Data Awal



Paradigma Hukum Progresif Konsep Prorogasi - tankamelloperdata ...

tankamelloperdata.org/website/index.php?mod...Translate this page
Paradigma Hukum Progresif Konsep Prorogasi. Progresif berasal dari kata progress yang berarti kemajuan. Hukum hendaknya mampu mengikuti ...
You've visited this page many times. Last visit: 6/22/13
 

Paradigma Hukum Progresif Konsep Prorogasi - Portal Website Fery ...

ferytanjungprocurement.org/website/index.php?...Translate this page
Progresif berasal dari kata progress yang berarti kemajuan. Hukum hendaknya mampu mengikuti perkembangan zaman. Mampu menjawab segala perubahan ...
You visited this page on 6/22/13.
 

Dasar Hukum Prorogasi - Portal Website Fery Tanjung Procurement ...

ferytanjungprocurement.org/website/index.php?...Translate this page
... Paradigma Hukum Progresif Konsep Prorogasi · Perkawinan Siri dan Anak Luar ... ada baiknya sebelum lebih jauh melihat dasar hukum dari prorogasi, maka ...
You visited this page on 6/22/13.
 
[Read More...]


Surat Cerai dan Nasib PKS di Setgab



Diantara gabungan koalisi setgab pemerintahan SBY-Boediono. PKS adalah partai yang tidak ada habisnya menjadi bulan-bulanan media. Bagaimana tidak, setelah dihantam Tsunami korupsi impor daging sapi dan sederet wanita-wanita cantik. PKS kini menunggu surat cerai dari “suami tercintanya” yakni Partai Demokrat. Partai bulan sabit kembar emas itu dianggap telah “bermain serong” dan mengingkari code of conduct setgab. Ibarat perjanjian akta nikah, maka PKS telah melanggar akta nikah yang telah disepakati bersama. Ironisnya istreri-isteri hasil poligami setgab juga ramai-ramai menuding PKS telah ingkar dan berhianat.

Antiklimaks dari penghianatan PKS terjawab sudah pasca sidang paripurna (17/6/2013) kemarin. Setelah menolak alias tidak sepakat dengan kebijakan penaikan BBM oleh pemerintah berdasarkan RAPBN-P 2013. Inilah babak akhir dari teriakan jalanan PKS kepada pemerintah yang hendak melakukan penaikan BBM. Telah banyak spanduk yang ditebar oleh kader-kader PKS sebagai awal pembangkangannya menolak kebijakan penaikan BBM. Entah PKS dituding telah bermanuver, berakrobat, untuk menolak kesepakatan barisan setgab. Yang jelas kalau mau ditilik ke belakang memang PKS sepantasnya keluar dari koalisi.

Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) dua tahun tentang kepuasan terhadap kinerja presiden yang dilansir pada Januari 2011 agar PKS keuar dari lingkaran SBY. PKS, menurut hasul survei itu, adalah konstituen nomor dua yang tidak puas atas kinerja SBY-Boediono setelah konstituen PDI-P. Artinya, hampir semua kader PKS menginginkan sebenarnya berada diluar koalisi pemerintah pada waktu itu, atau dengan kata lain menjadi partai oposisi saja. Seandainya saja jalan ini dipilih oleh PKS, dipastikan kekuatan internal kadernya akan semakin kuat hingga hari ini. Termasuk akan jauh dari isu korupsi impor daging. Tapi apa boleh buat, nasi itu sudah jadi bubur, dan PKS pun mau tidak mau harus menuai tsunami korupsi impor daging sapi.

Jema’at
Gara-gara isu penaikan BBM inilah, menjadi causa prima sehingga SBY mau tidak mau akan “dipaksa”. Lagi-lagi harus “mengocok ulang” zaken kabinetnya. Untuk mendepak PKS yang mendapat jatah tiga menteri, PKS harus menerima dengan “lapang dada” atas tindakannya, yang dianggap tidak satu padu lagi dalam barisan jema’at. Karena dalam gabungan jema’at tersebut PKS tidak lagi mengikuti Imam setgab. Sehingga dianggap telah salah dalam menunaikan ‘shalat” di barisan setgab itu. Tapi tunggu dulu, PKS juga malah berkilah bahwa Imamnya salah, makanya PKS menegur Imam yang lagi salah baca, salah gerakan. Sehingga tidak salah juga kalau jema’at PKS menegur sang Imam (baca: ketua setgab).

Apa lacur, itulah politik tidak ada sebenarnya yang salah. Tidak ada yang benar. Semua pada mencari strategi dan taktik ulung. Untuk membangun sebuah kebenaran versi masing-masing. Sehingga jika para elit PKS dan elit Partai Demokrat saling tuding ada gerakan shalat yang salah. Sebenarnya tidak pantas mereka memakai analogi yang demikian karena peristiwa ritual ibadah shalat merupakan wilayah transedental Tuhan dengan hambanya. Sementara jema’at setgab merupakan ranah dan ajang politisasi citra, politisasi riya. Perlu diingat bahwa dalam shalat tidak boleh ada unsur riya. Sementara dalam politik pencitraan mau riya partai politik itu ataukah mau narsis. Memang itu dibutukan dalam rangka membangun popularitas dan elektabilitas di hati publik, bukan dalam kacamata Tuhan.

Surat Cerai
Jika hendak dianalisis lebih jauh dalam pertarungan di sidang paripurna kemarin. Meskipun PKS bukan satu-satunya partai yang beroposisi terhadap pemerintah, karena ada Gerindra, ada Hanura, ada PDIP. Namun PKS karena istri setgab. Sehingga dari hasil pembahasan RAPBN-P 2013 “pertarungan heboh” dimonopoli oleh dua partai atas puncak “ketok palu” sang ketua DPR Marzuki Alie. Itulah PKS dan Partai Demokrat.

Ironisnya, semua kader Partai Demokrat sudah pada ribut. Meminta PKS menarik diri dari koalisi setgab. Sebuah tindakan kanak-kanak malah dilakukan oleh para elit PKS. Berbagai serangan balik, argumentasi, dan justifikasi dilakukan oleh PKS. Seperti, PKS berkoalisi dengan pemerintah bukan dengan setgab, PKS tidak berdiri di atas dua kaki tetapi PKS bersama rakyat.

Di sisi lain SBY tetap “tutup mulut”, adem-adem saja belum mengambil tindakan, mendepak secepatnya PKS dari koalisi setgab. Padahal bertahan tidaknya PKS di setgab. Bola tersebut sudah ada di kaki SBY. Tinggal SBY mau “menendang” bola itu.

Pertanyaan kemudian, apa yang ada dibenak kader PKS sehingga bukan dirinya saja yang menarik diri dari barisan setgab? kenapa PKS menunggu surat cerai, bukan dia yang mengajukan gugatan cerai? jawabannya, PKS menunggu dirinya ditalak. Sehingga insentif elektoralnya PKS akan terkesan seolah-olah “dizalimi” oleh Partai Demokrat. Sebagaimana ketika SBY juga pernah di depak dari kementerian masa pemerintahan Megawati. Hingga akhirnya mengantarkan dirinya menjadi jadi orang nomor satu dalam dua periode di Republik ini.

Situasi demikian patut menjadi catatan bagi PKS. Bahwa meski PKS dikeluarkan dengan cara yang “zalim”. Belum tentu juga mengembalikan kepercayaan publik. Karena PKS sudah terlanjur “babak belur” dihantam isu korupsi daging impor. Sebagian publik, juga akan menilai keberpihakan PKS terhadap rakyat sudah terlambat. Apalagi ikut tidaknya PKS pada kebijakan penaikan BBM. Tidak juga menyebabkan BBM mengalami penundaan penaikan. Karena dari awal, meski PKS keluar dari gabungan setgab. Sudah terbaca peta koalisi akan memenangkan pihak pemerintah. Kalupun ada pengaruhnya, PKS membelot dari kesepakakan setgab sedikit kemungkinan akan menangguk untung, dari insentif elektoral pemilih, nantinya.

Nasib PKS
Sumber:www.dakwatuna.com
Episode selanjutnya, nasib PKS akan berakhir sebagai pasangan yang mesra dengan Partai Demokrat. Memang buat apa lagi dipertahankan, tidak ada gunanya sebuah kemesraan kalau dalam satu ranjang yang sama, toh pada punya mimpi yang berbeda (meminjam istilah Pengamat Politik, Burhanuddin Muhtadi).

Karena punya mimpi yang berbeda, selayaknyalah SBY menunjukan ‘tangan besinya” mengakhiri masa-masa kemesraannya dengan partai padi yang diapit oleh sabit kembar itu. Dan sekiranya seperti itulah yang dtegaskan dalam code of conduct setgab. Jika partai merasa tidak dalam satu paham lagi, partai tersebut dapat menarik diri atau keluar dari setgab. Atau kalau tidak menarik diri dari setgab, maka nasibnya akan ditentukan oleh pemerintah (dalam hal ini SBY). Setelah PKS ditendang dari setgab. Maka nasib selanjutnya, menteri yang telah diwakafkan juga harus “siap-siap” dtendang. Karena bagaimana mungkin mempertahankan kader-kader mereka di kementerian jika tak seideologi dan satu visi lagi. Terutama Menteri Sosial Salim Segaf Aljufri yang ditugakan untuk menjalankan kebijkan BLSM. Rasanya mustahil beliau yang menjalankan kebijkan BLSM. Padahal di sisi lain partai yang mewakafkannya, menolak kebijkan BLSM.

Semoga saja, nasib PKS yang ditinggal oleh suami tercintanya, Partai Demorat. PKS tidak berakhir kemesraannya dengan publik. Masih ada waktu baginya mendulang cinta, harmoni dan kerja ke massanya hingga tingkat elektoral.
 
 
 
Peneliti Republik Institute & Co-Owner negarahukum.com


[Read More...]


Fathanah’s Effect dan Tsunami Impor Daging PKS



Sumber: kesalahanquran.wordpress.com
Setelah Presiden PKS Anis Matta berhasil meredam tsunami impor daging sapi akhir Januari kemarin. Anis Matta berhasil merangkul kembali konstituen dan mengembalikan kepercayaan kadernya. Bahkan Aher-Deddy yang diusung oleh PKS di Jabar. Dianggap oleh politisi PKS, tsunami impor daging tidak berhasil meluluhlantahkan kepercayaan pemilih terhadap partai padi yang diapit oleh dua bulan sabit itu. Karena pasangan Aher-Deddy menang dengan perolehan suara sah 6.515.313 atau 32,39 persen sebagai Gubernur Jabar bulan Maret kemarin.

Tapi PKS jangan bahagia dulu, tsunami impor daging yang mendera PKS belum juga usai. Berbagai liputan dan informasi media. Masih mengguncang “nama baik” PKS. Sebagai partai yang dikenal bersih, mulia, dan peduli.

Masih seputar impor daging sapi dikembangkan oleh KPK. Dalam formulasi Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UUTPP). Kembali meniscayakan PKS harus berbenah diri. Agar dapat mengembalikan citranya. Dari demoralisasi konstituen. Gara-gara dihantam kumpulan wanita-wanita cantik. Yang sengaja dimanfaatkan oleh Ahmad Fathanah. Dalam mengumpullkan pundi-pundi kekayaannya. Ahmad Fathanah adalah tersangka korupsi impor daging bersama dengan Lutfi Hasan Ishaaq (LHI) yang sudah ditahan oleh KPK (30/1/013).

Wanita Cantik


Penegasana itu dihembuskan oleh Artis cantik senior Ayu Azhari. Ayu menerima uang sebesar Rp 20 juta dan US$1.800 dari Fathanah. Agar Ayu menghibur di sejumlah acara PKS. Meski uang tersebut kemudian dikembalikan Ayu kepada penyidik KPK.

Tak tanggung-tanggung. Sampai di situ sepak terjang Fathanah memanfaatkan wanita cantik. Dalam pusaran korupsi impor daging sapi. Sederet nama-nama artis, model dan wanita cantik sempat menjadi guyonannya. Ada nama Suci Maharani pernah tertangkap tangan bersama Fathanah kemarin. Saat menerima uang sogokan dari direktur PT Indoguna. Kemudian ada nama Vitalia Shesya, seorang model cantik juga dihadiahi dengan barang-barang mahal, seperti berlian, tas dan jam tangan merek Chopard senilai Rp70 juta. Disamping benda-benda mahal itu, Fathanah membelikan satu unit mobil. Honda Jazz berwarna putih dipilih Fathanah untuk diberikan kepada Vitalia, yang kemudian diberi plat nomor B 15 VTA.

Terakhir Fathanah juga diketahui memberikan mobil merek Honda Freed bernomor polisi B 881 LAA kepada Tri Kurnia Puspita. Wanita yang belakangan dikenal sebagai orang dekat Fathanah dan juga seorang penyanyi dangdut. Tri juga ternyata teman dekat istri Fathanah, Sefty Sanustika. Tak hanya mobil, Fathanah juga menghadiahi Tri Kurnia jam tangan merek Rolex dan gelang mewah merek Hermes yang ditaksir bernilai Rp50-70 juta.

Beruntunglah Ahmad Fathanah tidak digugat cerai oleh isterinya. Sefty Sanustika tetap tegar menerima atas semua keadaan yang menimpan suami tercintanya. Harus bagaimana lagi, siapa yang dapat memberi support untuk fathanah. Kalau dirinya juga tidak mau peduli dengan suaminya, demikian penuturan Sefty Sanustika di beberapa siaran TV swasta beberapa pekan ini.

Fathanah’s Effect

Meski para elit politik PKS berkilah, memgelak kalau Ahamad Fathanah tidak ada hubungannya dengan PKS. Karena beliau bukanlah kader PKS. Fathanah sendiri yang harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan jahatnya. Jadi jangan libatkan nama PKS. Demikian pembelaan Fahri Hamzah sebagai politisi muda PKS, juga sebagai salah satu pendiri Partai keadilan (PKS) di era reformasi. Namun itulah politik, yang memilki muara tersendiri. Jauh lebih cepat efeknya memberikan vonis dari pada vonis sesungguhnya di meja hijau. Politik selalu bertumpu pada opini dan kebenaran ontologis. Sehingga kasus perkasus saling berkelindan dengan kasus yang lainnya. Apalagi Fathanah sudah terlanjur, terekspose ke media sebagai dalang gratifikasi dalam kasus impor daging sapi. Akibatanya tidak ada jalan lain. Bagi PKS dapat menolak tsunami korupsi impor daging, yang ditiupkan oleh Fathanah. Fathanah’s Effects demikian sempurna menohok. Slogan bersih dan moralnya PKS. Politik ibarat bangunan persepsi yang dikelolah sedemikan rupa. Sehingga akar masalahnya meski tidak memiliki keterkaitan. Pasti dikaitkan antara isu yang satu denga isu lain.

Mari kita berkaca pada efek poligami da’i kondang Abdul Gimnastiar (A’Gim). Dalam tinjauan historis maupun syariat Islam. Tidak satupun ayat dan hadit’s mengharamkan poligami. Tapi mengapa A’Gim kemudian ditinggal satu persatu jamaah yang sedari dulu mengelu-elukannya. Itu karena persoalan persepsi saja dari publik, tidak mau jika tokoh panutannya berbuat yang tidak sesuai dengan pengharapannya. Poligami memang tidak melanggar norma agama. Namun perdebatan etis/ tidaknya perbuatan itu masih debatable. Sehingga ranah abu-abu dalam persoalan citra dan popularitas. Seorang harus hati-hati dan cermat mengelolanya.

Setali tiga uang bagi PKS, bukan kadernya yang disoroti karena berpoligami. Tapi korupsi dipucuk pimpinan. Korupsi sudah jelas dan nyata-nyata adalah perbuatan yang menyimpang dari agama. Artinya, perbuatan yang tidak menyimpang saja dari agama, memiliki efek domino terhadap memori kolektif publik. Apalagi perbuatan yang nyata-nyata jauh dari ajaran agama. Maka Fathanah’s effect di sini tidak akan berhenti hingga pemilu dihelat nantinya. PKS akan dihantam terrus menerus badai korupsi impor daging. Sekelumit perbuatan nista Fathanah akan selalu dikaitkan dengan LHI sebagai mantan kader tulen PKS. Bukankah fathanah dan LHI adalah pasangan “duet maut” yang sengaja memainkan proyek anggaran impor daging sapi.

Dibalik slogan PKS: bersih, korupsi, mulia dan peduli. Sebagai partai yang selling pointnya syariat dan agama. Otomatis ketika berada dalam jerat pelanggaran norma agama. Akan disorot tajam oleh publik. Sehingga bukan hal yang latah, lumrah, ketika PKS disudutkan dalam posisi ini. PKS kok korupsi, PKS kok memakai “ikon perempuan” dalam mendulang suara-suara pemilih. Kemanakah agama yang selama ini digembor-gemborkan oleh PKS ?

Oleh karena itu, tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan oleh PKS. Saat ini, dalam rangka mengembalikan elektabilitas partai. Dari ancaman demoralisasi massanya. Beberapa PR PKS, diantaranya: pertama, bersikap terbuka atas semua korupsi yang diakukan oleh kadernya. Karena dengan keterbukaan terhadap KPK, PKS tetap mendapat citra sebagai partai yang menabuh genderang terhadap korupsi. Kedua, harus menyediakan stok calon-calon akseptabel sebagai kredibel alternatif. Menuju kontestasi pemilu 2014. Jikalau suaranya ingin dipertahankan seperti sedia kalah. Termasuk perlu melakukan terobosan, dan penetrasi politik, hingga ke tingkat lokal. Sebagai awal mengembalikan kepercayaan kader dan konstituen militannya. Ketiga, mesti berani tampil beda, mengusung calon legislatif dari kalangan kader, bukan caleg karbitan. Apalagi PKS memang terkenal sebagai partai kader (bukan partai massa). Keempat, memulai memeraktikan penyelenggaraan kampanye sederhana, tanpa baliho misalnya. Karena PKS juga dikenal sebagai partai sederhana.

Jika langkah ini berani dilakukan oleh PKS. Praktis publik akan “jatuh hati” pada PKS, dan melupakan dosa-dosa PKS sebelumnya. Bukankah kita semua tahu, kalau bangsa ini adalah bangsa pemaaf dan pelupa. Harapan itu masih ada, karena publik selalu berharap ada partai yang bersih dan peduli. Kemana lagi publik melabuhkan pilihannya. Kalau bukan pada PKS. Semoga!*** 
Oleh: Damang Averroes Al-Khawarizmi
[Read More...]


Solusi Hukum untuk Susno Duadji



sinarpagiaktual.com
Ibarat bola panas, kasus Susno Duadji semakin menggelinding bak bola liar kemana-mana. Hingga Jaksa Agung dibuat “kerepotan”. Tidak dapat menjalankan eksekusi atas putusan yang telah“mempidanakan” Susno.

Susno dan kuasa hukumnya berdalih bahwa putusan dari tiga pengadilan yang memeriksa kasusnya, batal demi hukum. Pertama, putusan pengadilan tidak mencantumkan perintah untuk tetap menahan Susno, sebagaimana ditentukan Pasal 197 ayat (1) huruf 'k' KUHAP, berakibat putusan batal demi hukum. Kedua, pengadilan keliru dalam menulis nomor putusan kasus Susno.

Hal yang menarik sebenarnya, dari eksekusi yang dilakukan oleh Kejaksaan terhadap kasus Susno. Kejaksaan seolah “terlambat” merespon dan menindaklanjuti putusan pengadilan yang sudah berkekuatan inkracht. Pertanyaan mendasarnya, mengapa kejaksaan baru melakukan eksekusi. Ketika Susno Duadji tercatat sebagai Daftar Calon Sementara, di Partai Bulan Bintang. Partai yang dipimpin oleh Yusril Ihza Mahendra. Apakah Jaksa telah terseret dalam pusaran intrik politik di tahun politik ini. Yang jelas hukum tetap akan berjalan pada ranahnya sendiri. Janganlah karena permainan “konspirasi” para elit. Sehingga ranah hukum tidak memiliki daya dan kekuatan apa-apa.

Putusan MK ?

Putusan MK yang banyak digunakan sebagai dalih untuk membantah dalih Susno tidaklah beralasan. MK memutuskan bahwa "Pasal 197 ayat (2) huruf 'k' Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ... bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan pasal 197 ayat (1) huruf k Undang-Undang a quo mengakibatkan putusan batal demi hukum."

Opini yang ditulis oleh Donal Fariz di harian Kompas (1 Mei 2013) seolah membenarkan kejaksaan melakukan eksekusi. Alasannya adalah, putusan MK telah mencabut ketentuan Pasal 197 ayat 1 huruf k. Padahal kalau Donal Fariz jeli tidak mungkin akan berdalih demikian. Bukankah putusan Mk tersebut berlaku prospektif, tidak retrospektif. Putusan atas kasus Susno sudah nyata-nyata diputus oleh MA pada tahun 2011. Dengan demikian argumentasi hukum yang menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 69/PUU-X/2012, tidak berdasar. Lantas, masih adakah solusi hukum yang dapat ditempuh oleh Susno dalam konstruksi hukum acara pidana kita. Dari pada memilih jadi buron dan berada dalam DPO pasca penetapan Jaksa Agung kemarin ?

Solusi

Berdasarkan Surat Edaran Kejaksaan Muda Tindak Pidana Umum Nomor B. 128 E: Tahun 1995. Seorang terpidana dapat memohon penundaan pidana dengan beberapa cara. Pertama secara yuridis, si terpidana dapat mohon penundaan pidana, dengan cara meminta fatwa ke Mahkamah Agung (MA), entah hal itu dilakukan oleh Susno/ kuasa hukumnya. Susno/ kuasa hukumnya, juga dapat berembug bersama kejaksaan meminta fatwa kepada Mahkamah Agung. Fatwa tersebut bertujuan untuk meluruskan kekeliruan hakim di tiga tingkatan peradilan. Tujuan dari fatwa tersebut bukan hanya Susno dan kejaksaan yang diuntungkan. Tetapi sekaligus Mahkamah Agung dapat mengembalikan kewibawaan kehakiman. Serta mengoreksi kesalahan tersebut. Agar dikemudian hari tidak terjadi lagi.

Kedua, Susno dapat melakukan PK atas adanya kekeliruan Hakim di MA yang tidak cermat untuk memperbaiki putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi sebelumnya. Oleh karena Hakim Mahkamah Agung, yang mestinya memeriksa secara judex juris. Sama sekali tidak memperbaiki amar putusan tingkatan pengadilan di bawahnya. Namun cara ini sepertinya Susno dan kuasa hukumnya mungkin “enggan” mengajukan PK. Karena dia sudah diuntungkan dengan putusan penolakan kasasi oleh MA. Saat mengikuti putusan Pengadilan Tinggi dipastikan Susno akan memainkan tafsir gramatikal Pasal 197 ayat 1 huruf k dan ayat 2, yang secara nyata-nyata menguntungkan bagi Susno. Bahwa putusan inkracht yang harus diikuti adalah batal demi hukum. Artinya putusan itu dianggap tidak pernah ada. Otomatis siterpidananya juga gugur perbuatan pidananya.

Selain upaya PK yang dapat ditempuh oleh Susno, juga dapat mengajukan upaya grasi. Lagi-lagi upaya hukum ini, kecil kemungkinan dapat digunakan. Karena Susno bukan terpidana mati. Namun bagi Andi Hamzah (Media Indonesia, 29 April 2013) memberi solusi, upaya yang paling mungkin dilakukan Susno Duadji ialah permohonan grasi kepada Presiden, dengan alasan terjadi ketidakadilan dalam proses penyidikan. Hemat penulis logika hukum yang dibangun oleh Andi Hamzah memungkinkan untuk diterapkan dalam kasus Susno. Karena Sianturi-pun dalam buku “Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya” yang ditulisnya, juga mengemukakan bahwa presiden dapat memberikan grasi dengan alasan seandaiya dipandang adanya kekuranglayakan dalam penerapan hukum. Pemeberian grasi tersebut dimaksudkan untuk memperbaii penerapan hukum (1986: 449).

Ketiga, karena alasan prikemanusiaan seperti; hamil tua, sakit keras, gila. Juga seorang terpidana dapat memohon penundaan pidana. Nampaknya cara ini sangat mustahil ditempuh oleh Susno. Karena selama ini beliau sering tampil di media kelihatan sehat-sehat saja dan sama sekali tidak pernah menunjukan dirinya terindikasi sebagai penderita cacat jiwa.

Menjemput Bola

Di sisi lain, tidak dapat juga dibebankan sepenuhnya kepada Susno dan Jaksa Agung agar mengajukan upaya hukum. Dengan harapan putusan pengadilan atas Susno dapat diperbaiki. Karena penyebab utama sehingga putusan nonexecutable, adalah kurang cermatnya hakim pada PN, PT, hingga MA.

Oleh karena itu MA RI lebih elegan kiranya jika dengan sendirinya menjemput bola dan tidak membiarkan eksekusi ini berlarut-larut. Termasuk KY tidak salah, jika dilibatkan ikut menyelesaikan persoalan ini. Bukankah kewenangan KY adalah memelihara dan menjaga harkat dan martabat hakim. Dan bisa ditafsirkan bahwa amar putusan dari sembilan orang hakim di tiga tingkat peradilan tersebut telah melemahkan kewibawaan kekuasaan kehakiman.

Dalam rangka mengembalikan wibawah kehakiman kita, Seyogiayanya MA RI dan KY membentuk tim eksaminasi terhadap putusan PN, PT, dan MA dalam perkara Susno Duadji sebagai pertanggungjawaban dan komitmen kedua lembaga negara tersebut kepada rakyat Indonesia. Bahkan Ketua MA RI, Jaksa Agung, dan Kapolri sepatutnya duduk bersama mencari solusi hukum untuk perkara ini. Agar tidak lagi terulang kasus yang sama dimasa mendatang.***


Oleh: Damang Averroes Al-Khawarizmi
Peneliti Republik Institute & Co-Owner negarahukum.com





[Read More...]


Return to top of page Copyright © 2011 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors