MATERI KULIAH



SDM yang kurang berkualitas tidak akan dapat menghasilkan output yang optimum; SDM yang tidak berkualitas menekan pertumbuhan karena selain tidak menyumbang pada peningkatan produksi juga ikut memakan produksi yang dihasilkan orang lain. Akibatnya produktivitas atau pertumbuhan berkurang. Oleh karena itu ke depannya yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah peningkatan kualitas sumber daya manusianya agar dapat menjadi negeri mandiri dalam mengelolah SDA dan mampu bersaing di arena globalisasi

Sejarah pembentukan UUPA: PANITIA AGRARIA YOGYAKARTA: PANITIA AGRARIA JAKARTA; PANITIA SOEWAHJO; RANCANGAN SOENARJO.


Esensi membangun SAK adalah membakukan atau memantapkan mekanisme penyelenggaraan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil terutama kelahiran, kematian, perkawinan dan perceraian yang dilakukan berbagai instansi terkait didukung dengan sistem informasi yang mampu menghimpun data penduduk dengan tepat waktu dengan cakupan lengkap serta menyeluruh dan dapat dimanfaatkan untuk penerbitan dokumen penduduk dan pelayanan publik lainnya. (b) Untuk melaksanakan program rintisan SAK termasuk dalam penyelenggaraan pelayanan, perlu diterapkan mekanisme yang berisi persyaratan dan prosedur serta tatacara seperti yang telah dituangkan dalam pedoman termasuk formulir-formulir pelayanan dan blangko dokumen penduduk sekaligus langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pendaftaran penduduk, pencatatan sipil dan pengelolaan informasi.
Penyelenggaraan administrasi kependudukan di Indonesia dengan rekomendasi penyelenggaraan civil registration dari Perserikatan Bangsa-Bangsa terletak pada re-grouping dan cakupan peristiwa penting yang direkomendasikan, sebagaimana di dalam perbandingan berikut: Adminitrasi  kependudukan/capilIndonesia: Kelahiran : Kematian ;   Perkawinan Perceraian Pengangkatan Anak Pengakuan Anak Pengesahan anak Perubahan Kewarganegaraan. Civil registration/ Vital Evect: Birth (kelahiran), Death (kematian), Foetal Death (lahir mati),Marriage. (perkawinan), Divorce (perceraian), Annulment (pembatalan perkawnan),Judicial Separation (pisah meja ranjang), Adoption (pengangkatan anak), Recognition (pengakuan anak), Legitimation (pengesahan anak)

BPJS membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.  BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.  BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.
Bentuknya adalah Sebagai badan hukum publik, BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada pejabat publik yang diwakili oleh Presiden.  BPJS menyampaikan kinerjanya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden, dengan tembusan kepada DJSN, paling lambat  30 Juni tahun berikutnya. BPJS merupakan badan hukum publik karena memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 UU BPJS)
  2. Berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 UU BPJS)
  3. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum (Pasal 48 ayat (3) UU BPJS)
  4. Bertugas mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta (Pasal 10 huruf d UU BPJS)
  5. Berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional (Pasal 11 huruf c UU BPJS)
  6. Bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi atau lembaga internasional (Pasal 51 ayat (3) UU BPJS)
  7. Berwenang mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya (Pasal 11 huruf f UU BPJS).
  8. Pengangkatan Angggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi oleh Presiden, setelah melalui proses seleksi publik (Pasal 28 s/d Pasal 30 UU BPJS).
Implikasinya:
a.       Penyelenggaran harus secara nasional (Pasal  19, 29, 35, 39, 45);
b.       BPJS (Badan Hukum Publik/Nirlaba), yang sebelumnya berbentuk privat seperti Asabri dan Taspen kini harus berubah status dalam badan hukum publik;
c.       Asabri, Askes, Jamsostek dan Taspen (badan hukum privat) wajib menyesuaikan diri  atau dengan kata lain ikut dengan SJSN;
d.       BPJS selaku badan hukum publik memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur publik melalui kewenangan membuat peraturan-peraturan yang mengikat publik.

Bonus Demografi secara umum dapat di artikan sebagai kondisi dimana penduduk usia produktif (15-60 tahun) meningkat sehingga menyebabkan angka ketergantungan yaitu perbandingan antara penduduk usia produktif (15-59 tahun) dengan penduduk usia non prodiktif (0-14 ditambah 60 tahun ke atas) semakin menurun.
1. Investasi SDM (Sumber Daya Manusia) Berkualitas:Pemerintah harus mendongkrak potensi penduduk usia produktif, terutama anak muda agar memiliki SDM yang berkualitas dan mampu bersaing di pasar Internasional dengan cara melakukan pelatihan-pelatihan yang merata terhadap masyarakat, sehingga bisa kreatif dan membuat lapangan kerja sendiri.

2. Meningkatkan Pendidikan: Bonus Demografi harus diimbangi dengan pendidikan yang merata dan lama bersekolah juga wajib ditingkatkan. Bidang pendidikan yang dikembangkan harus sesuai kebutuhan pasar.
3. Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja:Pemerintah harus memiliki strategi pembangunan yang mampu menciptakan lapangan kerja layak dan berkelanjutan bagi angkatan kerja yang terus bertambah. Oleh karena itu, kapasitas tenaga kerja yang ada dipasar kerja harus ditingkatkan, diantaranya dengan menyediakan dana untuk berbagai pelatihan dalam rangka memaksimalkan potensi dan skill masyarakat.

4. Menyediakan Lapangan Kerja yang Memadai: Bonus Demografi harus dipersiapkan pemerintah dengan membuka lapangan pekerjaan secara besar-besaran di berbagai bidang untuk menampung sekitar 70% penduduk usia kerja di tahun 2020-2030. Diharapkan pula Pemerintah dapat terus menggenjot industri padat karya, pertanian, industri kreatif serta industri mikro, kecil dan menengah.

5. Memperkuat Investasi di bidang Kesehatan:Besarnya jumlah tenaga kerja harus diimbangi pula dengan meningkatkan jumlah fasilitas sosial dan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dan poliklinik). Selain itu, Pemerintah juga harus meningkatkan fasilitas lain seperti pengadaan obat dengan harga terjangkau, pengadaan asuransi kesehatan bagi tenaga kerja dan menjadikan lingkungan lebih sehat.

6. Meningkatkan Produksi Pangan: Besarnya jumlah penduduk usia produktif harus diimbangi dengan ketersediaan bahan pangan yang cukup memadai sebagai sumber energi mereka dalam meningkatkan produktivitasnya. Selain itu, bahan pangan juga harus ditingkatkan produksinya serta didistribusikan secara merata ke seluruh daerah.

7. Program Keluarga Berencana (KB) sebagai gerakan nasional: Selain bermanfaat bagi pembangunan, usia produktif juga rawan memicu pertumbuhan penduduk yang tak terkendali (ledakan penduduk). Sosialisasi tentang Keluarga Berencana (KB) yang dikelola langsung oleh BKKBN ini harus tetap dilakukan secara merata di Indonesia agar jumlah anak setiap keluarga dapat semakin dikontrol. Hal positif yang dapat diambil adalah dengan jumlah anak yang semakin sedikit, maka produktivitas mereka dapat dipertahankan bahkan meningkat karena tanggung jawab mereka terhadap anak tidak akan semakin besar.





[Read More...]


Terompet Sangkakala untuk KPK




Tulisan ini tidaklah dimaksudkan untuk menasbihkan materialime dialektika historis yang terdapat dalam karya bernas “Das Capital” Karl Marx. Bahwa pada akhirnya kapitalisme akan runtuh dengan revolusi yang dilakukan oleh proletariat, dan saban waktu kapitalisme akan menggali liang kuburnya sendiri. Maka hancur leburlah kapitalisme di atas bendera sosialisme.

Sungguh berbeda dengan peristiwa yang sedang melanda DPR saat ini, menggali kuburannya yang bernama Undang-Undang (UU) “lembaga anti rasuah” (KPK) justeru ditujukan untuk melanggengkan kekuasaan dan kepentingan kapitalisnya. Bagaimana tidak? kalau kuburan itu telah banyak menelan korban dari rekan sejawat pada periode-periode sebelumnya. Siapa pula yang mau menjadi korban selanjutnya di nisan anti rasuah itu?

Dan tentunya kalau mereka sendiri yang menjadi perancang UU KPK, lalu sedari awal sudah diketahui kalau lembaga tersebut pada akhirnya akan memangsa dirinya. Suatu hal yang tidak perlu kemudian khalayak menjadi kaget manakalah sedikit demi sedikit DPR kukuh untuk kembali menggali liang lahat UU KPK. Agar jangan terlalu gampang menyeret sejumlah anggota legislatif ke nisan UU anti rasuah itu.

Liang Kubur

DPR kembali menggali liang kuburnya. Mengecek satu persatu korban pesakitan korupsi yang sudah terseret ke sana. Mengapa mereka dengan mudahnya dilucuti satu persatu dari tempat terhormatnya yang sudah mengatasnamakan perwakilan dari seluruh rakyat Indonesia?

Perlahan dan pasti, satu persatu fakta historis dijadikan sebagai pengalaman berharga. Lalu pengalaman itu dintrodusir oleh DPR dalam draf RUU KPK: “Wahai KPK, anak yang tidak tahu diri, anak durhaka, sudah menjadi mali kundang, kini segala hak-hak dan kewenanganmu harus dikurangi agar jangan terlalu ambisius menahan dan menyandera orang tuamu sendiri.”

Maka dalam keadaan demikianlah, memunculkan beberapa niatan agar KPK dibatasi usianya hingga 12 tahun saja. Agar KPK cukup melakukan penyelidikan dan penyidikan, tidak perlu berada dalam proses acara sebagai jaksa penuntut umum. 

Dalam wilayah penyelidikan memang KPK masih diberi kewenangan untuk melakukan penyadapan, tetapi haruslah denga izin hakim pengadilan. Demikian juga dengan lex specialis atas kewenangannya menangani hanya pada kasus tindak pidana korupsi, pada kewenangan a quo masihlah dipertahankan, namun sedikit diperlemah dengan batas untuk melakukan penindakan kasus korupsi pada nilai 50 milyar ke atas. Ini berbeda dengan “succes story” KPK di masa-masa sebelumnya, ketika garang menindak satu persatu koruptor dengan standar penindakan kasus korupsi pada nilai 1 milyar ke atas.

Wajar kemudian, ketika sikap DPR dalam niatan memperlemah KPK bukan berdiri di atas nalar kepentingan publik, tetapi justeru sebaliknya lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya saja. 

Dalam nuansa kepercayaan publik yang sudah terdegradasi terhadap anggota DPR, nyatanya DPR “tuli” dari teriakan publik agar tetap mempertahankan marwah KPK. DPR adalah kumpulan wakil rakyat yang dimuliakan dalam kata, tetapi dihinakan dalam perbuatan.

Menjadi terhina, oleh karena rasa kepekaannya akan kepentingan rakyat terkalahkan oleh nafsu keserakahannya menumpuk lembaran rupiah. Sebuah fakta yang tidak bisa dinafikan, anggota legislatif yang duduk manis di senayan, mereka rata-rata berasal dari kalangan pengusaha. Kalau bukan dirinya sebagai direksi dalam sebuah perusahaan, mereka memiliki kerabat yang berprofesi sebagai pengusaha. 

Lokalisasi anggaran negara sengaja dialirkan kepada kerabatnya, dengan niatan jahatan pun keuntungan akan mengalir kepadanya. Dan ingat! Dalam keadaan demikian dengan tetap mepertahankan UU KPK saat ini, sudah pasti berkualifikasi korupsi yang rentan menyeret anggota DPR kita yang sungguh terhormat itu ke nisannya sendiri, UU KPK.

Terompet Maut

Ada suatu waktu, ketika KPK dalam juntrungnya segala kewennagan extra sudah dilucuti oleh DPR. Kabut kegelapan akan menyelimuti senayan dari praktik korupsi yang bergerak secara liar. 

DPR tak perlu takut untuk melakukan korupsi dalam batas 50 milyar ke bawah. DPR tidak akan merasa was-was lagi menelephon kerabat dari pengusaha ternama untuk melakukan konspirasi jahat dalam menyalahgunakan keuangan negara. Sebab KPK tidak segampang dulunya menyadap gadgate dari pejabat negara yang terindikasi korupsi. 

Prasyarat penyadapan harus mendapat izin dari hakim pengadilan, lalu KPK memiliki “legalitas” dalam melakukan penyadapan, pada sesungguhnya menyimpan sejumlah peluang besar bagi oknum DPR ketika melakukan transaksi korupsi via elektronik akan menghilangkan jejak-jejak kejahatannya.

Dan kalaupun DPR melakukan korupsi kecil-kecilan saja. Mereka tak perlu pobhia dengan anti rasuah KPK. Regim bisa saja berganti, tetapi pada waktunya mustahil KPK akan mendapat kekuatan politik untuk mengirim koruptor masa lalu menuju liang pekuburan UU KPK untuk mempertanggungjwabkan segala perbuatan tercelanya. Sebab apa daya! Usia KPK akan terhenti dalam denyut nafasnya 12 tahun di masa yang akan datang.


DPR silahkan korupsi! Silahkan menumpuk harta dengan keserakahanmu! Sebab perjuanganmu sendirilah menggali liang lahat UU KPK dari korban koruptor kelas kakap. Sehingga usahamu kian mendekati keberhasilan untuk membunuh anak durhaka yang bernama KPK. Dan selanjutnya lembaga anti rasuah (KPK), yang akan diseret keliang lahat itu. Tidak lama lagi terompet sangkakala untuk KPK akan berdendang dari senayan, dalam masa penantian 12 tahun, itu bukanlah waktu yang lama.*

Sumber Gambar:bantenflash.com/

[Read More...]


Ketika KPK Mengusik Dinasti Limpo




Hanya selang satu, dua jam pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digawangi oleh KPK terhadap Dewie Yasin Limpo bersama kerabat dan temannya yang berinisial (BWA, Ir, YS, Dv, Ir, dan ST), broadcast pemberitaan tersebut akhirnya menjadi ramai di media sosial, mulai dari twitter, facebook, hingga via BBM. Satu persatu akun sosial media menyebarkan link dengan konten “OTT KPK terhadap Dewie Yasin Limpo.”

Ini bukan soal pejabat dari lapangan kekuasaan mana yang disasar ataukah diusik oleh KPK. Sebagai bahagian peristiwa, “seolah-olah” efek dendam DPR yang selalu melemahkan lembaga anti rasuah itu.

Dewie Yasin Limpo memang salah satu anggota DPR RI di Komisi VII. Tapi peristiwa OTT ini efek tindalnya bukan karena jabatan legislatifnya. Toh parlemen kita saat ini, oleh publik sudah terlanjur tidak memercainya lagi.

Mengusik Limpo 

Lantas apa kalau begitu? Causalitas politiknya, bukanlah karena Dia adalah salah satu anggota DPR dari Parpol pengusung Jokowi-JK. Tetapi lebih dari pada itu semua, karena Dewie Yasin Limpo merupakan keluarga dari tanah Bugis-Makassar yang boleh dikata besar pengaruh, dominasi dan hegemoni politiknya di tanah Sul-sel. Tak tanggung-tanggung, siapa sih yang tidak kenal dua saudara kandungnya, Syahrul Yasin Limpo dan Ichsan Yasin .Limpo, adalah tokoh politik yang masing-masing sudah terpilih dalam dua periode Pemilihan Kepala Daerah.

Lalu dengan sekonyong-konyong komisi anti rasuah itu, dengan beraninya mengusik dinasti Limpo. Tindakan hukum KPK ini, sungguh betapa besar efeknya yang akan menghadirkan “peradilan opini publik” dalam memobilisasi isu, lalu kemudian mengancam popularitas, kredibilitas, dan integritas seluruh keluarga Limpo. 

Sejatinya, KPK memang selalu berada dalam arena hukum due process of law, tetapi kondisi politiknya sulit dihindari manakalah KPK mempredeokan pejabat publik ternama. Baha gejala politik selalu menghantui para kerabat dari pejabat publik ternama: akankah ia masih disukai dan dipilih oleh rakyat pemilih nantinya?

Politik selalu berada dalam gerak probabilitas, serba kemungkinan yang kadang sulit diprediksi. Tetapi pada intinya, kasus korupsi kekerabatan yang menimpa Ratu Atut di Banten bisa menjadi pelajaran berharga bagi dinasti Limpo ke depannya. Dalam konteks ini terdapat dua pelajaran yang bisa dipetik atas efek tindal politik, ketika KPK mengusik dinasti dalam sentrum tindak pidana korupsi. 

Pertama, apakah tertangkapnya Dewie Yasin Limpo dalam kasus suap terkait ijon proyek keenergian, juga pada akhirnya akan menyeret beberapa keluarganya dalam lingkaran korupsi berjamaah? Kedua, mutatis-mutandis apakah peristiwa penangkapan terhadap Dewie Yasin Limpo ini akan menjatuhkan popularitas keluarga lainnya yang akan/dan sedang menjadi Calon Kepala Daerah?

Ilmu politik yang selalu menaruh rasa curiga berlebihan pada penegakan hukum, bahwa ada kalanya dengan jatuhnya salah satu keluarga di dinastinya dalam jurang korupsi, menjadi pertanda kekuatan politiknya melemah secara perlahan, dalam menangkal serangan lawan-lawan politiknya. Sehingganya, kasus dan borok kejahatannya di lingkaran kekuasaan pun akan terbuka secara perlahan.

Kondisi ini kemudian pada akhirnya juga mengonfirmasi, Dinasti Limpo yang sedang berjuang mengembalikan tahtanya di kabupaten Gowa akan mengalami hadangan maha berat dari lawan politiknya. Sebab bagaimana tidak! kampanye anti korupsi yang begitu massif dikalangan anak-anak hingga orang tua, bisa saja dijadikan senjata termutakhir untuk melumpuhkan keluarga Limpo. 

Inilah ujian yang harus ditanggung oleh para elit politik yang selalu menyandarkan ketenarannya karena darah bangsawannya. Di satu sisi memang menguntungkan, rakyat pemilih bisa langsung mengenalnya, karena keluarganya yang sudah meroket di pusaran kekuasaan, sehingga dengan begitu gampangnya, pemilih menjatuhan pilihan hanya karena mengenal nama dinastinya, tanpa perlu mengenal kinerja dan integritas. Namun di sisi lain, tunggu dulu! Sebab isu korupsi merupakan senjata mematikan, persepsi publik yang dibangun dalam dunia kecepatan informasi sepersekian detik, pada akhirnya pemilih yang mengenal keluarganya sebagai keluarga “korup”, justru akan meninggalkannya sebagai calon yang layak pilih. 

Soliditas Limpo

Hanyalah soliditas Limpo sendiri yang kini bisa mengembalikan popularitasnya di mata pulik, sehingga menjadi calon kepala daerah yang layak pilih. Kematangan Syahrul Yasi Limpo menjadi petarung tangguh di Pilgub Sulsel kemarin, hingga mampu meraih tahta kursi Gubernur dalam dua periode, bisa saja diturunkan untuk kemanakannya, Adnan yang kini sedang mencoba juga peruntungan guna mengikuti kejayaan ayahnya.

Kalau Syahrul Yasin Limpo bisa saja menghapus “memori publik” atas masa kelamnya, sehingga terbukti terpilih dalam dua periode. Maka bagi Adnan Ichsan Yasin Limpo untuk menangkal ketidaksukaan publik karena keluarganya yang terseret dalam pusaran korupsi. Isu demikian tidaklah terlalu sulit untuk diproteksi, manakalah Syahrul Yasin Limpo “turu gunung” dalam mengambil peran politik, untuk kemanakannya, cukup dengan slogan “don’t look my family”

Beranikah orang nomor satu Sul-Sel ini turut andil dalam merekatkan kembali soliditas dinastinya agar tidak menjadi tumbang pada akhirnya? Saya kira itu bukan tantangan yang berat bagi Adnan. Sebab melumpuhkan saja pasal pelarangan dinasti politik dalam UU Pilkada, hingga harus berjuang mati-matian sampai di Mahkamah Konstitusi, dirinya sudah menunjukan ketangguhan untuk menjaga marwah dinasti Limpo.

Pun titah “wakil Tuhan” saja atas nama Hakim Konstitusi, sudah menunjukan kalau persoalan dinasti bukan menjadi soal untuk maju sebagai Calon Kepala Daerah. Apalagi hanya dengan isu korupsi yang menyeret salah satu keluarga, toh tidak ada dasar hukumnya dalam UU Pilkada, kondisi itu bisa kemudian menjadi syarat agar digugurkan sebagai Calon Kepala Daerah.

Bahwa tindak pidana korupsi yang disangkakan terhadap salah satu keluarga Limpo, bukanlah pertanggungjawaban secara kolektif, yang harus ditanggung oleh seluruh kerabatnya. Itu penting dikampanyekan oleh Adnan sebagai calon Bupati Gowa. Sebab kalau tidak, lalu Adnan gagal menjadi pemenang di Kabupetan Gowa nanti, boleh jadi itulah pertanda akan jatuhnya satu persatu sayap Limpo di lingkaran kekuasaan. Mari kita tunggu!*

Sumber Gambar: makassar.tribunnews.com






[Read More...]


Return to top of page Copyright © 2011 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors