidak sadar telah menipu Tuhan dengan mentah-mentah dari teksnya yang suci.
Saatnya, perlu ada radikalisasi diri dalam teologi puasa. Satu bulan puasa penuh ini bukan bulan sebagai waktu untuk menyenangkan Tuhan. Tuhan tidak butuh sama sekali ibadah yang kita lakukan. Kita diperintah untuk melaksankan salah satu rukun Islam ini adalah dimaksudkan untuk kepentingan Manusia itu sendiri. Puasa adalah ajang latihan menuju ketakwaan. Menuju  kesempurnaan kita sebagai manusia. Menuju pribadi manusia yang arif. Sebagaimana Murtadha Muthari mengajak kita untuk  “mencapai kearifan puncak-Nya” Tuhan.
Disamping untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan berpuasa kita senantiasan akan membebaskan hasrat duniawi kita sebagai manusia yang kadang tergantung pada kebutuhan fisik semata. Karena sesungguhnya dalam diri kita ada hasrat Jiwa dan ada hasrat fisik kita. Di mana hasrat jiwa yang sudah baik masih terpenjara oleh hasrat fisik yang lebih banyak menaruh kesenangaan pada sifat-sifat sekuler.
Jadi dengan berpuasa adalah momen membebaskan hasrat baik jiwa kita dari keterpenjaraan dan kungkungan  niat kesenangan duniawi. Inilah maksud kita diharapkan tidak makan dan minum di siang hari, tidak boleh berhubungan suami isteri di siang hari. Karena larangan itu tidak lain dimaksudkan untuk melatih kita sebagai manusia bergantung ‘total’ pada kepentingan-kepentingan fisik saja. Agar terbebaskan semuanya,  segala hasrat setan kita. ketika bulan puasa pergi, kita tidak dipertuhankan lagi oleh hasrat fisik itu.
TEOLOGI SOSIAL
Hakikat teologi ramadhan, dengan berpuasa tidak hanya melatih “hasrat baik” dari kepentingan jiwa saja. Bahkan tak lebih, puasa adalah aksi kesadaran sosial. Sebuah aksi kesadaran humanis. Kesadaran dalam konteks teologi sosial.
Dengan berpuasa kita dapat merasakan “menderitanya’menahan lapar yang lebih banyak diperankan oleh orang miskin. Dengan berpuasa seorang penguasa akan sama kegiatannya dengan seorang rakyat jelata. Seoarang yang kaya akan sama rasanaya menahan lapar dan dahaga dengan orang miskin.
Olehnya itu, kita diperintahkan untuk memberi buka puasa pada orang-orang yang berpuasa, kemudian kita diganjar dengan amal yang sama dengan orang yang berpuasa, tanpa mengurangi sedikitpun amal-ibadahnya orang yang berpuasa. Dan sat ini pulalah waktu bagi penguasa, orang kaya, tidak lagi menghamburkan uang melaksanakan buka puasa di hotel berbintang. Ada baiknya dengan menghemat dana buka puasa. Diganti saja dengan memberi buka puasa pada anak jalanan, ataukah pada rakyat miskin.
Bukankah dengan hadir di tengah-tengah anak jalanan, di tengah orang miskin, yang tidak pernah mencicipi hidangan kue lezat. Kemudian hadir berbuka puasa dengan mereka semua. Seolah Tuhan hadir membumi ditengah-tengah kita.  Tuhan menjadi ‘imanen” di hati kita semua. Sebagai manusia yang trans-humant. Sekalipun Tuhan tidak hadir dalam rupa yang maujud-Nya.
Sekiranya kalau masih ada saja seoarang yang berat meninggalkan kebiasaan lama., Terbiasa tidak meninggalkan kebiasaan “setan”, meneguk minuman keras siang hingga malam suntuk, melakonkan tindak-tanduk setan.setelah melaksanakan ibada puasa. Satu bulan penuh. Maka yang demikian ini dimaksud orang-orang yang gagal dan merugi, menjalankan ibadah puasa. Hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja.
Dengan bulan puasa dalam waktu satu bulan ini. Janganlah kita menjadi penipu-penipu Tuhan. Ataukah dengan berpikir kekanak-kanakan saja bahwa setan dikerangkeng pada bulan ramadhan. Setelah bulan suci itu berlalu. Kita dapat melakukan perbuatan “dosa” lagi.
Bulan ramadhan bukan ajang untuk berebut pahala, menumpuk pahala dan mengubur dosa-dosa kita di masa lalu. Mari kita menjadi manusia yang melebur dalam “ altar” kesucian Tuhan untuk merajut bahagia “surgawi” tidak hanya di akhirat. Tetapi kita dapat merasakan jua kebahagiaan manusia yang sempurna di muka bumi ini.
Saatnya  meninggalkan segala perbuatan keji. Bertaubatan Nasu’ha di bulan suci ini. Meski kelak bulan ramadhan akan  berlalu meninggalkan kita semua. Karena hanya dengan pertolongan Tuhan. Jika umur kita masih panjang. Kita masih dapat menjemput bulan ramadhan yang suci tersebut. Di tahun depan. Wallahu wa’laam bissowab.
[Read More...]


Return to top of page Copyright © 2011 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors