Hukum Perikatan



Hampir semua penulis, dalam hukum perikatan. Memberi perbedaan arti dari  hukum perikatan, hukum perjanjian dan hukum kontrak.  Kecuali Ahmadi Miru dalam buku yang ditulisnya “Hukum Kontrak, Perancangan Kontrak” tidak membedakan antara hukum kontrak dengan hukum perjanjian.
Secara jelas Ahmadi Miru mengemukakan, “Penulis tidak ingin membedakan anatara hukum kontrak dan hukum perjanjian sehingga dalam buku inipun, keduanya dipergunakan dengan makna yang sama. Pembagian antara hukum kontrak dan hukum perjanjian tidak dikenal dalam BW karena dalam BW hanya dikenal perikatan yang lahir dari perjanjian dan yang lahir dari undang-undang. Atau secara lengkap dapat diuraikan, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang bersumber dari undang-undang dibagi dua, yaitu dari undangundang saja dan dari undang-undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua, yaitu perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum.”

Kontrak atau perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Pengertian kontrak atau perjanjian, dalam setiap literatur didasarkan pada Pasal 1313, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan degan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/ lebih.
Subekti memberikan uraian tentang perbedaan, perikatan, perjanjian, dan kontrak dengan beberapa ciri khas tersendiri:
1.    Perikatan adalah suatu perhubungan hukum anatara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu
2.    Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
3.    Kontrak merupakan perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tertulis.
Baik istilah perjanjian, perikatan, mapun kontrak masing-masing memilki keterkaitan. Oleh karena perjanjian merupakan sumber perikatan yang terpenting, ataukah perikatan merupakan pengertian abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa. Perikatan sebagai suatu bentuk persetujuan atau persesuaian kehendak diantara para pihak masih bersifat abstrak, tetapi ketika dituangkan dalam perjanjian tertulis,  maka hal itu nyata sebagai suatu perjanjian, yang demikianlah disebut kontrak.
Dalam ensiklopedi Indonesia, hukum kontrak adalah rangkaian kaidah-kaidah hukum yang mengatur berbagai persetujuan dan ikatan antara warga-warga hukum.
Defenisi tersebut menyamakan istilah kontrak (perjanjian) dengan persetujuan, padahal antara keduanya berbeda. Kontrak merupakan salah satu sumber perikatan sedangkan persetujuan salah satu syarat sahnya kontrak.Dengan adanya beberapa kelemahan tersebut, maka Salim, H.S,  mengemukakan, kontrak adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
Rumusan perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut di atas menurut para sarjana mengandung banyak kelemahan.
 Menurut Muhamad Abdul Kadir, Pasal 1313 KUHPerdata mengandung kelemahan karena:
1.      Hanya menyangkut sepihak saja. Dapat dilihat dari rumusan "satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya". Kata "mengikatkan" sifatnya hanya sepihak, sehingga perlu dirumuskan "kedua pihak saling mengikatkan diri" dengan demikian terlihat adanya konsensus antara pihak-pihak, agar meliputi perjanjian timbal balik.
2.      Kata perbuatan "mencakup" juga tanpa consensus. Pengertian "perbuatan" termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa atau tindakan melawan hukum yang tidak mengandung konsensus. Seharusnya digunakan kata "persetujuan".
3.      Pengertian perjanjian terlalu luas. Hal ini disebabkan mencakup janji kawin (yang diatur dalam hukum keluarga), padahal yang diatur adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan.
4.       Tanpa menyebutkan tujuan. Rumusan Pasal 1313 BW tidak disebut tujuan diadakannya perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri tidak jelas untuk maksud apa.
Sedangkan menurut R. Setiawan, pengertian perjanjian tersebut terlalu luas, karena istilah perbuatan yang dipakai dapat mencakup juga perbuatan melawan hukum dan perwalian sukarela, padahal yang dimaksud adalah perbuatan melawan hukum.
Para sarjana yang merasa bahwa pengertian perjanjian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1313 KUHPerdata ini mengandung banyak kelemahan, memberikan rumusan mengenai arti perjanjian.
Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
Pendapat lain dikemukakan oleh Rutten, menurutnya perjanjian adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum  yang ada tergantung dari persesuaian kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum dari kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan masing-masing pihak secara timbal balik.
Para sarjana memberikan rumusan mengenai perjanjian dengan penggunaan kalimat yang berbeda-beda, namun pada prinsipnya mengandung unsur yang sama yaitu:
1.      Ada pihak-pihak. Yang dimaksud dengan pihak disini adalah subyek perjanjian dimana sedikitnya terdiri dari dua orang atau badan hukum dan harus mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum sesuai yang ditetapkan oleh undang-undang.
2.       Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap dan bukan suatu perundingan.
3.       Ada tujuan yang akan dicapai. Hal ini dimaksudkan bahwa tujuan dari pihak hendaknya tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan Undang-undang.
4.      Ada prestasi yang akan dilaksanakan. Hal itu dimaksudkan bahwa prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.
5.      Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan. Hal ini berarti bahwa perjanjian bisa dituangkan secara lisan atau tertulis. Hal ini sesuai ketentuan undang-undang yang menyebutkan bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.
Senada dengan yang dikemukakan oleh Salim H.S, juga mengemukakan unsur-unsur yang yang tercantum dalam kontrak yakni, adanya kaidah hukum, subjek hukum, adanya prestasi, kata sepakat, dan akibat hukum. 



Responses

0 Respones to "Hukum Perikatan"

Posting Komentar

Return to top of page Copyright © 2011 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors