Reinkarnasi Lese Majeste




Ada keinginan untuk kembali menghidupkan pasal penghinaan terhadap presiden melalui penggodokan RUU KUHPidana di DPR. Dikatakan ada niat untuk menghidupkan kembali ketentuan tersebut, karena penghinaan terhadap Presiden (lese majeste) berdasarkan Pasal 134, 136 bis, dan 135 KUHPidana jauh-jauh hari sebelumnya telah “mati tak berdaya” melalui Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 dan Putusan MK No.6/PUU-V/2007.

Saya menyebutnya kemudian keinginan pembentuk undang-undang tersebut sebagai suatu peristiwa “reinkarnasi lese majeste.” Reinkarnasi adalah suatu keadaan dimana seseorang terlahir kembali dalam jasad yang baru. Suatu jiwa yang pernah singgah dalam tubuh, namun perangai seseorang itu “jahat” sehingga ia akan menerima takdir kematian. Dan setelah itu, jiwanya akan terlahirkan kembali dalam fisik yang baru demi memulai kehidupan yang lebih baik lagi.

Seperti pasal penghinaan terhadap presiden ini juga akan mengalami proses reinkarnasi dalam fisik RUU KUHPidana. Harapan dibalik itu, tentu untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik pula dalam tertib dan tatanan pergaulan sosial.

Lese Majeste

Mengenai pasal lese majeste yang hendak dihidupkan kembali dalam pembangunan hukum pidana di masa mendatang. Oleh beberapa tim perumusnya memberikan alasan secara argumentum peranalogiam. Larangan penghinaan terhadap kepala negara lain (luar negeri) saja, masih kita pertahankan hingga saat ini. Mengapa larangan penghinaan terhadap kepala negara sendiri (Presiden) kita tidak mau terima? Contradictio intermenis jika kita lebih menghargai kepala negara lain dibandingkan dengan kepala negara sendiri. Termasuk penghinaan terhadap simbol-simbol negara (seperti bendera) benar adanya kita masih pertahankan pula. Penghinaan terhadap benda mati saja dilarang, mengapa manusia sebagai subjek hukum (pribadi jabatan kepala negara) yang “bernyawa” tidak dilarang untuk dihina?

Dalam tataran positif, saya kira bukan disitu letak perdebatannya. Namun apa dibenarkan suatu ketentuan dihidupkan kembali ketika sudah dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945? Perlu diketahui bahwa dalam pembentukan perundang-undangan menjadi harus atau wajib, agar materi muatannya berisi tentang tindak lanjut atas putusan MK (Pasal 10 UU No. 12/2011). Itu artinya, pasal lese majeste jika ditindaklanjuti dengan perubahan undang-undang, seharusnya tidak dihidupkan lagi.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah memungkinkan suatu ketentuan itu bisa dihidupkan kembali setelah dibatalkan oleh MK? Jawabannya, sangat memungkinkan dengan syarat: “pemenuhan kebutuhan dalam masyarakat.” Ini bukan hanya terjadi dalam konteks positif legislator saja. Masih hangat dimemori kita semua, bahwa MK dalam fungsi negatif legislatornya pernah pula membatalkan putusannya sendiri melalui putusan MK terbaru dalam pengujian Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. Jika dulunya unsur kerugian negara berupa potensial lost diinyatakan konstitusional, MK kemudian menafsirkannya secara bersyarat pasal a quo, baru dapat dikatakan konstitusional kalau kalau unsur kerugian negaranya dapat dibuktikan secara nyata (actual lost). Apa yang terjadi dalam putusan MK tersebut, bertitik tolak dari adanya kebutuhan dalam masyarakat, terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan banyak pejabat negara dikriminalisasi tindakannya, padahal dalam kehendak batinnya sama sekali tidak terbetik melakukan kejahatan.

Kiranya kalau pasal lese majeste ini hendak dihidupkan kembali. Hal yang penting harus diperhatikan oleh pembentuk undang-undang, apakah reinkarnasi lese majeste sarat dengan “gendongan” pemenuhan kebutuhan masyarakat. Ini menjadi penting didalilkan dalam termin “wet historical” agar kelak tidak dibatalkan lagi oleh MK.

Secara pribadi, saya mengajukan dalil yang bisa menjadi pendukung reinkarnasi lese majeste tersebut. Bahwa benar adanya pasal lese majeste dapat mengekang kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam haluan negara demokrasi. Akan tetapi perlu diingat konteks kekiniannya, yaitu kebebasan yang saat ini telah dibuka selebar-lebarnya sudah membuka mata kita semua: betapa banyak dampak yang ditumbulkan dari kebebasan berpendapat itu. Gara-gara presiden dihujat di media sosial, banyak menimbulkan perseteruan antara nitizen, antara yang pro dan kontra tak henti-hentinya saling menghujat dan mencaci maki. Terlebih-lebih dalam nuansa Pilkada dan Pemilu, kita bisa melihat sendiri berbagai bentuk penghinaan tersebut tak pernah berhenti walau pemilihan telah berakhir.

Minta Maaf

Pasal lese majeste tidak menjadi soal lahir kembali. Tapi satu pesan saya, reinkarnasi pasal ini tidak perlu menggunakan sanksi pidana, cukup tindakan saja. Sanksi tindakannya yaitu dengan memerintahkan kepada pelakunya untuk meminta maaf secara terbuka kalau terbukti perbuatannya. Cukup setelah vonis pengadilan, di depan persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum, sipelaku meminta maaf kepada presiden.

Model penghukuman ini mungkin terkesan klise. Apalagi pikiran kita sudah banyak tercekoki dengan “hukum” produk impor. Namun saya ingin mengatakan bahwa bentuk penghukuman dengan meminta maaf kepada penguasa, lebih cocok dengan nilai kultural bangsa ini.

Ada banyak nilai-nilai yang bisa kita gali dimasyarakat. Dalam hukum pidana Bugis misalnya, barangsiapa yang dilanggar siri-nya (kehormatannya) yang menjadikannya Asu (anjing) dapat diadakan perdamaian antara pihak yang menghina dari pihak terhina yang diusahakan oleh tua-tua adat (istilahnya nasekkokni wewangeng: sudah ditutupi oleh atap raja). Sejarah kehidupan Rasulullah yang mempersunting Hindun binti Utbah, adalah perempuan yang pernah terlibat dalam pembunuhan pamannya (Hamza), itu juga bisa menjadi catatan kalau tidak selamanya kejahatan itu harus berakhir dibalik jeruji besi, Rasulullah memaafkan Hindun. 



Raja yang kini sudah berganti nama, Presiden dan Wakil Presiden tat kala menjadi korban penghinaan harus memberikan amnesti kepada rakyat yang menghinanya. Meminta maaf dan memberikan pengampunan kepada orang yang bersalah adalah cita-cita dasar kenegaraan Indonesia, Pancasila. Pun reinkarnasi lese majeste tercapai harapannya, jika filosofi pemidanaan yang demikian diterapkan. Hidup kembali untuk menebus dosa-dosanya di masa lalu.*


Oleh: Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum UMI Makassar

Artikel ini Telah Muat di Harian Tribun Timur,15  Februari 2018
[Read More...]


Tribun Timur di Pusaran Konstitusi (Refleksi Milad HUT Tribun Timur ke-14)



Sebongkah memori itu kembali berkisah dan begelayut 14 tahun silam. 9 April 2003 dalam temaran reformasi, masih hangat di jantung para jurnalis yang memegang tampuk idealismenya. Tribun timur menetas dari awak media nasional, suatu harian yang sudah cukup melegenda, yaitu harian kompas dengan tagline hati nurani rakyat.

Sadar akan kelahirannya di episentrum daerah yang masih dipandang sebelah mata. Koran yang digagas oleh Thamzil Thahir dkk, menubuatkan tekstur konstitusi dalam pengejawantahan kemerdekaan berserikat, satu untuk semua. Lain dari pada yang lain, nomenkalatur yang digunakan sebagai “spesies” koran lokal bukan dengan sebutan “Tribun Makassar,” tetapi tribun timur.

Mengapa tribun timur? Ini soal kebersamaan, cita rasa kolektivitas yang menjadi cita-cita dasarnya. Tribun timur bukan hanya untuk kota Ujung Pandang (sekarang Makassar), bukan hanya untuk Provinsi Sulawesi Selatan. Namun semuanya mencakup provinsi di daerah timur (Sul-Tengah, Sul-Utara, Sul-Tenggara, Sul-Barat). Dari timur akan terus mendendangkan suara-suara “kemajemukan” rakyat Indonesia.

Satu dari sekian banyak berita yang diwartakan Tribun Timur menjadi bukti empirik kalau media yang lahir pasca reformasi ini sudah banyak “makan garam” dan tenggelam dalam pusaran konstitusi. Adalah hak dan kebebasan setiap orang untuk berekspresi dan menyatakan pendapat, tribun timur selalu berada di garda terdepan.

Kisah pilu seorang anak yang berani melakukan otokritik kepada penguasa seperti Fadli Rahim, oleh tribun timur secara massif mengekspos pemberitaan tentang itu. Juntrungnya, meski Fadli Rahim harus divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sungguminasa (Gowa), ada sebuah titik kompromi majelis hakim. Fadli Rahim divonis dengan pidana penjara berdasarkan akumulasi masa penahanan yang telah ia jalani. Fadli Rahim tidak perlu lagi menjalani masa-masa pemidanaan di lembaga pemasyarakatan pada waktu itu.

Saat hukum menjadi pragmatis dan otoritarian. Saat penguasa menggunakan kekuatannya. Media sekelas tribun timur menjadi institusi penekan terhadap kejamnya hukum dan kekuasaan kepada orang yang tak berdaya.

Bukan hanya itu eksistensi tribun timur yang menjadi dasar untuk ditempatkan sebagai media yang konstuktif dan konstitutif. Tribun timur merupakan media yang prediktibel dalam memproteksi tunas muda anak bangsa dari serangan narkotika. Tribun timur tidak pernah alpa memotret penyalahgunaan narkotika yang didalangi oleh beberapa bandar besar di kota Makassar.

Berbagai kasus korupsi tanah air, dari kota hingga tingkat kabupaten juga tak luput dari eskalasi pemberitaan tribun timur. Kerja-kerja keras demikian patut diacungi dua jempol, terutama bagi wartawannya yang terus begerilya dalam memburu tiap proses penegakan hukum, dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga vonis inkra pengadilan.

Mereka yang tidak diberikan hak untuk mengakses informasi dan pelayanan publik di beberapa sentrum kekuasaan menjadi terpuaskan dahaga dan rasa laparnya. Selain transpransi dan akuntabilitas penegakan hukum dapat didapatkan melalui pemberitaan media cetak tribun timur. Kini dengan mudahnya pula mengakses berbagai kasus penegakan hukum aktual melalui portal: makassar.tribunnews.com.

Jika setiap orang sebelumnya tidak mau peduli dengan banalitas korupsi ini. Maka dengan hadirnya tribun timur, kemudian orang pada turut perihatin dengan berbagai aksi pemalakan harta rakyat di setiap institusi pemerintahan. Pilihan tribun timur dalam upaya penegakan hukum bukan dengan jalan klasik sebagaimana ungkapan Feurbach, hukum bertujuan untuk menakut-nakuti. Lebih dari pada itu semua, fungsi pencegahan kejahatan korupsi yang menjadi kewenangan komisi anti rasuah telah dijalankan oleh tribun timur dalam bentuk pendidikan anti korupsi secara dini.

Pilkada dan Pemilu

Salah satu amanat konstitusi pasca reformasi adalah kembalikan kedaulatan rakyat. Tak perlu dinyana lagi media lokal setaraf tribun timur selalu berinovasi demi pemenuhan hak konstitusional yang demikian itu.

Sejak pertama kalinya Pilpres dan Pileg secara langsung digelar pada 2004 silam, tribun timur sudah turut mewarnai sejarah pemilihan dari awal hingga akhir. Tak lupa, selalu dilibatkan pula akademisi tanah air dalam memberikan sumbangsi pemikirannya di laman tribun timur mengenai sengkarut dan perkara pemilu dalam proses transisinya.

Tahun 2005 juga sejak pertama kalinya dihelat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara demokratis (langsung). Tribun timur tidak pernah menunjukan keberpihakannya kepada satu pasangan calon saja. Semua kepentingan para pemangku diakomodasi dalam rangka menjembatani fungsi pendidikan politik bagi rakyat pemilih.

Sudah dua hajatan gelombang pilkada serentak berlalu. Ada banyak peristiwa Pilkada 2015 dan Pilkada 2017 sudah didokumentasikan dalam media cetak dan media online tribun timur. Sejarah tidak akan pernah kabur dan hilang dari memori kolektif publik sepanjang media tanah air tidak pernah menarik diri dan pamit dari para pembacanya. Itulah tribun timur yang mampu bertahan dalam berbagai piranti dan kemajuan tekhnologi.

Makin hari tribun timur semakin jaya pula. Kesungguhannya untuk menjalankan fungsi netralitas media benar-benar terwujudkan hingga hari ini. Tidak ada pemihakan terhadap satu elit politik saja. Simaklah kolom Tribun Pilkada yang selalu disajikannya. Ada kolom pemberitaan khusus untuk setiap pasangan calon kepala daerah. Lagi-lagi pekerjaan demikian sebagai wujud tribun timur dalam menjembatani setiap calon pemilih untuk Pilkada 2018 mendatang. Pemilih memiliki hak untuk mengetahui seluruh jejak rekam para calon, sebelum hajatan hari “H” dimulai.

Etape sejarah kolektifitas bangsa akan terus bergerak ke depan. Hajatan pemilihan umum (Pemilu) secara kumulatif melalui keserempakan Pileg dan Pilpres, makin hari suhu perpolitikannya makin memanas. Kita tentunya menaruh harapan agar tribun timur terus tenggelam dalam pusaran konstitusi pemilu. Dari timur spirit konstitusi akan terus bergelora. Tribun Timur jayalah dikau selalu.

Happy Anniversary Tribun Timur Ke-14. 


Oleh: Damang, S.H., M.H.

Penulis






[Read More...]


Happy Aniversary Tribun Timur (Refleksi Milad HUT Tribun Timur ke-14)




Setahun yang lalu saya pernah menulis opini dengan judul “Ketika Aku Jatuh Cinta Pada Tribun Timur,” bersamaan dengan momentum aniversary Tribun Timur. Dan tidak terasa hari kelahiran koran dengan tagline “Spirit Baru Makassar” itu terulang lagi bulan ini (9 Februari 2018), dalam usianya yang ke-14.

Mengawali tulisan ini saya kembali ingin mengucapkan terima kasih kepada Tribun Timur yang tiada tara dan setulus-tulusnya. Saya bukan siapa-siapa andai bukan karena Tribun Timur yang sering memuat beberapa opini saya. Orang banyak mengenal saya, semuanya karena Tribun Timur.

Sebagai penulis yang tidak bergelar doktor dan berpredikat profesor, serta latar belakang nama yang “besar,” sedianya banyak penulis yang jarang dimuat opininya di sebuah koran dengan nama “besar” pula. Namun itu tidak berlaku bagi Tribun Timur, siapapun anda kalau memiliki gagasan yang aktual, yakin saja Tribun Timur pasti akan mempertimbangkan untuk memuatnya.

Semuanya berdasarkan pengalaman pribadi saya, dimulai tahun 2012 hingga saat ini dengan rutin mengirim opini ke Tribun Timur, sudah puluhan artikel saya selalu mengisi kolom Tribun Opini. Dan lagi-lagi saya bukan siapa-siapa untuk Tribun Timur. Tribun Timur bukan hanya berimbang dalam pemberitaan, tetapi berimbang pula dalam pemuatan opini para penulisnya.

Di Tribun Timur, kita bisa menemukan nama-nama dari penulis beken dan senior seperti Aswar Hasan, Kasim Mathar, Dahlan Abu Bakar, Supa At’hana (Supratman), Ilham Kadir, Rahmad Arsyad dan Abdul Karim. Kemudian dimbangi dengan penulis muda pula, diantaranya: Fadlan L Nasurung, Arifuddin Balla, dan Syamsul Arif Ghalib. 

Tribun Timur adalah Koran yang membakar spirit anak-anak muda, membakar spirit “penulis pendatang baru” untuk tidak malu menampilkan “karyanya.” Tiap tahun, ada banyak anak-anak muda yang diakomodasi oleh Tribun Timur. Selalu memunculkan wajah-wajah penulis baru, entah dari mahasiswa/i di sebuah perguruan tinggi, entah dari beberapa forum-forum penulis Makassar.

Geliat perkembangan Tribun Timur setiap tahunnya banyak memunculkan inovasi. Laman portal Tribun Timur online kini berada di garda terdepan memanjakan para pembacanya. Mulai dari berita lokal hingga berita nasional kita bisa dapatkan 24 jam dengan edisi pemberitaan aktual. Hampir tiap menit ada postingan terbarunya.

Saya memiliki keyakinan bahwa Tribun Timur tidak akan mengalami senjakala sebagaimana yang melanda beberapa koran lainnya, tutup usia, dan memohon pamit dari para pembacanya. Tribun Timur mampu berpacu mengikuti perkembangan tekhnologi guna menghadirkan berita yang diburuh oleh setiap pembaca.

Boleh saja orang beralibi bahwa penjualan koran cetak saat ini sudah mulai menurun. Mungkin bisa berimbas pada omzet dan keuntungan sebuah percetakan Koran. Namun itu tidak berlaku dalam kamus “Tribun Timur,” dengan harga koran cetaknya yang murah, kita masih bisa menemukan beberapa orang yang langganan dengan Koran Tribun Timur. Bahkan dengan bergesernya beberapa orang ke media online, Tribun Timur sama sekali tidak menunjukan kemunduran. 

Tengoklah gedung megah yang dimiliki Tribun Timur adalah salah satu jawaban catur kesuksesannya. Setiap pegawai Tribun Timur makin dimanjakan dengan ruangan ber-AC-, tamu dijemput penuh dengan kehormatan. Sesekali di gedung megah ini menjadi ruang diskusi pula bagi para akademisi yang tergabung dalam forum dosen Tribun Timur.

Apa yang tidak ada di Tribun Timur? Sulit untuk menjawab kekurangannya. Sebab Tribun Timur sudah menyiapkan semuanya. Ada tribun nasional, ada tribun bisnis, ada tribun iklan, ada tribun melenial, ada tribun kampus, ada tribun Pilkada, ada Super Ball, ada Tribun Opini, Tribun Jual Beli, dan Tribun PSM. 

Satu kekaguman saya untuk Tribun Timur sebagai Koran lokal terbesar di Indonesia Timur, ia mampu menunjukan netralitasnya dari perhelatan gelombang ketiga Pilkada Serentak 2017. Satu-persatu calon kepala daerah diberikan tempat khusus pemberitaan. Baik Pilwakot Makassar maupun Pilgub Sul-Sel, setiap calon memiliki kolom tersendiri. 

Media ini telah berada di garda terdepan dalam memberikan pendidikan politik, bukan hanya kepada calon, tetapi juga untuk pemilih. Setiap pemilih lagi-lagi sangat dimanjakan untuk menjajaki setiap calon kepala daerah yang berlaga dalam kontes pemilihan nanti.

Tribun Timur tidak butuh perintah, tidak butuh undang-undang untuk menjadi media yang menjalankan fungsi pendidikan politik. Melalui Tribun Pilkada dan Portal Tribun Makassar online, Koran ini telah melakukan sosialisasi secara masif kepada setiap penduduk wajib pilih. Bukan hanya mengingatkan hari “H” Pilkada, tetapi lebih dari itu telah bertindak sebagai komunikator ulung dalam menampilkan rekam jejak setiap calon kepala daerah.

Khusus dari saya, izinkan saya mengucapkan banyak terima kasih kepadamu, duhai Tribun Timur di hari ulang tahunmu yang ke-14 ini. Tanpa Tribun Timur saya tidak tahu kemana harus menumpahkan segala gagasan “hukum” yang saya tekuni selama ini. Tanpa Tribun Timur saya tidak tahu kemana saya harus menumpahkan unek-unek saya. Tribun Timur merupakan satu-satunya koran di Makassar yang sering memuat tulisan saya.

Saya selalu diperlakukan dengan hormat saat meminta honor tulisan. Tribun Timur selalu tahu hak-hak dari penulisnya. Melalui tulisan ini, saya juga menyelipkan rasa dan hatur terima kasih saya kepada “kasir” Tribun Timur yang tidak pernah marah, jika setiap akhir tahun menanyakan honor tulisan saya.

Di saat beberapa Koran yang sudah merasa besar, kini sudah mengkapitalisasi laman E-Paper-nya. Tribun Timur sama sekali tidak melakukannya. E-Paper Tribun Timur bisa diakses oleh siapa saja secara gratis. Saya yang kadang tidak mampu membeli koran cetak Tribun Timur, baik karena kekurangan saldo maupun karena koran cetaknya cepat habis terjual, berkat E-Paper Tribun Timur bisa mengecek tulisan saya yang dimuatnya.

Tribun Timur tidak meluluh memuat opini tentang kesehatan, tentang pangan, tentang impor beras, tentang polemik profesor, tentang politik, tentang hukum. Semua tema mendapatkan tempat berdasarkan hangat dan aktualnya pelbagai peristiwa.

Tribun Timur jayalah dikau selalu. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan ridhonya kepadamu. Bendera “Tribun” akan terus berkibar dari “Timur” dalam slogan “Spirit Baru Makassar.” Happy Aniversary Tribun Timur Ke-14. (Dmg)


Oleh: Damang Averroes Al-Khawarizmi

Penulis & Owner negarahukum.com


[Read More...]


Return to top of page Copyright © 2011 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors