Peraturan Pengadaan Tanah Minim Asas Hukum



Menurut Ronal Dworkin (teori content) dalam Salman dan Susanto (2004: 93-94) dalam hukum, prinsip merupakan pertimbangan moral tentang apa yang benar dan apa yang buruk, yang meliputi prinsip tentang political morality dan political organization yang membenarkan pengaturan secara konstitusional, prinsip yang membenarkan metoda melakukan  penafsiran menurut undang-undang, dan perinsip tentang hak asasi manusia yang substantif untuk membenarkan isi keputusan pengadilan.
Pemahaman sementara dapat diperoleh dari pandangan ini ialah bahwa prinsip hukum dalam pengadaan tanah guna kepentingan umum  adalah prinsip-prinsip hukum tentang hak-hak bagi pemilik tanah maupun pemilik benda dan objek lainnya yang menjadi objek pengadaan tanah.  Dengan demikian  prinsip hukum dalam pengadaan tanah harus digali dari dasar konstitusinal yang melandasinya.
Mulai dari kepres Nomor 55 Tahun 1997, hingga Perpres Nomor 65 Tahun 2006 atas perubahan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Tidak ada satupun pencantuman pasal-pasal yang mengatur masalah prinsip-prinsip atau asas yang melandasi sehingga dapat (baca; layak) untuk dilakukan pengadaan tanah bagi kepentingan umum. Artunya semua regulasi yang berkaitan dengan masal ah pengadaan tanah minim asas. Untuk melindungi hak dan kepentingan dari pemilik tanah yang menjadi korban atas pengadaan tanah walaupun kelak akan  digunakan untuk kepentingan umum.
Setiap rumusan undang-undang agar tercapai tujuan hukumnya (filsufis, sosiologis, dan yuridis), mestinya memiliki prinsip dasar sehingga undang-undang tersebut dirancang  tidak terkesan sarat pada kepentingan individu semata.
Oleh karena itu menarik, melihat tawaran beberapa prinsip. Sebagaimana yang dikemukakan oleh  Sumardjono (2008), perihal prinsip-prinsip hukum yang perlu diakomodasai dalam Peraturan Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pengadaan tanah harus dilaksanakan sesuai dengan asas-asas sebagai berikut:
1.        Asas kesepakatan yakni seluruh kegiatan pengadaan tanah dan Pemegang Hak Atas Tanah dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pihak yang memerlukan tanah dengan Pemegang Hak Atas Tanah. Kegiatan fisik pembangunan baru dapat dilaksanakan bila telah terjadi kesepakatan antara para pihak dan ganti kerugian telah diserahkan.
2.        Asas kemanfaatan, pengadaan tanah diharapkan mendatangkan dampak positif bagi pihak yang memerlukan tanah, masyarakat yang terkena dampak dan masyarakat luas. Manfaat dari hasil kegiatan pembangunan itu harus dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai keseluruhan.
3.        Asas keadilan, kepada masyarakat yang terkena dampak diberi ganti kerugian yang dapat memulihkan kondisi sosial ekonomisnya, minimal setara dengan keadaan semula, dengan memperhitungkan kerugian terhadap faktor fisik maupun nonfisik.
4.        Asas kepastian, pengadaan tanah dilakukan menurut tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga para pihak mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing.
5.        Asas keterbukaan, dalam proses pengadaan tanah, masyarakat yang terkena dampak berhak memperoleh informasi tentang proyek dan dampaknya, kebijakan ganti kerugian, jadwal pembangunan, rencana pemukiman kembali dan lokasi pengganti bila ada, dan hak masyarakat untuk mencapai keberatan.
6.        Asas keikutsertaan/ partisipasi, peran serta seluruh pemangku kepentingan dalam setiap tahap pengadaan tanah (perencanaan, pelaksanaan, evaluasi) diperlukan agar menimbulkan rasa ikut memiliki dan dapat meminimalkan penolakan masyarakat terhadap kegiatan yang bersangkutan.
7.        Asas kesetaraan, asas yang dimaksudkan untuk menempatkan posisi pihak yang memerlukan tanah dan pihak-pihak yang  terkena dampak secara sejajar dalam pengadaan tanah.
8.        Minimalisasi dampak dan kelangsungan kesejahteraan sosial ekonomi, dampak negatif pengadaan tanah sedapat mungkin diminimalkan disertai dengan upaya untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat yang karena terkena dampak sehingga kegiatan sosial ekonominya tidak mengalami kemunduran.
Dengan demikian, jika seluruh asas tersebut terakomodasi, dengan syarat awal terlebih dahulu memuat keseluruh asas-asas tersebut pada bagian awal pasal-pasalnya (misalnya dalam Pasal 2 Perpres Nomor 65 Tahun 2006) maka pasal tersebut akan menjadi payung hukum (umbrella act), untuk membuat pasal-pasal mekanisme pengadaan tanah guna kepentingan umum, yang tidak mengabaikan kepentingan pemegang hak atas tanah tersebut. Bukankah Salah satu prinsip dasar yang universal dalam pengambilalihan tanah oleh negara adalah bahwa “ no private property shall be taken for public use without just and fair compensation”. Dalam proses perolehan tanah tersebut hendaknya dapat memperhatikan prinsip-prinsip keadilan sehingga tidak merugikan pemegang hak atas tanah.



Responses

0 Respones to "Peraturan Pengadaan Tanah Minim Asas Hukum"

Posting Komentar

Return to top of page Copyright © 2011 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors