Faksionalisme Golkar dan Pilwakot Makassar



Faksionalisasi dalam sebuah partai merupakan gejala yang wajar dan tidak serta merta harus ditolak keberadaannya. Belloni (1978) membagi tipologi faksionalisme partai ke dalam tiga jenis. Pertama, faksi yang terbentuk atas dasar kesamaan cara pandang dalam merespons isu politik. Biasanya tak berusia panjang, sangat insidental,dan informal. Kedua, faksi yang terbentuk karena pola patron-klien. Jenis ini dipengaruhi oleh faktor karisma tokoh yang memiliki basis sosial jelas. Ketiga, jenis faksi yang paling formal dan terorganisasi.

Mencermati Pilwakot Makassar, tinggal dalam hitungan hari lagi. Menarik untuk melihat kondisi partai Golkar yang terkesan “mendua”. Dikatakan Menarik, karena boleh dikatakan Sul-Sel merupakan “lumbung padi” Golkar yang baru kemarin mengantarkan Syahrul yasin Limpo “mencicipi” kursi Gubernur untuk kedua kalinya. Antitesa ini, jelas mempengaruhi pula pemilihan wali kota Makassar, Golkar menjadi kendaraan yang menarik dalam meraih kursi wali kota yang didambakan oleh kader-kadernya.

Yang lainnya, menarik pula partai Golkar untuk menjadi bahan kajian, karena sulit dipungkiri Partai Golkar merupakan partai peninggalan orde baru yang sudah menancapkan kekuasaannya, sudah lama mengakar di kalangan pemilih. Sehingga banyak pemilih, yang diklasifikasi sebagai pemilih “tradisional” setia pada Golkar. Golongan pemilih ini tidak mau tahu siapa yang diusung, atau wakil dari partai itu, yang jelas karena Golkar maka orangnyapun mesti dipilih.

Tampaknya, faksionalisasi bukan hanya menjadi “makanan empuk” bagi sentral kekuasaan partai. Dalam hal ini di pusat, untuk penentuan, penetapan presiden ditubuh partai beringin itu. Namun di lintas electoral, sekalipun selalu dikatakan partai hanya menjadi “pelengkap penderita” karena selebihnya pekerjaan menarik simpati ceruk suara. Ada pada tugas sang kandidat, mulai dari dana kampanye, hingga relawan yang harus dibayar “murni” ditanggung oleh kandidat itu. Tetapi untuk Partai Golkar pengaruhya terhadap pemilih boleh dikatakan masih ada.

Pemilihan wali Kota Makassar, dengan majunya Irman Yasin limpo-Busrah Abdullah, melalui slogan NONE (diusung PPP dan PAN) menyebabkan pasangan yang diusung oleh Partai Golkar Supomo Guntur-Kadir Halid (SUKA). Kader dan anggota partai politik yang memberikan dukungan terpecah dalam dua faksionalisasi yaitu Faksi NONE (bisa juga dikatakan faksi Limpo) dan faksi SUKA.

Faksi
Majunya Irman sebagai adik Syahrul Yasin Limpo dengan slogannya “saya None saya Golkar”. Patut menjadi catatan, partai Golkar di wilayah kota Makassar (DPD Golkar Makassar). Tidak mampu diredam model faksionalisasinya, agar tersegmentasi, bahwa konstituen dan kader “mutlak” mendaulat calon kepala daerah (wali kota) hanya satu kandidat yang “layak pilih”.

Tipologi faksioanalisme yang terjadi, lebih cocok pada tipologi ketiga yakni terbentuk karena pola patron-klien. Ada sekelompok kader di partai Golkar yang loyal terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai ketua DPD I Golkar, sehingga patron-klien lebih mendominasi, seolah-olah ingin menurunkan kekuasaan, sekaligus mengokohkan “dinasti” Limpo dalam tubuh Partai Golkar di daerah-daerah (baca: Makassar).

Kondisi ini semakin terang-benderang, ketika SYL tidak memberikan dukungan baik kepada adiknya sendiri maupun kepada Supomo Guntur. Ada sebuah kondisi “inkonsitensi” yang diciptkan sedemikan rupa, dimainkan oleh SYL. Meskipun sebagai ketua DPD I Golkar Sul-sel tidak pernah “terang-terangan memberi “restu” kepada Supomo Guntur.

Sikap diam SYL terhadap dua kandidat yang sama-sama mengklaim sebagai anggota partai Golkar. Memberi petunjuk kepada kita, kalau adiknya SYL (Irman) dikehendaki pula untuk mendapat “insentif suara” popularitas Golkar, karena adiknya juga adalah bahagian dari kader Golkar.

Kondisi ini, menunjukan rapuhnya institusionaliasi partai politik. Sehingga terjadi dualisme dalam tubuh internal partai. Dalam kesepakatan rapat DPP, hanya Supomo Guntur yang diusung oleh partai Golkar sebagai satu-satunya kandidat dapat memakai Golkar sebagai kendaraan politik. Di saat yang sama, Irman dengan memakai nama “NONE” juga mengaku-ngaku sebagai kandidat yang punya loyalitas di Partai Golkar.

Tidak ada kekuatan AD/ART partai politik sebagai UU yang patut “ditaati” bersama, agar faksi tersebut, tunduk pada keputusan partai. Bukan hanya Golkar, tetapi partai lainpun (seperti Partai Demokrat, PKB, Gerindra, PDIP) derajat kesisteman atas partai masih lemah. Bisa diukur pada sejauh mana fungsi-fungsi partai berjalan dan bagaimana mereka menyelesaikan konflik internal berdasarkan AD/ART partai mereka.

Pada intinya partai politik kita mempunyai “veto player” melalui figur sentral Partai sebagai magnet electoral. Sehingga kasus Pilwakot Makassar, posisi partai Golkar tidak mampu meredam konflik internal yang terjadi dalam tubuhnya sendiri. Sekalipun berkali-kali misalnya ditegaskan oleh Nurdin Halid sebagi perwakilan DPP Partai Golkar “Golkar punya mekanisme tegas dan transparan, DPP mengikat seluruh kader dengan surat keputusan, mereka harus patuh atas aturan partai” Toh, pada akhirnya banyak kader Golkar di Makassar yang terang-terangan mendukung Irman. Hal ini terlihat, ketika sederet nama-nama anggota partai Golkar dicabut “keangotaannya oleh DPP Golkar” namun oleh DPD Kota Makassar tidak mengakui pemberhentian atas sejumlah anggota partainya, yang memberi dukungan pada Irman.

Konflik
Fasionalisasi yang terjadi di Pilwakot Makassar ini, tidak boleh dipandang “sebelah mata” oleh para elit politik Golkar. Bukan hal yang berlebihan, konflik yang terjadi di tingkat DPD malah akan merembes ke tingkat pusat. Sehingga konflik internal selanjutnya adalah konflik DPD versus DPP.

Sekiranya, Partai Politik sudah “dilimitasi” oleh larangan merangkap jabatan sebagai pengurus partai, jika memiliki jabatan kenegaraan. Mungkin saja “lebih muda” untuk meredam faksionalisasi yang terjadi pada usungan partai Golkar di kota Makassar. Tuah-nya harus ditanggung sendiri oleh partai politik karena dalam AD/ART-nya tetap “betah” mendaulat rata-rata kepala daerah sebagai ketua partai. Ataukah, sudah ada pembatasan terhadap keluarga kepala daerah, agar tidak maju menjadi kepala daerah pula di tingkat kota/ Kabupaten (tempat lain). Sebagaimana yang digadang-gadang, sebagai aturan dalam revisi UU Pemda. Tidak mungkin pula ada kondisi dilematis, bagi kepala daerah meski sebagai pengurus partai, tidak tanggung-tanggung, untuk memberi restu atas kandidat yang diusung oleh partainya.

Di atas segalanya, konflik internal yang terjadi dalam tubuh partai kuning itu seraya menanti perhelatan Pilwakot Makassar, yang jelas “keputusan akhir”, penalty, ditentukan oleh hasil pemilukada nantinya. Apakah Golkar yang menjadi pemenangnya, ataukah “dinasti” Yasin Limpo semakin menancapkan kekuasaannya di partai beringin itu. Mari kita tunggu!*
Sumber: rakyatsulsel.com

OLeh; Damang Averroes Al-Khawarizmi
Peneliti dan Analis Politik Republik Institute





[Read More...]


Situs Pendaftaran CPNS Kementerian dan Lembaga 2013



Dari situs Menpan diketahui bahwa rencananya mulai september nanti ada Rekruitmen CPNS pada 65 Kementerian/Lembaga dan 226 Pemerintah Daerah. Saya hanya ingin melist saja Kementrian/Lembaga yang sudah menggunakan electronic recruitment (e-recruitment). Siapa tahu berguna buat saya dan pembaca semua :D. Saya lebih memilih membaca situs resmi daripada situs-situs yang mengatasnamakan website cpns. Carilah informasi pada sumber yang tepat biar tidak tersesat.
 
Pendaftaran CPNS disini http://sscn.bkn.go.id/ActionServlet?page=pengumuman
KEMENTRIAN
1. KEMENLU >> https://e-cpns.kemlu.go.id/ Twitter: @Portal_Kemlu_RI
2. KEMENKEU >> http://rekrutmen.kemenkeu.go.id Twitter @KemenkeuRI
3. DEPTAN >> http://cpns.deptan.go.id/ Twitter: @kementan
4. Kementerian Koordinator Bidang Polhukam http://cpns.polkam.go.id/ @Kemenkopolhukam
5. Kementerian Koordinator Bidang Kesra ???
6. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ???
7. Kementerian Pertahanan http://ropeg.kemhan.go.id/index.php ???
8. Kementerian Hukum dan HAM http://cpns.kemenkumham.go.id/ @KEMENKUMHAM
9. Kementerian ESDM @KementerianESDM
10. Kementerian Dalam Negeri ???
11. Kementerian Perindustrian http://ropeg.kemenperin.go.id/ @Kemenperin_RI
12. Kementerian Perdagangan @Kemendag http://www.kemendag.go.id/id/rekrutmen-cpns-tahun-2013
13. Kementerian Kehutanan http://www.ropeg.dephut.go.id/ http://cpnsonline.dephut.go.id/ @humas_kemenhut
14. Kementerian Perhubungan @pelinfo_kemhub http://www.dephub.go.id/read/pengumuman-cpns/59593 unnduh http://www.dephub.go.id/files/media/file/Pengumuman/cpns/pengumuman-cpns-pertama2013.pdf
15. Kementerian Kelautan dan Perikanan @KelautanKKP
16. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi @menakertrans
17. Kementerian Kesehatan https://ropeg-kemenkes.or.id/
18. Kementerian Pekerjaan Umum http://www.pu.go.id/pengumuman/show/911 @KemenPU
19. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan @Kemdikbud_RI
20. Kementerian Sosial https://cpns.kemsos.go.id/ @kemsos
21. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ???
22. Kementerian Lingkungan Hidup @HumasKLH
23. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak @kpp_pa
24. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional @bappenas_tweet
25. Kementerian PANRB @kempanrb
26. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal @KPDT_RI
27. Kementerian Perumahan Rakyat @Info_Kemenpera
28. Kementerian Pemuda dan Olahraga http://kemenpora.go.id/index/berita @KemenporaRI
29. Kementerian Sekretariat Negara @setnegri


LEMBAGA
1. LIPI >> http://www.cpns.lipi.go.id/ @lipiindonesia 250 CPNS
2. BPS >> http://cpns.bps.go.id/
3. Arsip Nasional RI @ArsipNasionalRI
4. Lembaga Administrasi Negara http://www.lan.go.id/index.php?module=semuaberita @humaslan
5. Badan Kepegawaian Negara @BKN_RI
6. Perpustakaan Nasional @perpusnas1
7. Badan Pusat Statistik ???
8. Badan Inteljen Negara http://www.bin.go.id/karir ???
9. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional http://www.bkkbn.go.id/IndexBerita.aspx ???
10. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional ???
11. Badan Informasi Geospasial http://www.bakosurtanal.go.id/seleksi-penerimaan-cpns-big-tahun-201/ ???
12. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan http://www.bpkp.go.id/berita.bpkp???
13. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi http://www.bppt.go.id/index.php/berita/berita-bppt ???
14. Badan Koordinasi Penanaman Modal http://www.bkpm.go.id/contents/whats/ ???
15. Badan Pertanahan Nasional ???
16. Badan Pengawasan Obat dan Makanan ???
17. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Sestama/Biro_Umum/???
18. BNP2TKI ???
19. Badan Nasional Penanggulangan Bencana http://www.bnpb.go.id/archive???
20. Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah http://rekrutmen.lkpp.go.id/ ???
21. Badan SAR Nasional http://www.basarnas.go.id/index.php/berita ???
22. Badan Narkotika Nasional http://cpns.bnn.go.id/ ???
23. Badan Standarisasi Nasionalhttp://www.bsn.go.id/main/berita/daftar_arsip/Announcement ???
24. Badan Tenaga Nuklir Nasional http://www.batan.go.id/cpns/ ???
25. Badan Pengawas Tenaga Nuklir http://www.bapeten.go.id/index.php?modul=news???
26. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme RI http://www.bnpt.go.id/berita/91-pemberitahuan-cpns-2013-di-bnpt.html???
27. Kejaksaan Agung http://www.kejaksaan.go.id/pengumuman.php???
28. Sekretariat Kabinet http://www.setkab.go.id/pengumuman.html ???
29. Sekretariat Jenderal BPK http://www.bpk.go.id/web/?cat=6 ???
30. Sekretariat Jenderal DPR http://cpns.dpr.go.id/ ???
31. Sekretariat Mahkamah Agung ???
32. Sekretariat Komisi Yudisial ???
33. Sekretariat Komisi Nasional HAM ???
34. Sekretariat KPU ???
35. CPNS Badan Koordinasi Keamanan Laut http://ecpnsbakorkamla.com
36. PPATK http://www.ppatk.go.id/pages/detail/75/91
[Read More...]


Merenungi Kepergian Ramadhan



Setiap orang boleh saja bersedih, berduka, dan menangisi kepergian keluarga, kerabat, hingga orang yang dicintainya. Disaat yang maha kuasa menjemputnya. Mungkin karena belum rela orang yang dicintainya itu meninggalkannya. Ada banyak hal kenangan dalam setiap momen kebersamaan, sehingga sulit melupakannya.

Situasi yang lain, kadang kita sulit melepaskan keluarga kita, yang hendak merantau ke negeri seberang, karena waktu untuk ketemu dengannya, masih harus lagi menunggu bertahun-tahun. Apalagi kalau masa pertemuan dan ajang ngumpul sama keluarga, hanya terjadi pada peristiwa mudik lebaran. Saat kendaraan (bis, kapal, pesawat) yang ditumpanginya berlalu, melepas pergi, lambaian tangan menjadi ajang perpisahan, setelah itu mungkin ada rasa haru menyesak dada, dan bulir air matapun menetes secara tidak sadar.

Lantas, bagaimana dengan kepergian ramadahan, yang baru saja berakhir beberapa hari kemarin. Apakah kita juga bersedih, ketika ramadhan itu meninggalkan kita? Adakah rasa takut terbersit dalam hati dan pikiran, tahun depan boleh jadi tidak lagi bertemu dengannya. Sehingga bulir air mata kitapun terjatuh membayangkan kepergian tamu agung yang dihadirkan oleh Tuhan, dating hanya sekali dalam setahun.

Yang jelas, jangan sampai ramadhan yang telah dilalui selama satu bulan itu. Hanya menjadi ritual dan siklus tahunan. Seolah-olah momentum ramadhan hanya menjadi ajang untuk menyenangkan Tuhan semata.

Tangisan Ramadhan

Bisa disaksikan ketika bulan suci itu datang, semua orang pada berlomba-lomba menunaikan shalat tarawih, berjamaah di mesjid, semua orang pada berlomba-lomba menderas Al-qur’an hingga ingin menuntaskan 30 juz dalam sebulan.

Selama bulan ramadahan semua tempat prostitusi di larang buka, hingga warung makanpun dilarang untuk membukanya pada saat bulannya ramadahan. Bulan ramadahan tidak hanya sampai disitu memesona. Hingga ruang virtual, media, televisi juga ikut-ikutan berpuasa. Artis yang biasa berpenampilan seksi, berpose seronok, kemudian tiba-tiba memakai kerudung hanya karena tuntutan “kapitalisasi” ramadhan. Demi memuaskan pemiras di rumah yang sedang menjalakan ibadah puasa. Tayangan dan durasi yang islami ditambah waktunya, ceramah dari berbagai dai juga turut menghiasai semua saluran televisi.

Kalau Rasul dan para sahabat menangisi kepergian ramadahan, karena dibulan itu, bulan dimana pahala dilipatgandakan. Rasul dan para sahabat, takut tahun depannya tidak ketemu lagi dengan bulan yang penuh rahmat (maghfiroh), ampunan, karena maut sewaktu-waktu bisa saja datang menjemputnya.

Untuk kontkes sekarang, kalau mau dihayati, direnungi, justru tangisan itu, jauh lebih penting untuk diresapi oleh ummat Islam di negeri ini. Bagaimana tidak, sudah melekat makna fitrah atas kemenangan dari sebulan penuh. Namun setelah melewati bulan-bulan itu. Fase ramadahan kemudian diambil alih oleh kehidupan yang menyimpang dari nilai-nilai ajaran Islam.

Setan yang dulunya dikerangkeng, pasca ramadhan berlalu, kembali hidup liar, setelah lepas dari kerangkengnya, manusia di muka bumi merasa wajar-wajar saja, melakukan perbuatan buruk, perbuatan keji. Amalan bulan puasa dan pengampunannya dimaknai lebih pada semua perbuatan dosa tahun lalu, telah diampuni, maka dari itu tidak apa-apa kembali berbuat dosa, karena bulan ramdahan hadir sebagai momentum memutihkan dosa-dosa setahun sebelumnya.

Hemat penulis, cara memaknai yang demikian, melakoni dan menjalankan puasa sama halnya dengan cara kita berpuasa, berpikir model kekanak-kanakan. Inilah tangisa ramadahan yang sesungguhnya, kita ingin me.lihat semua suasana tampil religius setelah ramadhan berlalu. Namun apa daya, yang Nampak dihadapan mata kita, buruk-baik, salah-benar, dosa-amal semua bercampur jadi satu. Tidak ada lagi batasnya.

Bagaimana Seharusnya?
Andai puasa hendak dimaknai, sebagai rukun Islam yang ketiga, dan mengapa menjadi salah satu ibadah yang bersifat imperatif (bukan sun’ah).

Bulan ramadahan setelah berlalu seharusnya, manusia tidak lagi dipertuhankan oleh kepentingan fisiknya. Larangan untuk tidak makan, tidak minum, tidak berhubungan seks di siang hari, merupakan maksud Tuhan agar hambanya tidak terperdaya dengan kepentingan fisiknya lagi. Seharusnya setelah menunaikan ibadah puasa, tidak lagi kita menjadi hamba yang sekuler, kapitalis, hingga berlaku culas atas manusia yang lainnya.

Namun apa yang terjadi? Semua hakikat diperintahkannya ibadah tersebut. Semua hilang sekejap berlalu, tanpa merenungi dibalik kepergiannya.

Sang pemimpin yang nyata-nyata menjalani puasa, hingga merayakannya dengan acara open house, pasca ramadhan, kembali dirinya terendus dengan kasus korupsi, para penegak hukum kembali membengkokan keadilan, demi janji setumpuk rupiah yang akan menaikkan prestisenya.

Seandainya saja diantara semua oknum tersebut, merenungi kepergian ramadhan, memahami makna substansial ramadaan, takut pada tahun berikutnya tidak lagi ketemu dengan tamu agung Allah SWT. Dengan diraihnya hari kemenangan fitri (suci), tidak mungkim mereka berlaku korupsi lagi, penegak hukum sebagai wakil Tuhan sudah pasti berhukum dengan hati nuraninya, berhukum dengan nalar spiritualnya, bukan berani berlaku adil terhadapa sesama, karena takut pada hukum buatan manusia, tetapi takut pada hukum yang sudah dititahkan oleh Tuhan, setelah diselaminya makna-maka tekstual ayat Al-qur’an selam sebulan penuh itu.

Aksi menutup tempat prostitusi, dan menyadarkan pelaku prostitusi hingga menghentikan tumbuhnya tempat prostitusi yang liar, tidak perlu diperintahkan. Di sisi lain pemerintah dengan rasa takutnya, tidak mendapatkan sumber pendapatan Negara, kerena tempat-tempat itu penyuplai anggaran untuk pembangunan kota-kota besar. Andai kepergian puasa direnungi, semua sudah pada tidak lagi terpikirkan. Karena bulan puasa sesungguhnya melatih kita, lepas dari “ego personal”atas segala kuasa fisik, yang hanyabersandar kepentingan duniawi semata.

Merenungi dan menangisi kepergian ramadhan. Semuanya mengantarkan kita, takut kepada Tuhan dan ganjaran-Nya, takut pada azab-Nya, namun selalu merasa dekat dengan-Nya. Tidak lagi kita akan menemukan hamba-hamba yang menjadikan Puasa sebagai ajang konspirasi terhadap Tuhan-Nya. Lebih dari itu fitrah akan dimiliki selamanya. Bukan hanya disaat menggemanya sura taqbir, tahmid, tahlil di hari lebaran.

Mari menjadikan puasa dalam sebulan itu, sebagai latihan, sebagai ujian kelulusan, dan pada saat meraih kelulusan di hari lebaran. Bukan fase perjuangan kita berhenti. Masih banyak ujian-ujian selanjutnya yang akan kita hadapi bersama. Ijazah kelulusan sebulan penuh itu boleh jadi tidak dapat digunakan untuk mendaftar di kamar-kamar surga yang telah dijanikan oleh Allah SWT, di akhirat kelak. Olehnya itu silahkan merenungi ramadhan yang telah berlalu itu.*** 
 
Sumber: ridwansyahyusufachmad.com
 
[Read More...]


Sifat Melawan Hukum



Terminologi sifat melawan hukum dapat ditemukan sebagai salah satu unsur tindak pidana korupsi dalam Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tegasnya pasal tersebut menyatakan: “setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar Rupiah)

Kata melawan hukum dalam pasal tersebut kemudian dalam penjelasanya, mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tidak tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

Sebenarnya istilah melawan hukum materil dalam Pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tidak dapat dipergunakan lagi Pasca Putusan MK No. 003/ PUU- IV/ 2006 tanggal 25 Juli 2006 yang menyatakan bahwa “penjelasan Pasal 2 ayat 1 tersebut dinyatakan telah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.”

Meskipun demikian, pasca putusan MK tersebut, praktiknya MA tetap menganut ajaran perbuatan melawan hukum materil (materele wederrechtelijkheid). Bisa diamati misalnya dalam Putusan MA RI No. 2064 K/ Pid/ 2006 tanggal 8 Januari 2007 atas nama terdakwa H. Fahrani Suhaimi. (Lilik Mulyadi: 2011)

Argumentasi dari hakim tersebut masih menggunakan perbuatan melawan hukum materil sebagai berikut:
  1. Bahwa putusan MK No. 003/ PUU- IV/ 2006 tanggal 25 Juli 2006 yang menyatakan penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 dinyatakan telah bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan telah dinyatakan mempunyai kekuatan hukum mengikat sehinga unsur melawan hukum tersebut tidak menjadi jelas rumusannya. Oleh kerana itu berdasarkan doktrin Sen-Clair atau La Doctrine do Sen Clair hakim harus melakukan penemuan hukum.
  2. Bertitik tolak aspek tersebut di atas, Majelis Hakim MA RI memberi makna unsure melawan hukum dalam ketentuan Pasal 2 ayat 1 UU N0 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 akan memperhatikan doktrin dan Yurisprudensi MARI yang berpendapat bahwa unsur melawan hukum dalam tindak pidana korupsi adalah mencakup perbuatan melawan hukkum dalam arti materil, dan mengenai perbuatan melawan hukum dalam arti materil juga meliputi fungsi positif dan fungsi negatif dengan berpedoman bahwa tujuan diperluas unsur perbuatan melawan hukum adalah untuk mempermudah pembuktian di persidangan sehingga suatu perbuatan dipandang oleh masyarakat sebagai melawan hukum secara materil atau tercela perbuatannya, dapatlah dihukum pelakunya melakukan tindak pidana korupsi, meskipun perbuatan itu tidak melakukan perbuatan melawan hukum secara formal. Kemudian pengertian melawan hukum menurut penjelasan Pasal 1 ayat 1 sub a UU No. 3 Tahun 1971, tidak hanya melanggar peraturan yang ada sanksinya melainkan mencakup pula perbuatan yang bertentangan dengan keharusan atau kepatutan dalam pergaualan masyarakat atau dipandang tercela oleh masyarakat. Selain itu berdasarkan butir 2 Surat Menteri Kehakiman RI tanggal 11 Juli 1970 sebagai pengantar diajukannya RUU No 3 Tahun 1971 dapat disimpulkan pengerttian perbuatan melawan hukum secara materil adalah dititikberatkan pada pengertian yang diperoleh dari hukum tidak tertulis, hal ini tersirat dalam surat tersebut yang pada pokoknya berbunyi “maka untuk mencakup perbuatan yang sesungguhnya bersifat koruptif, tetapi sukar dipidana, karena tidak didahului suatu kejahatan atau pelanggatran dalam RUU ini dikemukakan sarana “melawan hukum dalam rumusan tindak pidana korupsi, yang pengertiannya juga meliputi perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan keharusan dalam pergaulan hidup untuk bertindak cermat terhadap orang lain, barang maupun haknya” dan akhirnya sejalan dengan politik hukum untuk memberantas korupsi dalam Putusan MA RI No 275 K/ Pid/ 1983 tanggal 28 Desember 1983, untuk pertama kalinya dinyatakan secara tegas bahwa korupsi secara materil melawan hukum karena perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tidak patut, tercela dan menusuk perasaan hati masyarakat banyak, dengan memakai tolok ukuran asas-asas hukum yang bersifat umum dan menurut kepatutan dalam masyarakat.

Tentunya dari putusan MA RI di atas memunculkan pertanyaan sebagai berikut:
  1. Jika sudah dibatalkan oleh MK penjelasan perbuatan melawan hukum materil, kenapa masih digunakan oleh MA, apakah masih dibolehkan MA menggunakan unsur perbuatan melawan hukum materil tersebut dengan melakukan penemuan hukum kembali ?
  2. Apakah mesti MARI tunduk pada putusan MK yang sudah membatalkan pengertian perbuatan melawan hukum materil itu ?

Kedua pertanyaan tersebut, sebenarnya lahir dari satu konsep atau asas hukum yang kita anut saat ini yaitu asas legalitas yang sederhananya terdapat dalam Pasal 1 KUHP “Tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali undang-undang mengaturnya lebih dahulu”. Olehnya itu dalam hukum pidana sangat dilarang penggunaan analogi.

Terdapatnya unsur perbuatan melawan hukum materil dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001 merupakan kontradiksi antara dianutnya asas legalitas dalam hukum pidana ataukah tidak, atau dalam kalimat yang lain apakah masih dimungkinkan hakim melakukan analogi ataukah penafsiran ekstensif. Dalam konteks ini menurut saya hakim dapat melakukan penafsiran hukum, perlu diketahui bahwa analogi dan penafsiran ekstensif merupakan penemuan hukum dari metode konstruksi, bukan penafsiran an sich (lih. Achamd Ali: 2002).

Sepanjang hakim itu melakukan penafsiran terhadap maksud Pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001, tidak mengubah maksud dari pasal tersebut, tetap dimungkinkan. Misalnya dengan berpatokan pada adanya unsur kerugian Negara dan ternyata bertentangan dengan nilai keadilan yang dianut dalam masyarakat tetap dapat dipidana. Tapi kalau tidak melanggar nilai keadilan yang dianut dalam masyarakat, orang yang merugikan keuangan Negara itu bisa lepas dari tuntutan pidana.

Sebuah contoh sederhana, seorang kepala daerah mencairkan dana bantuan bencana alam, namun dari bantuan tersebut masih ada sisanya, sisanya kemudian ia anggarkan lagi untuk pembangun jalan dan jembatan, dimungkinkan terjadi kerugian Negara, tetapi terpenuhinya memperkaya diri sendiri baik itu sebuah korporasi tidak ada, dalam penggunaan anggaran sisa itu karena tidak diperuntukan untuk yang demikian. Berarti tidak terpenuhilah perbuatan korupsinya. Inilah yang dimaksud perbuatan melawan hukum materil berfungsi negatif. Perbuatan tersebut terpenuhi melanggar undang-undang namun dalam tataran substantif, oleh masyarakat bukan dipandang sebagai perbuatan pidana.

Kalau kita membuka RUU KUHP Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2, kelihatan sudah menganut istilah melawan hukum materil berfungsi positif dan berfungsi negatif.

Tegasnya pasal tersebut berbunyi (1) tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan dilakukan, selanjutnya pada ayat 3 nya dinyatakan “ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak mengurangi tidak berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seorang patut dpidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Sepertinya di masa mendatang, asas legalitas yang dianut di Indonesia tidak lagi bersifat absolut, karena secara tersirat sudah diakui hukum yang tidak tertulis dalam masyarakat.

Kalau kita mencari dasar konstitusioanlanya asas legalitas dalam UUD NRI Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat 3 “negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak ada embel-embel konsep Negara hukum rechstaat ataukah konsep Negara hukum rule of law yang kita gunakan, berarti dengan tidak adanya embel-embel tersebut dilakukan secara sengaja, dengan tujuan memberi tempat yang luas pada pemenuhan rasa keadilan (the rule of law). Artinya demi tegaknya keadilan, seyogianya perbuatan yang tidak wajar, tercela, atau yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dapat dipidana secara formal tidak ada hukum tertulis yang melarangnya (konsep Negara hukum prismatic dalam Mahfud: 2006)

Agar tercipta kejelasan dalam pemahaman pengertian “melawan hukum” mari kita lihat pembagiannya dalam hukum pidana. Sifat melawan hukum adalah suatu frase yang memiliki empat makna (Hiariej: 2006)
  1. Sifat melawan hukum umum diartikan sebagai syarat umum dapat dipidananya suatu perbuatan atau dengan kata lain merupakan syarat tertulis untuk dipidananya suatu perbuatan
  2. Sifat melawan hukum khusus biasanya kata melawan hukum dicantumkan dalam rumusan delik. 
  3. Sifat melwan hukum formil mengandung arti semua bagian (unsur-unsur ) dari rumusan delik itu telah terpenuhi 
  4. Sifat melawan hukum materil menganut dua pandangan, Pertama sifat melawan hukum materil dilihat dari sudut perbuatannya, yang mana mengandung arti perbuatan yang melanggar atau yang membahayakan kepenting hukum yang hendak dilindungi atau pembuat undang-undang dalam rumusan tertentu. Kedua, sifat melawan hukum materil dlihat dari sudut hukumnya, hal ini mengandung makna yang bertentangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum yang hidup dalam masyarakat, asas-asas kepatutan, atau nilai-nali keadilan dan kehidupan sosial dalam masyarakat.

Dalam perkembangan selanjutnya sifat melawan hukum materil itu masih dibagi lagi menjadi dua yaitu sifat melwan hukum materil dalam fungsinya yang berfungsi negatif dan sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang berfungsi positif

Sifat melawan hukum dalam fungsinya yang negatif diartikan bahwa meskipun perbuatan tersebut memenuhi unsur delik tetapi tidak bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, maka perbuatan tersebut tidak dipidana. Sedangkan sifat melawan hukum materil berfungsi positif, mengadung arti bahwa meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam perundang-undangan, namun jika perbuatan tersebut dianggap tidak tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-noram kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

Pertnyaan sekarang, kira-kira yang dibatalkan oleh MK, perbuatan melawan hkum material dalam arti yang bagaimana ? kalau diartikan bahwa perbuatan melawan hukum dalam arti tidak boleh menggunakan analogi, karena dianutnya asas legalitas dalam hukum pidana sepertinya kurang tepat, karena untuk konteks sekarang cara kita menerapakan asas legalitas tidak lagi absolute, bahkan dengan diberikanya hak bagi hakim untuk menggali nilai –nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat berdasarkan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menunjukan ada indikasi dapat diterapkannya perbuatan melawan hukum materil yang terbagi atas dua itu (berfungsi negatif dan berfungsi positif).

Kalau dikatakan ini melanggar hak tersangka/ terdakwa karena bisa sewenang-wenang terhadap perlakuan hukum terhadap terdakwa, maka jawabanya tidak juga. Bukankah dari dianutnya dua pembagin perbuatan melawan hukum materil itu, terdakwa bisa tidak di pidana, bisa juga dipidana. Yang dilarang sebenarnya dalam hukum pidana, dalam perspektif saya, kalau hakim itu menggunakan analogi yang diartikan tidak lagi berpijak pada satu ketentuan hukum dalam sebuah pasal yang diterapkan itu. Tetapi penerapan perbuatan melawan hukum materil berfungsi positif dan berfungsi negatif diakui bersama masih berpijak pada unsure-unsur tindak pidana korupsi seperti terjadinya kerugian Negara, memperkaya diri sendiri ataukah sebuah korporasi. Kalau begitu dalam penelaahan asas, hingga teori dan tujuan hukum (tidak melihat sasaran utama putusan MK sebagai putusan yang final and binding). Maka perbuatan melawan hukum materil yang berfungsi positif dan berfungsi negative, masih layak diterapkan oleh hakim dalam memeriksa perkara tindak pidana korupsi.

Berbeda halnya kalau berbicara persoalan ranah kewenangan MK dan sasaran dari pada putusannya, karena MK yang bertindak sebagai judicial court (bukan justice court), yang mana MK bertindak seolah-olah sebagai UUD sebagai landasan tertinggi dari UU, maka mau tidak mau Pengadilan Umum dan jajarannya harus tunduk pada putusan MK tersebut.

Di sinilah kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dengan hadirnya MK, karena putusan MK tidak dikenal lagi upaya hukum untuk menganulir putusannya. Satu-satunya cara adalah dengan merivisi UU tersebut melalaui pembahasan kembali di legislatif. 
Sumber: cikarangonline.com
[Read More...]


Return to top of page Copyright © 2011 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors